Ha-Shain (17)

125 16 3
                                    

Shaka menyiapkan panggangan untuk daging, ayah nya menyusun beberapa buah dan sayur di atas meja, Aisyah baru saja muncul dari dalam membawa daging yang sudah siap untuk dimasak. Shaina belum kelihatan batang hidung nya, gadis itu masih nyenyak tidur. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain tidur, Shaka nampak biasa saja dengan kehadiran Aisyah sekarang. Entah kenapa ia merasa harus bersikap baik pada wanita itu karena berkat dia, Shaina jadi lebih banyak menghabiskan waktu dikamar dengan baik. Shaina tidak membantu apapun, dan itu membuat Shaka kesal.

"Pa, bangunin kak Shain ya. Masa aku sendiri sih yang bantu, mbak juga nih kemana. Biasanya selalu ada, sekarang menghilang kayak perasaan".

Pria itu melihat sekeliling nya dan baru sadar kalau putri sulung tidak ada disini.

"Kakak kamu memang gak pernah puas tidur, bangunkan dia. Gimana mau sehat kalo begini terus".

Shaka mengangguk setuju lalu berlari ke kamar kakak nya, sudah tidak sabar untuk mengganggu gadis itu. Tanpa mengetuk pintu ia menerobos masuk, kebetulan pintu tidak dikunci jadi ia bebas.

"Oi kak! Bangun gak? Makan tidur berak, makan tidur berak, lo manusia apa kucing sih? Serius ya, lo cewek tapi gak punya niatan hidup baik gitu". Shaka menarik selimut Shaina dan mematikan AC biar gadis itu lebih cepat sadar.

"Hmm." Kedua mata Shaina masih sangat rapat, dia memang kekurangan tenaga jika tidak tidur seharian.

"Bangun kak, diluar ada cowok ganteng banget. Kenalan mama, gak mau lihat dulu? Siapa tahu suka. Bang Habib kalah deh".

Kalau Shaka berpikir kakak nya itu pencari cowok ganteng, maka dia salah. Shaina tidak pernah tergiur pada lelaki tampan, dia hanya suka dengan diri nya sendiri dan seblak. Selebihnya tergantung mood saja. Habib yang sudah mendekati level sempurna pun ia masih enggan menerima lelaki itu, apalagi orang yang tidak dia kenal.

"Gak minat". Shaina membenarkan posisi nya menjadi telentang, dia menarik selimut hingga menutupi seluruh badan. Shaka berusaha menariknya lagi tapi tak berhasil.

"Gak minat apa gak percaya diri? Secara lo kan perempuan termalas abad ini, jadi wajar sih jomblo seumur hidup".

Shaina masih tidak peduli, ia semakin mencoba untuk tidur lagi mengabaikan celotehan adik nya. Kesal tak ditanggapi, Shaka menggelitik Shaina meski berbalut selimut dia masih tahu dimana letak pinggang Shaina. Gadis itu tertawa meronta, ia juga berteriak menyebut nama Shaka. Namun lelaki itu tidak berhenti juga.

"Shaka bego! Udah ih geli gembel". Shaina semakin keras tertawa mengundang perhatian Aisyah yang melewati kamar dengan membawa minum di tangan. Ia tersenyum menyaksikan anak-anak akur.

"Makanya bangun kak, ayo kita bantuin mama. Keburu bang Habib sama keluarga nya dateng. Mama juga ngundang bu Jeki loh, sohib nya kakak kalo arisan."

Shaina membuka selimut dengan wajah berpeluh, merah dibagian pipi serta nafas yang ngos-ngosan.

"Apa kamu bilang? Emang nya mama ngapain ngundang mereka? Kok kakak gak tahu?" Pemuda itu turun dari kasur, ia berkacak pinggang menatap wajah kakak nya yang polos.

"Itu akibat nya kalo molor terus, gak tahu kabar berita. Tidur gak akan bikin lo cerdas kak". Shaina mencebikkan bibir nya meniru gaya Shaka bicara, melemparkan bantal ke arah adik lalu hendak kembali bergelung selimut namun gagal karena Shaka menarik kaki nya hingga turun setengah dari ranjang.

"Shaka! Kamu mau matahin pinggang kakak". Shaina merengek, meski tidak terasa sakit tapi ia kesal.

"Bangun, aku seret beneran nih keluar".

"Iya iya bangun, duluan sana. Bawel banget, cowok juga".

Shaka membiarkan kakak nya mencuci muka dan berbenah, ia kembali keluar rumah dan melihat bu Jeki sudah duduk memakan buah yang tadi disiapkan papa. Shaina pasti senang sohib nya datang.

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang