Ha-Shain (32)

127 15 1
                                    

Habib tiba dirumah setelah kehujanan mengantar Shanum pulang, mereka baru saja selesai membeli hadiah untuk ibu gadis itu yang akan segera berulang tahun. Meski ia sangat malas tapi Habib sangat menghargai perasaan berbakti seorang anak kepada orangtua, ia juga tahu jika Shanum juga memanfaatkan situasi agar bisa lebih lama bersama dengan nya.

"Pa, kok tumben sepi. Mami sama Hagne kemana?" Tanya Habib ketika melihat ayah nya muncul dari dapur membawa segelas kopi.

"Kamu baru pulang? Mama sama Hagne kerumah sakit". Pemuda itu berhenti bergerak, ia menatap kearah ayah nya.

"Rumah sakit? Siapa yang sakit pi".

"Lah, kamu gak tahu rupanya. Papi kira emang belum sempat jengukin Shaina, dia dirawat. Mami kamu ngajak papi kesana, tapi kerjaan gak bisa ditinggal. Mungkin besok baru bisa nyusul, lagian ini udah malam jadi jam besuk pasti habis". Selesai papi menjelaskan panjang lebar, Habib langsung putar badan kembali keluar rumah pergi ke garasi dan menyalakan mobil. Dia tidak merasa bersalah karena pergi begitu saja saat papi masih ingin mengajak nya bicara, Habib menginjak pedal gas menerobos hujan bahkan satpam mereka dengan cepat menekan tombol buka gerbang otomatis. Dia mengemudi seperti orang kesetanan, memikirkan apa yang terjadi pada gadis itu setelah sekian hari tak bertatap muka menambah kesal dalam diri nya. Habib memang bodoh, ia terlanjur mengikuti ego untuk belajar menjauhi Shaina tapi saat sepertii sekarang ia justru takut jika terjadi sesuatu pada gadis itu.

Ia tidak peduli mobil lain membunyikan klakson karena ulah nya yang menyetir zigzag, pemuda itu bahkan tak menyentuh rem sama sekali. Pikiran nya tertuju pada Shaina dan ingin cepat sampai disana.

Ia sudah mengirim pesan suara pada Hagne, dan dibalas oleh gadis itu sangat cepat. Untuk memberitahu dimana ruangan Shaina.

Sesampainya di rumah sakit, Habib tak peduli jika mobil nya parkir sembarangan. Ia sekali lagi menerobos hujan, menghampiri meja resepsionis.

"Ruangan melati 3, dimana?"

"Maaf pak, sekarang jam kunjungan sudah habis. Silahkan hubungi keluarga anda yang didalam untuk bergantian masuk keruang rawat, atau bisa kembali lagi besok".
Habib mengumpat kasar mendengar suster itu bicara, ia bahkan nyaris menunjuk wajah perempuan itu.

"Gue nanya dimana ruangan melati 3, bukan minta lo jelasin hal gak penting. Sial, dimana ruangan nya?!" Maki lelaki itu tanpa perasaan takut sedikit pun, ia bahkan tak peduli tatapan terkejut suster tersebut. Dia hanya ingin segera melihat Shaina.

"Anda bisa berjalan lurus, belok kiri, buka pintu berwarna putih lalu masuk. Disana anda bisa melihat angka, cari nomor tiga". Jawab sinis wanita itu yang semakin memancing kemaraham Habib, ia sengaja mengejek lelaki itu lewat kata-kata nya.

"Dasar bodoh! Gitu aja ribet".

Ia meninggalkan resepsionis itu dengan wajah datar, mengikuti petunjuk arah yang disebutkan. Akhirnya dia melihat mami, sedang mengobrol dengan keluarga Shaina.

"Mami". Panggil Habib dengan nada serius, dia melihat ibu Shaina sedang memeluk suami nya dan menangis. Shaka memasang wajah bengis, sedangkan Hagne sibuk mengirim pesan dengan gebetan.

"Habib, kamu kesini sendiri?" Tanya Haena sambil menyambut putra nya. Habib mengangguk, dan melihat kearah pintu yang tertutup.

"Gimana keadaan Shaina om, kenapa dia bisa dirawat?"

Aiden tahu seberapa dekat Habib dan putrinya, ia juga tidak sanggup memberitahu kejadian yang sebenarnya biarlah ini menjadi rahasia keluarga mereka. Meski Haena sudah mendengar cerita dari oma, tetap saja mereka tidak menyaksikan langsung.

"Dia masih belum sadar, kata dokter dia kelelahan. Shaina juga sudah lama gak min vitamin jadi kondisi tubuh nya melemah, maaf ya jadi bikin kalian khawatir".

"Aku boleh lihat dia gak om? Sebentar aja". Pinta Habib pada Aiden, lelaki itu sebenarnya masih berat membiarkan orang lain melihat keadaan Shaina tapi dia juga tak bisa melarang Habib.

"Boleh, dokter udah ngizinin masuk."
Aisyah memegang tangan Habib sebelum masuk kedalam.

"Jangan dibangunin dulu ya mas, kasihan Shaina nya". Lelaki itu tersenyum membalas tatapan memohon Aisyah.

"Iya tante, aku gak akan ganggu dia. Cuma mau lihat aja".

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang