Ha-Shain (16)

126 16 5
                                    

Haena melihat putra nya uring-uringan tiga hari ini, besok adalah acara wisuda pemuda itu tapi dia seperti tidak memiliki keinginan untuk datang. Tak ada melakukan persiapan sama sekali, bahkan ia sendiri bingung sebenarnya apa yang membuat Habib gelisah.

"Mas? Kamu kenapa sih, mama lihat berapa hari ini gelisah banget. Gak mau cerita sama mami?"

Habib melihat wajah ibu nya yang penuh rasa ingin tahu, sebenarnya ia tidak memiliki masalah yang berat melainkan hanya satu yaitu merindukan Shaina. Habib bisa saja langsung kerumah gadis itu seperti biasa, tapi apa yang akan dipikirkan oleh ibu tiri Shaina. Wanita itu pasti akan berburuk sangka dengan Habib, walau pun ia yakin kalau ayah Shaina pasti sudah bercerita tentang mereka tetap saja. Orang asing yang tidak mengenal mereka akan selalu beranggapan buruk pada Habib.

"Lamar Shaina buat aku mi, aku udah gak bisa nunggu dia lebih lama lagi".

Haena mengerutkan kening mendengar perkataan meracau anak sulungnya itu.

"Ngomong apa kamu? Kuliah aja baru wisuda besok, udah mau nikahin perawan orang. Kerja dulu sama papi, baru mami lamar Shaina. Itu urusang nya gampang, terus Shanum mau dikemanain?"

Habib mengacak rambut nya yang kusut, semakin berantakan penampilan nya malah makin kelihatan tampan. Kalau Shaina melihat nya, ia mungkin sudah berpikiran mesum.

"Aku akan jelasin sama Shanum soal ini, tapi mami juga harus bantu aku jelasin sama orangtua Shanum. Mami mau kan?"

Haena mengangguk setuju, ia memang menyukai Shanum tapi Shaina lebih dulu mencuri hati nya sejak lahir. Gadis itu memiliki kelaian yang sangat kentara dari anak normal, Haena tahu itu karena ibu Shaina sendiri yang mengatakan nya. Shaina sendiri juga tidak sadar kalau ia memiliki syndrom yang membuat nya selalu kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain, ditambah lagi ia pernah mengalami pelecehan jadi semakin sulit untuk dia sembuh.

"Mami pasti bantu kamu, tapi gak dengan penampilan begini. Shaina atau pun Shanum bakal ngeri lihat kamu berantakan kayak gini". Habib menunduk melihat penampilan nya sendiri, kumis yang mulai tumbuh tak pernah lagi dicukur, ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mandi. Tidak bertemu Shaina itu artinya semua kegiatan Habib harus dihentikan juga.

"Mandi sana, ntar malem tante Aisyah ngajak barbeque dirumah mereka. Sekalian kamu minta maaf sama Shaina, jangan sembarangan cium anak orang mas. Dituntut orang tua nya, papa yang malu".

Habib meringis menggaruk kepala nya yang ketombean, lalu undur diri darii hadapan sang mami sebelum mendapat kalimat menyeramkan lainnya. Haena hanya bisa menghirup udara sebanyak mungkin karena mendapati sikap anak yang masih berubah-ubah.

"Menikah? Palu sama obeng aja belum tahu yang mana, anak jaman sekarang."

Ia berlalu menuju dapur, menyiapkan bahan yang akan dibawa nanti malam kerumah Shaina. Walaupun Aisyah yang mengundang mereka tetap saja bagi Haena sangat tidak nyaman kalau tak membawa buah tangan sedikit pun. Melihat ia memiliki banyak stok dinsum, sosis dan kawan-kawan lainnya, ia pun berniat membawa semua itu kerumah Shaina jadi bukan hanya pesta barbeque tapi juga bisa makan tomyam segar. Senang nya mendapat tetangga baru yang sebentar lagi akan menjadi calon besan, Haena tertawa sendiri membayangkan hal itu. Kalau mama kandung Shaina lebih suka mengajak nya belanja, maka ibu tiri gadis itu sekarang lebih suka melakukan kegiatan dalam rumah. Ia memang istri yang baik dan penurut, Shaina dan Shaka beruntung mendapatkan ibu seperti Aisyah.

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang