Ha-Shain (23)

116 14 14
                                    

Shaina berjalan cepat meninggalkan area kampus dengan wajah yang menampilkan ekspresi datar, dia benci ingatan nya terus saja memutar kejadian barusan. Habib dan Shanum, mereka sedang berciuman dengan hasrat menggebu sampai gadis itu berada dalam gendongan Habib, pakaian yang sudah berantakan menampilkan area pribadi nya membuat Shaina tak habis pikir. Perbuatan mereka sungguh melanggar aturan kampus, tapi bukan itu yang membuatnya hendak menangis.

Apa selama ini Habib hanya mempermainkan Shaina? Pemikiran itu jelas timbul, dikeadaan seperti ini seharusnya Shaina tak perlu marah karena dia yang selalu menolak Habib. Tapi entah kenapa ia juga kecewa, ia pikir Habib hanya akan mencium nya. Sekarang yang Shaina lakukan hanyalah berdiri ditepi jalan sambil menunggu taksi, angkot dan ojek pun tak masalah yang penting dia bisa pergi dari tempat ini secepat mungkin dan menghindar dari lelaki itu.

"Shaina!" Habib memanggil nya dari jarak yang cukup jauh, membuat gadis itu ingin melarikan diri namun diurungkan nya. Memikirkan apa yang ada dikepala Habib jika ia menghindar kali ini, pasti akan semakin membuat keadaan rumit. Mungkin Shaina harus menjadi orang waras demi menjaga harga diri dan gengsi selama ini, ia tidak tahan dengan sinar matahari.

"Shain, lo mau kemana? Gue bisa jelasin yang tadi. Gue tahu, gue salah Shain tapi jangan berpikiran aneh dulu". Shaina mendengarkan sambil melihat wajah Habib ketika ia mencoba bicara, meski terdengar klise alasan itu tapi Shaina mengerti. Lagi pula tidak ada hubungan apapun diantara mereka, sekalipun Habib menyentuh Shanum dalam artian bercinta itu mereka sah saja karena status nya bertunangan.

"Emang lo berharap apa yang gue pikirkan, mas Habib? Gue gak mikirin hal aneh tentang kejadian tadi, lo gak harus jelasin apapun". Habib menatap Shaina dengan raut bersalah, ia jelas tahu jika tadi itu sebuah ke-khilafan. Brengsek! Habib kesal dengan diri nya sendiri sekarang, apalagi saat ia melihat wajah datar Shaina. Sedikit banyak ia bisa merasakan perubahan suasana hati gadis itu.

"Gue minta maaf, Shain. Ayo kita pulang, gue bisa belikan lo somay lain kali. Pulang sama gue, Shaina". Gadis itu ingin menerima uluran tangan Habib, tapi ia tidak menyentuh tangan pemuda itu ketika melihat Shanum dan orangtua nya berjalan kearah mereka. Sekarang Shaina semakin sadar jika posisi nya sebagai sahabat lelaki itu mulai harus dipikirkan ulang, ia tak ingin menghancurkan hubungan orang lain apalagi itu Habib. Dia sudah melakukan hal tak senonoh pada Shanum, artinya dia memiliki tanggung jawab atas gadis itu. Lalu bagaimana dengan kamu sendiri Shain? Habib juga pernah mencium kamu, meski tak sampai tahap sejauh itu tapi kalian pernah berciuman.

Shaina menggelengkan kepala, dia akan melupakan kejadian itu. Dan menganggap bahwa itu hanyalah sebuah kesalahan, Habib tidak bisa terus berdiri menatap nya. Apapun yang dia rencanakan, Shaina harus segera menghilang dari hadapan pria itu.

"Habib." Panggil ayah Shanum, Shaina memundurkan diri menjaga jarak. Shanum dan ibu nya kini menatap Shaina dengan tersenyum, meski diwajah Shanum nampak terpaksa dan tidak ikhlas. Shaina membalasnya dengan hal yang sama.

"Om sama tante pulang duluan, kamu sama Shanum kan baru lulus. Jadi mungkin kalian punya acara sendiri". Habib meraih tangan Shaina dalam genggaman nya, tidak ada yang melihat itu hanya Shaina yang merasakan kuat nya genggaman Habib.

"Kayak nya kita belum ada acara apapun om, tapi aku akan anterin Shanum jalan-jalan sebentar habis itu pulang. Izin ya om ajak Shanum jalan". Habib tersenyum, dia memang pandai memanipulasi keadaan. Shanum pun dengan senang hati menerima ajakan itu. Shaina meronta ingin melepaskan tangan nya dari Habib tapi tidak bisa, lelaki itu terlalu kuat.

"Ya sudah, om tante pamit duluan ya. Kalian hati-hati". Mereka sama juga menegur Shaina dengan ramah lalu pergi, setelah kepergian kedua orangtua Shanum meninggalkan mereka bertiga barulah Habib menarik Shaina bersama nya mendekati Shanum.

"Gue gak mau pulang bareng kalian, papa udah dijalan jemput. Lo sama Shanum pergi aja berdua". Shaina berkata seperti itu dihadapan Shanum, gadis itu sepertinya tak menampilkan raut aneh diwajah mengingat beberapa waktu lalu Shaina menangkap basah adegan dewasa mereka berdua.

"Lo yakin bokap lo jemput kesini? Shaina lo gak bisa bohong sama gue". Habib masih menggengggam nya dan itu mengganggu Shanum.

"Aduh ribet lo, mending sekarang lo pergi ajak Shanum. Sana! Maaf ya Shanum, gue jadi penghalang terus buat kalian". Shaina memang tulus mengatakan nya, Shanum jadi merasa tak enak hati karena ucapan gadis itu. Habib menatap tajam wajah Shaina, penghalang? Harus nya kata-kata itu diucapkan Shanum. Shaina meronta sekali lagi dan berhasil, Habib ingin meraih kembali tangan gadis itu tapi Shaina lebih dulu menghindar.

"Gue pulang sendirian, kalian pergi aja ya. Bye".

Shaina berlari ke tepi jalan semula dan beruntung karena ada ojek yang baru selesai menurunkan penumpang, dengan cepat ia meminta tukang ojek itu agar pergi dari sana. Habib mengeraskan rahang nya melihat kepergian Shaina, tak tanggung gadis itu melambaikan tangan. Shanum membalas nya dengan wajah senang.

"Dia udah gak ada, kita jalan yuk".

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang