Ha-Shain (34)

125 17 8
                                    


Semalaman Habib menggenggam tangan kecil Shaina, tak sedetik pun dia melepaskan takut terbangun saat ia terlelap. Dini hari tepat jam tiga, Shaina sadar ia membuka mata dan melihat ada Habib tertidur dengan posisi duduk, kepala nya dibaringkan kekasur dengan sebelah tangan menjadi tumpuan. Ia merasakan genggaman tangan mereka sedikit basah, maka dengan pelan Shaina mencoba melepaskan. Lelaki itu bergerak dan membuka mata, Shaina jadi merasa tidak enak karena membangungkan Habib walau tidak sengaja tetap saja ia bersalah.

"Lo udah bangun, minum gak?" Suara serak khas bangun tidur milik Habib terdengar seksi ditelinga Shaina, ia memejamkan mata menghilangkan lintasan mesum dari kepala.

"Gak haus. Gue mau yang lain". Bisik Shaina dengan suara yang sama serak nya, pingsan membuat gadis itu semakin lemah. Meski tidak terluka parah namun dia kehilangan keberanian.

"Apa? Bilang aja, gue ambilin". Lama Shaina terdiam memandang Habib, pria itu menguap tanpa menutup mulut, ia bahkan mengucek mata lalu mengacak rambut. Shaina tahu kalau lelaki itu sangat tampan, bagaimana pun penampilan nya Habib akan selalu terlihat mempesona.

"Gue mau lo, disini, temenin gue, tidur disebelah gue". Shaina mungkin masih dalam pengaruh obat mengatakan hal itu pada Habib, tapi jujur ia sangat merindukan lelaki itu. Teringat pada kedekatan Habib dan Shanum tadi siang, membuat Shaina takut kalau nanti dia sudah tidak bisa lagi sedekat ini dengan lelaki itu.

"Shain, omongan lo barusan bikin gue besar kepala. Jangan main-main". Dia memperhatikan wajah Shaina dengan intens, tak menemukan raut bercanda disana. Justru ia melihat tatapan rapuh dari kedua mata gadis itu, rasa ingin minta perlindungan, ketakutan, semua jelas terlihat dimata Shaina, menggetarkan dada Habib.

"Gue gak main-main, tidur disebelah gue ya. Kapan lagi bisa dapat kesempatan dekat sama gue Cuma-Cuma". Dia masih bisa berkata seperti itu dengan percaya diri, Habib semakin berpikir kalau ini mimpi. Sikap Shaina membuatnya takut terbangun dari mimpi indah ini.

"Ranjang nya gak muat berdua, lagian lo masih gak diizinkan turun dari kasur."

"Please, temenin tidur disini. Ya?"

Habib sekali lagi melihat Shaina, memastikan jika ini semua bukan ilusi. Kemudian mengangguk, ia bangkit dan berjalan memutar. Menyingkirkan selimut Shaina dan perlahan-lahan naik ke kasur, ternyata tempat tidur ini sangat empuk dan tidak sesempit yang dipikirkan olehnya. Habib belum merebahkan diri sepenuh nya, ia menahan tubuh agar setengah bersanda. Memberikan Shaina kesempatan mencari posisi nyaman, karena bantal yang memang untuk satu orang maka Shaina berinisiatif menyingkirkan nya. Menarik tangan Habib untuk dijadikan bantal, mereka tampak biasa dengan hal itu namun didalam sana semua bergetar hebat. Guncangan yang menerpa hati masing-masing membuat keadaan semakin terasa hangat dan sensitif.

"Udah?" Tanya Habib pada Shaina, ia telah membaringkan tubuh saling berhadapan dengan Shaina. Jarak wajah mereka sangat dekat, bahkan Shaina bisa merasakan hangat nya terpaan nafas lelaki itu. Wangi mint dan citrus kesukaan nya, menjadi mahasiswa membuat Habib mulai mengenali parfume. Tampil keren dan menawan adalah salah satu prinsip nya.

"Shaina, lo cantik". Tangan nya menyingkirkan poni yang menutupi mata Shaina, kini mata bulat kesukaan nya nampak bening dan bersinar.

"Lo gak mencoba ngambil kesempatan sama gue kan? Karena rayuan lo sama sekali gak mempan". Lelaki itu tertawa, ia menempelkan kening mereka sampai hidung pun saling bersentuhan.

"Rayuan gue emang gak mempan, Shain. Tapi cinta gue udah lama bersemayam dalam hati lo, dan itu lebih dari cukup buat gue". Shaina tidak menanggapi ucapan Habib, ia memejamkan mata ingin menunjukkan bahwa lelaki itu mulai tidak waras lagi.

"Basi lo!"

Shaina tidak tahu kapan tepat nya, namun lumatan lembut itu berhasil membuatnya semakin rapat terpejam. Ia tidak ingin membuka mata tapi ketika Habib menekan tubuh mereka agar semakin rapat, ia berusaha menahan dengan kedua tangan. Nyeri akibat jarum infus, Shaina mengeluh yang mana hal itu menghentikan tindakan Habib.

"Lo membuat gue keras, Shain. Keinginan lo meminta gue tidur disini sangat keliru".

Habib tahu kalau perkataan nya sudah mendekati bahasa yang sangat vulgar tapi mereka bukan lagi anak remaja ingusan yang tidak pernah berkhayal mesum.

"Kalo gitu mending lo turun, gue gak mau diperkosa dalam keadaan sakit".

"Jadi lo mau diperkosa saat sehat? Fine, dengan senang hati gue mau melakukan nya". Shaina meninju dada bidang Habib kesal, kenapa mereka jadi membicarakan hal mesum begini. Lelaki itu membenarkan letak junior nya didalam celana, Shaina melotot tak terima karena ulah Habib yang tak senonoh, ia sekali lagi melayangkan pukulan.

"Jorok ih gembel".

"Dia begini juga karena lo, Shaina".

Gadis itu mendorong badan Habib agar menjauh namun tak berhasil, karena tak mau menyaksikan lagi Habib menyentuh milik nya dibawah sana, jadi Shaina mengubah posisi membelakangi pria itu. Habib yang melihat itu pun tidak merasa keberatan, ia justru kembali merapatkan tubuh mereka. Bukankah tadi Shaina bilang kalau dia ingin dipeluk, sekarang Habib memang melakukan nya. Tak butuh waktu lama akhirnya kedua anak manusia itu terlelap dengan damai, melupakan batasan yang tercipta dan mengarungi dunia mimpi bersama. Shaina tersenyum dalam tidur nya, Habib mencium rambut gadis itu sekilas.

"Sleep well my little girl".

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang