Ha-Shain (20)

134 15 0
                                    


Shaina selesai membersihkan wajah nya yang terkena arang, bukan salah orang lain jadi ia hanya bisa mengutuk diri sendiri karena ceroboh. Kejadian itu juga membuat Shaina malas keluar lagi, ia memilih untuk menonton dan bermain ponsel tanpa peduli jika sejak tadi Habib memperhatikan tingkah nya. Pemuda itu sengaja berdiri disudut kamar dekat jendela, keberadaannya mungkin tak disadari oleh Shaina yang sibuk mencari siaran bagus. Hingga ia melihat Shaina hendak membuka piyama, barulah Habib bersuara.

"Gue gak yakin bisa tahan kali ini, Shain. Lo udah sering menggoda gue dengan sembarangan buka baju". Shaina berjingkat kaget melihat sosok Habib yang ternyata berdiri tak jauh dari tempat nya.

"Setan lo? Kok bisa disini, kebiasaan deh suka masuk kamar gue sembarangan. Gue udah bilang jangan masuk se-enak nya." Shaina membenarkan baju nya seperti semula dan menegakkan tubuh, mengantisipasi gerakan Habib yang mulai mendekati nya. Berciuman dengan pemuda itu sebanyak dua kali sudah cukup membuat Shaina sadar kalau berada didekat Habib itu artinya siap menerima resiko diperkosa mendadak. Lebay banget elah perkosa, cium dikit doang juga Shaina

"Besok lo datang kan? Udah janji sama gue, gak boleh ingkar". Habib tak mau menjawab perkataan shaina sebelum nya, akan menambah perdebatan jadi ia ingin menuntaskan apa yang mengganggu selama tiga hari ini. Shaina menampilkan wajah bingung lalu dia ingat kalau esok adalah wisuda Habib, ia pun mengangguk pelan. Bimbang apakah harus dia datang ke kampus yang pasti akan banyak sekali orang, Shaina takut ia tidak kuat melihat keramaian disana.

"Gue datang, tenang aja. Tapi siang ya? Lo tahu kan kalo gue gak suka keramaian, jadi pas acara dah mau selesai lo bisa nelpon gue suruh masuk."

Habib memasukkan kedua tangannya kedalam saku, menatap heran wajah Shaina yang nampak cantik tanpa make up. Gadis itu memang tak pernah berdandan, Habib tahu kalau dia biasa memakai pelembab bibir dan maskara. Ia sangat hafal diri Shaina, lebih dari siapa pun.

"Gue lulusan terbaik, Shain. Udah pasti nama gue dipanggil pertama kali, lo harus masuk bareng mami. Kan ada Hagne juga besok, gue juga disana".

Shaina tidak bisa lagi menolak apalagi wajah Habib sudah menampilkan raut memelas yang selalu berhasil meluluhkan hati Shaina.

"Oke, tapi setelah pulang dari kampus, traktir makan somay ya. Itu yang biasa lo bawa dari kampus, gue pengen". Habib mengangguk setuju, kalau Cuma disuruh beli somay, Habib sangat mampu melakukannya. Jangankan somay, Shaina minta bulan pun besok akan ia ambilkan, tapi Shaina harus tidur lebih dulu.

"Besok gue ajak kesana sekalian kenalan sama mamang yang jual." Shaina berteriak senang, tidak apa-apa ia berada dikeramain untuk waktu yang lama asalkan setelah itu ia bisa menikmati kental nya kuah kacang dan kenyal nya pentol somay, Shaina rela.

"Awas lo ya kalo bohong, gue tuntut lu kepengadilan".

"Ngapain lo nuntut gue ke pengadilan, mending ke KUA. Lebih jelas akhir nya".

Shaina berdecak lalu melemparkan bantal pisang milik nya, kado dari Habib saat ulang tahun nya yang ke lima belas. Masih banyak lagi sebenarnya tapi ini adalah yang favorit karena Shaina suka, ya dia sangat suka. Sama bantal nya ya

"Lo yang gak jelas ngomong apaan". Habib terkekeh, kemudian berjongkok menghadap Shaina. Memegang kepala gadis itu, menatap mata nya dengan penuh rasa sayang.

"Biarpun lo menolak gue terus, gue yakin Shain suatu hari nanti lo bakal terima gue, bukan untuk jadi pacar tapi imam sekaligus ayah dari anak-anak lo." Kalau saja Shaina sudah kehilangan akal,ia pasti akan berteriak mendengar kata-kata Habib yang berhasil melelehkan hati nya. Ditambah lagi pancaran cinta yang terlihat jelas dimata lelaki itu, Shaina merona dan berdebar. Kalau begini terus, ia tidak akan kuat. Walau bagaimana pun Shaina itu perempuan dengan hati yang lembut, pasti akan mudah luluh jika terus di berikan cinta. Biar kata gengsi selangit, kalau dirayu begini tetap saja hidung Shaina mengembang menahan senyum. Malu-malu kucing, padahal guguk!

"Apaan sih, makin gak jelas lo. Makin tua bukannya tobat, insyaf malah makin gak jelas".

Shaina menepis tangan Habib dari kepala nya lalu memalingkan wajah kemana pun asal jangan dilihat oleh pria itu.

"Gue gak keramas dua hari, tangan lo baik-baik aja?" Sontak Habib meniup tangan nya seolah merasa panas dan gatal ia juga menggaruk nya, pemuda itu langsung bangkit mengibaskan tangan dan berdecak.

"Mandi Shaina, pengangguran bikin lo semakin malas. Cewek jorok lo!" Keluar lagi mulut menyebalkan Habib yang membuat Shaina menarik bulu kaki nya kesal.

"Sakit setan! Anjing sakit banget bulu kesayangan gue!" Teriak Habib merana melihat wajah Shaina. Sialan gadis ini. Untung cinta, kalo tidak sudah lepas gigi depan nya oleh tendangan spontan Habib.

"Jijik! Najis banget lo, itu mulut apa kebun binatang?"

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang