Habib memegang kepala nya yang sakit, ia beberapa kali mendesis menahan denyutan nyeri itu. Bangkit dari tempat tidur dan melihat ponsel, dia baru sadar kalau ia tidur mendekati mati karena dua hari berlalu sangat cepat. Dia juga tidak ingat kalau penyebab ia bisa terkapar seperti ini adalah alkohol, niat nya bersenang-senang untuk melupakan beban terpenuhi karena selama dua hari ia tidur dalam keadaan mabuk membuat seisi rumah berpikiran kalau lelaki itu sudah mati namun ternyata tidak, karena Hagne menjelaskan pada orangtua mereka jika kakak nya mabuk baru lah Haena dan suami nya merasa lega.
"Udah bangun kamu? Tidur kok bisa berhari-hari, belajar meninggal kamu?" Suara ibu nya memasuki pendengaran lelaki itu, ia menoleh kearah pintu yang terdapat sosok mami. Wanita itu membawa nampan yang berisi air putih hangat dan aspirin pereda sakit kepala, ia jelas tahu efek dari minuman keras sangat tidak enak.
"Shaina gak nyariin aku ya mi".
Haena sangat tidak paham, benar-benar tak habis pikir pada anak nya satu ini. Saat ia hampir setengah mati mengkhawatirkan kondisi Habib maka pemuda itu dengan santai bertanya tentang Shaina. Anak durhaka!
"Kamu bukan nya khawatir sama diri sendiri, malah nanya Shaina. Dia gak cari kamu, lagi pula sekarang dia udah kerja ikut teman mama nya. Mami gak nyangka akhirnya dia keluar rumah, padahal kalo gak mau pun mami masih bisa ngajak dia kesini. Kerja tu capek, Shaina lebih enak dirumah. Jadi menantu mami ya kan".
Habib mengambil gelas dan minum hampir setengah, lalu membuka obat dan memasukkan nya dalam mulut. Belum bisa mencerna perkataan ibunya karena sakit kepala.
"Aku masih mau tidur mi, nanti aja cerita nya. Nanti kalo Shaina cari aku, suruh ke kamar aja". Pemuda itu memang tidak mendengar jelas apa yang dikatakan oleh ibu nya, selesai dengan minum obat ia langsung merebahkan tubuh lagi dan menarik selimut. Tubuh nya masih belum puas tidur, ia juga tidak merasa lapar sama sekali. Haena cemberut melihat anak lelaki nya yang tidak menanggapi cerita, kemudian menghidupkan AC untuk Habib.
"Mami belum selesai cerita, kamu udah molor aja. Ish" ujar nya lalu pergi dari sana, Habib mendengar keluhan ibu nya tapi dia masih enggan merespon. Mendengar suara pintu tertutup, Habib pun mengingat kalimat yang diucapkan mami yang membahas soal kerja.
"Aku baru lulus beberapa hari yang lalu, udah mau kerja aja. Liburan dulu lah". Gumam nya sambil membenarkan posisi dan mencari kenyamanan, Habib memang tidak menangkap jelas kata-kata ibu soal Shaina yang bekerja bukan memaksa pemuda itu untuk kerja.
Mungkin dia akan terkejut, bisa jadi tak menyangka bahwa akhirnya Shaina mau keluar dari rumah. Tidak tanggung gadis itu pun bekerja yang artinya dia harus ber-adaptasi dengan lingkungan sekitar. Yang perlu ia ketahui adalah, niat Shaina bekerja adalah untuk menghindari Habib. Agar lelaki itu tidak lagi mengganggu nya, keputusan besar nya ini menentukan masa depan. Shaina merasa bangga pada diri sendiri karena sudah bisa mengambil keputusan meski menurut orang lain itu biasa, tapi bagi nya ini pencapaian yang bagus.

KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (COMPLETED)
ChickLitCover by : Pinterest (Edit by Me) Author note : NO CHILDREN (21+) Sedang Revisi (◍•ᴗ•◍)❤ Start : 1 Agustus 2021 End : 10 Agustus 2021