Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara biasanya selalu melakukan kegiatan yang menyenangkan, tapi bagi kedua orang yang sedang berbaring dirumput halaman belakang rumah itu tidak ada yang lebih menyenangkan dari tidur bersama menikmati sinar matahari senja. Setelah menjemput Shaina dari butik, Habib memaksanya untuk mampir kerumah dan menghabiskan waktu bersama. Mereka sudah bersama seumur hidup jika Habib lupa, tapi dengan Shaina semua tak bisa dipuaskan. Waktu yang mereka lewati harus menciptkan kenangan indah, untuk dikenang saat tua nanti. Habib memainkan rambut kekasih yang memejamkan mata, tidak tidur hanya sedang ingin menutup mata.
"Kapan lo mulai kerja diperusahaan bokap? Kayak nya setelah lulus, lo berubah jadi pemalas". Habib masih fokus pada bibir Shaina yang terus bergerak saat bicara, ia sangat ingin mencium gadis itu tapi sudah berjanji untuk tak melakukan nya sebelum mereka mengikrarkan janji pernikahan.
"Minggu depan, gue mulai sibuk sama perusahaan. Kita bakal jarang ketemu, lo yakin gak mau jadi sekretaris gue aja?"
"Ogah. Gue gak mau jadi sekretaris lo, gak ada jabatan lain yang lebih bagus apa? Dirumah gue jadi pacar, dikantor gue jadi bawahan, terus kapan gue bebas nya? Muka lo terus yang gue lihat, picek lama-lama". Habib tertawa mendengar ocehan Shaina, wajahnya sangat menggemaskan.
"Lo emang gak boleh lihat orang lain, Shain. Cuma gue, ingat baik-baik tentang itu." Shaina membuka mata lalu menyentuh rahang Habib yang mulus, dia tak pernah berjambang, bahkan kumis pun tidak tumbuh. Kulitnya terlalu putih untuk seorang pria, sangat berbeda dengan Shaina yang memiliki warna kulit kuning langsat.
"Jangan menatap gue kayak gitu, lo membangkitkan gairah gue, Shaina."
"Otak lo sangat mesum, kenapa gue gak sadar selama ini".
Mereka berdua tertawa, Habib merebahkan diri meraih tangan lalu menciumnya. Genggaman mereka sangat pas, jari-jari besar milik Habib begitu serasi dengan milik Shaina yang mungil. Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing, sampai suara jeritan dari depan rumah membuat mereka bangkit bersamaan.
Shaina lebih dulu berdiri, disusul dengan Habib. Mereka berjalan menuju pintu masuk kerumah, pergi mencari sumber keributan sampai diruang tamu sudah ada Shanum yang diseret oleh ayah nya. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi kemarahan tercetak jelas diwajah ayah Shanum. Dia memandang beringas Habib, melepaskan Shanum dan menarik pemuda hingga terpental.
"Kamu yang sudah menghancurkan Shanum, beraninya kamu melepaskan tanggung jawab!"
Shaina yang berdiri paling dekat dengan Habib tentu saja terkejut bukan main melihat pacar dipukuli oleh ayah mantan tunangan, ditambah lagi Shanum yang meraung menangis seakan begitu sakit yang dia rasakan.
"Apa maksud om? Aku gak ngerti!"
Habib menangkis pukulan pria itu dengan cepat, dia tidak mau membalas tapi wajahnya memar akibat tinjuan. Orangtua Habib yang melihat pun segera melerai, Haena menahan lengan putra sedangkan suami menarik jauh teman nya itu."Shanum hamil, dan itu anak kamu Habib Abimanyu!"
Bagai tersambar petir tubuh Haena dan suami menegang, tidak percaya dengan kalimat yang diucapkan oleh lelaki itu.
"A-apa? Shanum hamil oleh Habib? Kamu yakin tentang ini, aku tidak mau putra ku bertanggung jawab pada sesuatu yang bukan dia pelaku nya!" Haena meninggikan suara, memandang tajam wajah Shanum yang menangis. Dia bukan ibu yang bodoh, mudah percaya dengan kata-kata.
"Apa yang kamu harapkan, Kim Haena?! Putriku hamil, dan putra mu yang bertanggung jawab atas itu. Mereka harus segera menikah, atau keluarga ini akan malu!"
Shaina mulai mengerti arah pembicaraan dan kehebohan ini, dia melihat Shanum yang duduk dilantai sambil menangis. Dia tidak bisa merasakan ketulusan dalam rintihan perempuan itu, dengan langkah pasti dia mendekat dan menarik rambut Shanum.
"Lonte! Lo gila ya?!" Pekik Shanum saat merasakan jambakan Shaina sangat kuat, rambutnya pasti rontok. Jalang!
"Gue tahu lo bohong, Shanum! Lo kehabisan cara untuk menjebak cowok gue, iyakan?!"
Shaina memberikan pandangan menghina pada Shanum, namun dia pandai memanipulasi keadaan. Dia berteriak histeris kesakitan, sehingga ayah mendorong Shaina sampai jatuh.
"Siapa kamu hah?! Jangan coba-coba menyakiti anaku!"
Kini keadaan semakin runyam, Habib memeluk Shaina membantu berdiri sambil mendecih jijik pada Shanum. Dia tahu jika ini jebakan, mereka sudah lama tidak bertemu, tidak berhubungan selama tiga bulan membuat Habib sadar kalau perempuan ular itu sedang berusaha menghancurkan hubungan nya bersama Shaina.
"Shaina adalah calon istri saya, dan kami akan segera menikah! Kalo lo ngerasa itu benar anak gue, kasih gue bukti yang jauh lebih jelas dari pada sebatas omong kosong! Om sebagai orangtua, harus nya bisa bersikap tenang. Jika nanti terbukti Shanum hamil bukan karena saya, kalian bisa saya tuntut karena pencemaran nama baik!"
"Habib!"
"Jangan sebut nama gue dengan mulut pembohong lo, Shanum! Gue gak sudi".

KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (COMPLETED)
Chick-LitCover by : Pinterest (Edit by Me) Author note : NO CHILDREN (21+) Sedang Revisi (◍•ᴗ•◍)❤ Start : 1 Agustus 2021 End : 10 Agustus 2021