Suara langkah kaki terdengar di anak tangga, membuat keluarga bahagia yang sedang tertawa ria di meja makan itu menghentikan tawa mereka beralih menatap tangga menunggu siapa yang turun.
Alana menuruni anak tangga dengan santai mengabaikan berbagai tatapan dari yang ia sebut keluarga dulu.
Hoodie kuning telur tanpa tudung di padu dengan kerudung segiempat hitam polos dan juga cargo pants hitam, sepatu putih bersih, melekat sempurna pada tubuh modis Alana.
Berjalan dengan santai menghampiri mereka lalu duduk di kursi yang se ingat nya menjadi tempat Alana.
Devian dan Edgar saling lirik satu sama lain mengerut kan kening bingung merasa telepati kedua nya tidak dapat jawaban.
Alana mengabaikan mereka semua yang saling lirik satu sama lain yang juga melihat nya dengan lirikan sekilas, dengan santai dia mulai mengolesi roti dengan selai kacang.
Deheman gadis yang berada di ujung membuat mereka kembali memfokuskan pandangan.
"Lo kok pakek celana Al? Hijab an itu harus nya pakek rok," tanya gadis itu di sertai sindiran halus.
Alana lebih dahulu mengunyah lalu menelan makanan nya baru menjawab sindiran halus gadis itu yang membuat mereka kaget.
"Lo kalau gak suka gak usah liat, buta aja sekalian," jawab Alana cuek bahkan tak menoleh sedikit pun hanya fokus pada makanan nya.
Mereka bahkan belum memulai makan nya karena sang kepala keluarga belum berseru menyuruh makan.
"Hellena hanya mengingat kan Alana, apa seperti itu cara mu membalas nya?" Tanya Ayah mereka dengan guratan kening tak suka.
"Soal nya gue gak suka kalau ada yang ikut campur sama kehidup gue, gimana dong?" Balas Alana bertanya balik membuat Wisnu kepala rumah tangga itu menggeram marah.
Devian dan Edgar terkejut bukan main, Alana gadis yang hanya akan menunduk serta menurut dengan ucapan semua orang itu kini membalas dengan ucapan pedas!
"Alana!" Sentak Wisnu marah, menatap Alana dengan mata tajam.
Srak, prang!
Alana dengan kesal menghempaskan makanan di depan nya hingga terjatuh lalu pecah, menatap tajam orang yang Alana sebut ayah dengan permusuhan yang ketara.
"Bisa gak kalau ada orang makan itu diem?!, Bikin gak napsu tau gak!" Geram nya marah lalu pergi meninggalkan meja makan serta orang yang sedang terkejut.
Hening, netra mereka melihat punggung Alana yang kian menjauh.
Wisnu tanpa sadar meraba dada nya, ada perasaan janggal di hatinya.
Edgar menundukkan kepala dengan mata yang berkeliaran bingung dengan perasaan tak enak menjalar di hati nya.
Devian masih menatap kepergian Alana lalu tersenyum tipis, ini yang dia harap kan perubahan seorang Alana adik kecil nya ia bahkan mengabaikan perasaan janggal di hati nya.
Wisnu menghela nafas saat terdengar suara motor meninggalkan kawasan rumah.
"Ayo makan!" Seru nya tanpa melihat mereka.
Keluarga kecil yang bahagia tanpa kehadiran seorang Alana kini makan dengan tenang.
💨💨💨💨
Alana menatap gedung tinggi bertuliskan Sma Pancasila itu dengan kesal.
"Anjir gerbang udah di tutup lagi!" Gumam nya kesal sembari menatap sekeliling sekolah yang nampak sepi.
Nyasar. Ia hampir memutari kota karena mencari sambil mengingat-ingat nama sekolah Alana.
Masih terdiam mengamati sekolah itu sampai tak sadar jika seseorang mendekat ke arah nya.
Orang itu mengamati Alana dari atas hingga bawah, ia merasa tak pernah melihat orang ini ataupun motor yang dia kenakan, kebanyakan mayoritas siswa-siswi sini menggunakan mobil atau angkutan umum sekolah.
"Lo siapa?" Tanya orang itu, beberapa detik tak mendapat jawaban membuat nya berdecak kesal.
"Lo siapa!" Seru nya sedikit meninggikan suara membuat Alana mengalihkan pandangan.
Mereka saling menatap di halangi helm full face yang masih melekat pada kepala Alana.
Alana memperhatikan orang di depan nya dengan seksama, terseyum tipis di balik helm nya melihat seragam lengkap berlogo osis.
"Anak baru," jawab Alana di buat semenyaki kan mungkin.
Orang itu mengernyitkan kening nya, menatap curiga orang di depan nya. Pasal nya ia tidak tahu jika akan ada murid baru.
"Beneran," ucap Alana ketika melihat guratan tak percaya terlihat di dahi orang itu.
Setelah menimang-nimang ucapan Alana orang itu membuka gerbang sekolah, "cepetan masuk."
Tanpa menunggu lama lagi Alana menyalakan motor nya lalu masuk ke area sekolah meninggalkan orang yang masih berdiri di pinggir gerbang.
Setelah Alana masuk, orang itu kembali menutup gerbang lalu mengunci nya setelah terkunci sempurna dia menghampiri orang yang mengaku murid baru itu bermaksud membawa nya ke ruang kepala sekolah terlebih dahulu.
Sampai di parkiran dia mengernyitkan kening nya menatap seluruh halaman yang sepi tanpa satu orang pun selain dirinya.
"Kemana?" Gumam nya heran, cepat sekali orang itu pergi di rasa tidak menemukan orang yang dicari dia melangkah kan kaki nya pergi.
Alana memarkirkan motor nya di parkiran yang hanya sedikit kendaraan itu, dengan cepat ia melepaskan helm nya lalu berlari meninggalkan parkiran.
Berlari tanpa arah dengan sesekali menoleh ke belakang memastikan bahwa orang tadi tidak menemukan nya.
"Bisa gawat kalau ke tauan bukan murid baru,masa baru masuk udah berurusan sama ketos! Gak like, besok aja bikin masalah nya. Sekarang kita cari tempat yang aman, damai, nan santosa," oceh Alana masih berlari mencari tempat aman, sesekali dia bersembunyi saat berpapasan dengan guru.
Mengatur nafas nya sambil bersender di pintu putih, "capek asu, ni sekolah apa gedung dpr! Gede amat kayak kuburan!"
Masih ngos-ngosan dengan melirik kanan-kiri, setelah di rasa nafas nya mulai stabil Alana menegak kan tubuh nya ingin berjalan namun penasaran dengan pintu putih itu.
Dengan senyum tengil serta penasaran nya yang mendarah daging dia membuka pintu dengan pelan.
Memegang handel pintu dan menurunkan nya,
Clek clek clek
"Di kunci anjrit," gumam nya kesal, menoleh kesana-kemari mencari benda yang bisa di pakai untuk membuka pintu.
Alana berjalan menuju tangga sebelah kanan, berjongkok lalu memungut jepitan rambut, memutar-mutar jepitan itu sambil membersihkan nya.
"Sabi ni di pakai," kata nya terseyum lebar, berdiri lalu kembali menghampiri pintu itu.
Setelah beberapa detik mengotak-atik pintu akhirnya Alan berhasil membuka nya.
Mendorong pintu itu dengan pelan, dan langsung di suguh kan oleh pemandangan atap sekolah yang sangat luas!
"Lapangan sepak bola nya terbang ya?" Tanya Alana dengan mengerjapkan mata kagum.
Menutup pintu tanpa menoleh sedikit pun, setelah bunyi pintu tertutup dia berlari kesana-kemari dengan bahagia hijab nya berkibar di terpa angin lembut.
"Gilak ni sekolah gue dulu gak ada pintu buat ke atap anjir!" Ucap nya masih di sertai senyuman manis.
Berjalan kesana-kemari melihat sekolah dari atas sedikit membuat nya pusing dengan ketinggian itu.
Setelah puas dia menatap halaman sekolah dengan senyum lebar, memegang pinggiran besi itu dengan erat.
"Lo liat Al? Bahagia itu sederhana cuman cara mengapresiasikan nya aja kayak gimana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vraka Atmaja
Teen FictionGara-gara beda agama, mereka berdua sama-sama kehilangan cinta pertamanya. Start : 19 Agustus 2021