Rasa sakit hati, amarah, dan kebencian bergabung jadi satu. Rasa terkhianati mengikuti dan tercampur baur dengan perasaan lain. Hanya dari sebuah kertas bertuliskan namanya dan nama orang lain. Memaksa mengikat kontrak pernikahan dengan ancaman kehilangan kekuatan sihir jika tidak terpenuhi. Dengan klausal bahwa si pihak perempuan mendapatkan seluruh akses pada kekayaan keluarga Potter yang ditinggalkan.
Harry Potter tertawa menatap nama seseorang yang selama ini dia hormati. Orang itu menandatangani dibagian wali Harry Potter. Menandatangani surat laknat itu. Orang tua yang dia anggap sebagai kakeknya sendiri. Orang yang sama merencanakan kematiannya. Selama ini dia hidup dalam kebohongan.
Harry Potter tertawa, lalu berteriak penuh rasa sakit. Sesak di dadanya dia luapkan dalam teriakannya. Energi sihirnya meronta mengikuti perasaan kecewanya yang bergejolak. Barang-barang bergetar dan sisa-sisa puing-puing berterbangan. Sihirnya meledak. Ruangan yang pada dasarnya sudah hancur, semakin hancur karena ledakan sihirnya.
Dia meraung dengan hati yang hancur. Bertanya kenapa tapi tidak ada yang bisa menjawab. Kenapa hidupnya harus seperti ini? Kenapa dia harus mengalami ini semua? Dia hanya anak umur delapan belas tahun yang ingin hidup normal. Hidup senormal-normalnya anak lainnya. Kenapa dia harus dilemparkan kehadapan penjahat sihir terkuat yang umurnya bahkan lebih tua dari umur orang tuanya? Kenapa dia terus dipermainkan? Apa tidak ada yang benar-benar peduli padanya?
'Ada Severus' hatinya menjawab 'hanya dia yang peduli'
Tangannya meremas kertas Contract Marriage itu. Dia ingin merobeknya. tapi ternyata kertas sihir itu bukan kertas biasa. Tidak bisa dirobek tangan.
"Incendio."
Dia mencoba membakarnya dengan api. Hasilnya sama, kertas itu tidak rusak sama sekali. Harry menggeram kesal. Pada akhirnya dia memilih memasukkan itu ke kantong bajunya. Dia akan cari tahu bagaimana cara memutuskan kontrak itu. Dia sudah punya mate! Dia tidak akan pernah menikahi Ginny.
'Bukan Ginny, aku tidak sudi memanggil namanya lagi.'
Tidak hanya Ginny, dua orang yang dia anggap sahabat juga ternyata selama ini menusuknya dari belakang. Orang yang selalu bersamanya dalam susah dan senang. Orang yang dia percayakan dengan hidupnya ternyata adalah pembohong besar. Mereka berkomplotan untuk membunuhnya.
"Kenapa? KENAPA?!"
Harry mengambil batu puing terdekat dan melemparkannya. Dia ingin menangis meraung seperti anak kecil. Dia ingin marah dan melampiaskan semuanya. Sakit sekali rasanya kepercayaanmu dihancurkan oleh sahabatmu. Dia berteriak hingga tenggorokannya sakit.
Rasa sesak tidak bisa dia hilangkan. Dia sudah salah memilih teman. Kesalahannya membuat dia kehilangan teman yang benar-benar baik dan menaruh kepercayaan padanya. Orang yang tulus ingin berteman dengannya tapi dia hiraukan karena dihasut mantan sahabatnya. Sekarang dia hanya bisa menyesal. Neville sudah mati dan tidak akan bisa dihidupkan kembali.
"Nev, kenapa kau tidak meminta bantuan?" ujarnya disela tangis. "Kenapa kau harus menanggungnya sendiri?"
Tentu pertanyaan itu tidak akan pernah terjawab oleh orangnya langsung. Neville sudah mati. Harry melihatnya sendiri laki-laki itu menghembuskan napas terakhirnya di rumah kaca. Harry bahkan tidak memindahkan jasadnya disana.
Tapi jauh dilubuk hati Harry tahu jawabannya. Semua karena tidak akan ada orang yang percaya padanya. Neville bukanlah figur yang berpengaruh di asrama Gryffindor. Dia mungkin pernah ikut DA dan bertarung melawan death eater. Tapi dia tidak cukup dekat dengan Harry untuk dipercayai kata-katanya. Apalagi jika Neville membeberkan semua kejahatan Dumbledore. Dia bisa di drop out atau dipermalukan seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Bat
FanfictionWarning Yaoi/Boyxboy. Severus Snape X Harry Potter. Snarry. Summary: Oh Merlin! Cobaan apalagi yang kau berikan padaku. Dosa apa yang kulakukan hingga kau menjadikan anak dari musuh bebeuyutanku sebagai mate-ku. Well, banyak.