The worst

2K 211 17
                                    


Bayangan mimpi lalu masih terus terngiang. Wajah pucat tanpa warna. Mata kosong tak bercahaya. Tubuh dingin melebihi udara malam, benar-benar terasa nyata. Mata hijau menatap buku pelajaran yang terbuka. Tulisan-tulisan mantra terlihat hanya menari-nari mengejek di matanya. Tak ada satu pun kalimat yang menempel di otaknya. Kepalanya pening, sakit. Suara Professor di depannya tak bisa didengarnya jelas.

"Mr Potter! Mr Potter!"

Suara kecil pengajar bertubuh mini milik Hogwarts membuyarkan lamunan. Mata mengerjap dengan kaget. Melihat sekeliling kelas yang sudah tak berpenghuni.

"Kelas sudah selesai Mr Potter. Silakan keluar, kelas lain akan masuk."

"Iya, Professor."

Bergegas memasukan buku pelajaran miliknya. Merasa malu dan merutuk dalam hati. Dia melamun sampai tidak sadar kalau jam pelajarannya sudah berakhir. Dia duduk di pagar pendek pembatas koridor. Matanya memandang langit biru yang begitu indah seperti tidak akan terjadi apa-apa. Sangat berbeda dengan isi hatinya sekarang. Penuh dengan rasa kecemasan, rasa khawatir.

"Aku selalu suka langit cerah seperti ini. Rasanya aku bisa mengangkat sebuah bison saking semangatnya."

"Professor Dumbledore!"

Pria tua kepala sekolah Hogwarts itu hanya membalasnya dengan senyum. Harry masih menatap tidak percaya orang yang tidak dilihatnya selama berbulan-bulan itu.

"Membolos Harry?"

"Ah..aku.."

"Bagaimana kalau kita minum teh saja di ruanganku? Aku rasa teh darjeling akan enak di minum di saat cerah begini."

Dumbledore berbalik dan mulai berjalan kecil. Harry yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini dan segera mengikuti Dumbledore ke menaranya. Buku-buku segera dia masukkan ke dalam tasnya dan menggendongnya asal di pundak. Apapun yang menyebabkan Dumbledore datang sendiri padanya pasti bukan sesuatu yang biasa. Dumbledore selama ini tidak pernah murni hanya menyapanya. Pasti ada sesuatu yang melibatkan dirinya. Dia berharap itu bukan masalah statusnya yang masih dirahasiakan olehnya.

.....................................................................................................................................................


Dumbledore menuangkan teh dengan tangan gemetar. Aksi itu membuat Harry memperhatikan tangan berkeriput itu. Tangan kiri pak tua itu terlihat menghitam dan gosong. Warnanya benar-benar kelam seperti pantat kuali yang sering digosoknya saat detensi. 

"Professor, tangan Anda?"

Dumbledore mengaduk tehnya setelah memasukkan lima kubus gula ke cangkirnya.

"Tidak perlu khawatir Harry, ini bukan apa-apa. Mau tambah kue?"

"Terima kasih Professor." sambil mengambil satu biskuit yang disodorkan.

Harry tidak langsung menyesap tehnya. Dia hanya menangkup cangkir itu sambil menatap pantulan wajahnya dari cairan berwarna cokelat kemerahan itu. Jarinya mengelus pinggiran cangkir yang cantik.

"Professor, boleh aku bertanya?"

"Kau sudah bertanya Harry, silakan saja." katanya sambil tersenyum teduh.

Harry jadi sedikit gugup. Entah kenapa dia tidak yakin untuk bertanya langsung, tapi dia juga penasaran. Kesempatan seperti ini belum tentu dia dapatkan kembali jika sekalinya dia ingin berbicara langsung dengan mentornya ini.

"Apa Professor Snape benar mengundurkan diri, Professor?"

Hening diantara mereka terjadi cukup lama. Hanya dentingan benda aneh di rak-rak belakang kursi kepala sekolah yang tidak tahu untuk apa. Harry menunggu dengan khawatir. Menatap Professor yang umurnya lebih dari seabad itu menyesap teh dengan tangan gemetar.

Dungeon BatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang