Bad mood

3.2K 315 53
                                    

Suasana dungeon yang gelap semakin mencekam dengan keberadaan salah seorang Professor paling disegani di Hogwarts. Dia terkenal dengan orang yang tidak pernah merasa puas karena ekspektasinya yang terlalu tinggi. Selain itu juga dikenal sebagai dungeon bat karena jubahnya yang seperti sayap kelelawar setiap kali dia berjalan. Saat ini dia berdiri di depan pensive miliknya dengan wajah yang merengut. Sebenarnya itu sudah biasa, namun kali ini terasa lebih gelap sehingga sekitarnya jadi terasa mencekam. 

"Sial!"

Dia menggertakkan giginya. Tangannya mencengkram erat pinggiran meja tempat dia menaruh pensive memorinya. Dia sedang merasa marah, frustasi. Sihirnya bereaksi dengan membuat suasana mencekam di kantornya ini.

"Sial kau Albus!"

.

.

Jika di ingat-ingat pada chapter sebelumnya, Dumbledore meminta Snape menjaga Harry. Dia menekankan sampai waktunya tiba Harry harus tetap hidup. Dia juga menyebutkan secara tak langsung bahwa Harry adalah Hocrux unintended buatan Dark Lord. --yang tidak direncanakan. Apapun rencana Dumbledore dengan kata 'sampai saatnya tiba' pastilah menyangkut dengan nyawa Harry.

"Lily... apa yang harus kulakukan.."

Snape lelah dengan semua ini. Kenapa di saat dia mendapatkan kebahagian kecil, seseorang berusaha merampasnya. Mata hitam itu terpejam. Dia sudah berapa kali mengacak rambutnya frustasi. Berbagai scenario sudah ada di otaknya. Selain itu macam-macam pilihan mulai dia pertimbangkan untuk menyelamatkan Harry. Sempat dia berpikir untuk pergi ke Dark Lord dan menceritakan apa yang Dumbledore katakan. mungkin jika Dark Lord tahu tentang Hocrux yang ada pada Harry, dia akan berhenti mencoba membunuhnya. Tapi itu sangat beresiko. Bisa-bisa Dark Lord malah akan menangkap Harry dan mengurungnya. Jika dia pergi dan membawa Harry sendiri lalu meninggalkan Britain, bisa jadi kepalanya yang dicari oleh DMLE karena  membawa saviour kabur dari Inggris. Apa yang bisa dia lakukan sekarang.

.............................................................................................................

Profesor Snape berjalan cepat sepanjang koridor. Anak-anak yang merasakan hawa menyeramkan segera menyingkir dari jalannya. Para Slytherin juga tak berani mendekatinya, melihat kepala asrama mereka yang sedang sangat tidak bersahabat seperti itu--nyatanya profesor mereka memang tidak pernah terlihat bersahabat. Satu tujuan Snape saat ini, Astronomy tower.

Menara tinggi dengan jendela besar yang terbuka melihat alam bebas. Angin kencang selalu bertiup di tempat ini membuat suara gaduh. Sebuah teleskop raksasa terpasang di sana. Tempat sepi yang tak pernah berubah, baik dua puluh tahun yang lalu. 

Snape berdiri di salah satu bagian terbuka menara astronomi. Jubah hitamnya terkena angin dan berkibar. Matanya sendu menatap langit. Semenjak menjadi pengajar di Hogwarts, tempat ini adalah tempat favoritnya. Selalu sepi dengan angin dingin yang menerpa kulit wajahnya. Dari sini dia bisa melihat Forbidden Forrest  dan halaman sekolah, selain itu lapangan Quidditch juga terlihat. Snape memejamkan mata dan menarik napas dalam. Menenangkan diri sambil mengosongkan pikiran.

"Aku akan melindunginya, bagaimana pun caranya.. pasti."

........................................................................................................................................

Bunyi ketukan sepatu pada lantai marmer menggema di koridor yang sepi ini. Sepanjang jalan menuju tempat yang dituju terdapat lukisan-lukisan orang-orang penting di keluarganya yang tak bergerak karena di bekukan oleh tamu yang ada di dalam rumahnya. Pelan tapi pasti akhirnya dia sampai pada ruangan yang dituju. Ayahnya sering menceritakan kalau ruangan itu sebelumnya adalah ruang kerja kakeknya. Seharusnya ayahnya menempatinya setelah kakeknya tiada. Namun ayahnya memilih untuk membangun ruangan baru karena terlalu banyak kenangan pahit baginya di sana. Sekarang ruangan itu digunakan oleh tamu mereka yang sangat penting. Menelan ludah kasar, dia mengetuk pintu sebelum di persilakan masuk. Setelah jawaban dari dalam memberinya izin, dia memutar gagang pintu dengan pelan dan masuk dengan tenang. 

Dungeon BatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang