Preggy?

1.8K 102 9
                                    

"I'm not pregnant!"

Severus berucap ketus. Tudingan macam apa itu! Dia bukan pihak ditusuk.

Keponakannya itu terkekeh melihat responnya. Matanya bergulir ke arah mate bermata hijaunya.

"Kalau begitu kau yang hamil." nadanya ringan.

"Aku hamil?!" seruan kaget Harry membuat suasana menjadi lucu. Wajahnya sangat komikal dengan mata besar dan alis meninggi tidak percaya. "Tapi aku tidak merasa..."

"Mual, muntah, pusing? Tidak harus kau sendiri yang merasakan." Potong Draco cepat. "Saat aku hamil aku juga tidak mengalami symptom itu. Neville yang mengalaminya hingga tumbang." jelasnya.

Matanya melayang seakan menyaksikan kelebatan bayangan masa lalu. Senyum tipis tergaris di bibirnya. Orang awam yang melihatnya dapat merasakan kerinduan dalam nadanya.

"Tapi itu menyenangkan. Jika pasanganmu yang mengalami penderitaan, artinya pasanganmu sangat menyayangimu."

Perkataan itu membuat pipi Harry merona. Dia melirik Severus yang melihat ke arah lain. Pipi Harry semakin merah. Benarkah sebegitu besar rasa cinta Severus padanya hingga membuat pria emo itu mengalami derita kehamilan? Rasanya Harry ingin melompat dan menciumnya sekarang.

"A.. aku.."

"Kita akan cek ke healer nanti." ujar Severus kecil.

"I.. iya."

Luna dan Mr.Lovegood diam dengan senyum besar mengembang. Interaksi mantan murid dan guru itu sangat manis. Bahkan lebih manis dari pumpkin pie yang ada di meja.

"Ah ini berita baik. Kita harus rayakan!" Xenophilius berputar seakan menari. "Alkohol akan cocok untuk ini."

"Jangan alkohol Dad." sergah Luna. "Harry hamil."

"Oh bodohnya aku. Bagaimana kalau Butterbeer? No alcohol?"

"Itu akan lebih baik."

Makan malam dilanjutkan. Mereka membicarakan hal-hal ringan yang menyenangkan. Tawa dan cerita melunturkan dingin salju di luar. Sementara Severus menautkan tangannya dengan Harry di bawah meja. Hati keduanya penuh bunga dan kehangatan.

***

"Aku hamil."

Harry memandang tidak percaya hasil dari pengecekan healer di mansion Prince. Lima minggu kemungkinan. Dia mengelus perutnya dengan hati-hati.

"Tidak terlihat."

"Belum terlihat." ralat Severus. Dia mengusap pundak Harry dan menatapnya dengan teduh. "Kudengar baby bump akan terlihat saat delapan belas minggu. Makanya sekarang belum terlihat."

"Kita akan jadi orang tua." lirih Harry kecil.

Kata 'kita' terdengar sangat ditekankan. Kata itu seperti kata baru yang familiar tapi juga asing. 'Kita' sebagai Severus dan Harry. Dua orang beda yang bersama.

"Ya, kita akan jadi orang tua." ucap Severus.

Dia memperhatikan gerak-gerik Harry. Sudut bibirnya yang berkerut dan alisnya yang sedikit turun. Matanya sedikit tidak fokus seperti pikirannya jauh. Severus menangkap tangan yang lebih kecil.

"Apa kau takut?" tanya dia hati-hati.

Harry diam lama sebelum mengangguk kecil.

"Aku tidak pernah merasakan bagaimana dibesarkan orang tua." ucapnya kecil. "Dengan segala yah kau tahu, keluarga bibiku, mereka bukan orang terbaik membesarkan anak."

Severus mengerutkan bibir. Harry tidak banyak bercerita tentang masa kecilnya bersama Petunia. Tapi Severus dapat membayangkan betapa kejamnya di sana. Wanita itu orang yang penuh dengki.

"Saat kupikir aku menemukan figur orang tua yang baik, mereka tidak tulus padaku." Harry mendongak menahan panas air mata mengingat keluarga Weasley. Perasaan dikhianati kembali perih jika dibicarakan.

"Saat aku menyadari diriku menyukai laki-laki, aku sudah merelakan keinginan untuk punya anak. Well, aku tahu pasangan mate bisa hamil. Tapi tidak semudah itu mendapatkannya." Harry memainkan jarinya. "Aku tidak menyangka akan hamil."

Tangannya mengelus perut datarnya pelan.

"Apa aku bisa menjadi orang tua yang baik?"

Severus menangkap tangan Harry dan menggenggamnya lembut.

"Jujur saja aku juga takut." ujarnya halus.

"Kau juga?"

Severus mengangguk. "Aku juga tidak pernah merasakan bagaimana memiliki orang tua yang peduli. Dan kau juga tahu aku sangat buruk dengan anak-anak."

Masa menjadi Professor Hogwarts menjadi salah satu masa tergila. Dia tidak punya kesabaran untuk mengajar anak-anak yang tidak menghargai seni pembuatan ramuan. Tapi itu cara bertahan hidup untuknya. Dia menjalaninya tanpa memikirkan apapun dan berakhir menjadi antagonis di sana.

"Kau melakukan itu untuk agar tidak ada insiden di kelas."

"Aku melakukan itu karena aku orang yang pemarah dan menyebalkan."

Harry tertawa kecil. "Aku tidak mengingkari itu. Kau sangat menyeramkan."

Severus ikut tersenyum. Dia senang masa itu kini dapat menjadi bahan tertawaan untuk mereka.

"Tapi aku tidak begitu khawatir, karena aku bersamamu."

Severus menatap Harry dengan lembut. Genggaman tangannya mengerat, menyalurkan semua perasaan yang dia miliki. Dia percaya jika bersama Harry, seburuk apapun keadaannya nanti, dia bisa melewatinya bersama. Demi anak mereka.


Harry melebarkan matanya dengan lucu. Sebelum dia tersenyum lebar. Pemuda itu menerjangnya dan menciumnya.

"Kau benar-benar." bibirnya bergetar. "Aku mencintaimu." Tangannya melingkar erat di punggung suaminya.

Severus membalas pelukannya sama erat. Dia mengelus kepala Harry. Ah sungguh orang ini membuatnya lembut.

"Kita akan melewati ini bersama."

"Mn, bersama."


tbc

Sorry this is really short. But I think the atmosfer is good to cut here. See you next. ~(^o^)~

sumpeh gue pengen nyetel lagu Vierra yang "Ku kan setia bersamamu bersama dirimu dirimu oo wo". Cocok kayaknya.

681 word

5/3/2023




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dungeon BatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang