Change

3.8K 397 26
                                    

Malam Oktober yang dingin. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari tapi seorang Profesor Hogwarts yang terkenal dengan kegarangannya belum juga tidur. Dia masih sibuk mengaduk cauldron demi cauldron berisi potion yang mendekati jadi. Tangannya bergerak cepat memotong, mencincang dan memasukkan bahan. Tiga potion yang berbeda kegunaan hampir selesai dibuatnya.

Severus Snape sedikit menggerutu karena dia hanya punya sedikit waktu untuk tidur. Rutinitasnya menilai tugas, membuat potion dan melakukan misi benar-benar menyita waktu. Belum lagi setiap pagi dia harus mengajar para dunderhead. Pantas saja moodnya tidak pernah bagus.

Hal menyebalkan lainnya adalah dengan kepergian Headmaster Dumbledore, dia harus menjaga sekolahan ini. Patroli setiap malam sudah biasa baginya. Tapi akan repot saat di harus juga pergi ke Malfoy Manor untuk ikut rapat dengan para Death Eater yang sama dunderheadnya. Bicara soal Death Eater, Severus jadi teringat sikap Dark Lord yang aneh akhir-akhir ini. Dia bersikap perhatian padanya dan sering menanyakan kesehatannya, bahkan mengancamnya tidur lebih banyak. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding.

Saat melihat jam, Severus baru sadar dia melamun cukup lama. Pagi sudah datang dan tidak ada waktu lagi untuk tidur. Menghela napas dan segera membotolkan potion-potionnya, dia pergi ke kamar mandi untuk mandi.

Rutinitas barunya saat di Great Hall di jam makan adalah memperhatikan si bocah bermata hijau. Setelah detention terakhir dengannya, bocah itu belum berani lagi dekat-dekat dengannya. Severus mengerti jika dia bersikap seperti itu. Seberani apapun Gryffindor, tetap saja mereka akan takut pada dark creature. Karena hal bodoh yang dia lakukan itu, akan semakin sulit baginya untuk mempersuasif matenya. Sakit kepala mulai menghampirinya.

'Aku harus meluruskan masalah ini' katanya dalam hati

..............................................................................................................................

Kelasnya hari ini bisa di bilang tidak cukup buruk. Hanya satu cauldron meleleh saat pelajaran Ravenclaw dan Hufflepuff tingkat satu. Sisanya bisa dibilang cukup baik. Moodnya jadi sedikit membaik. Dia duduk di Head Table dan mulai berbincang dengan profesor lainnya sambil makan malam. Sesekali dia melirik meja Gryffindor, tapi objek perhatiannya tidak ada disana. Dia sedikit khawatir karena hanya melihat dua dari tiga Golden Trio yang duduk disana. Dia akan mencari tahu kemana bocah itu nanti, semoga saja tidak mencari masalah.

Sang dungeon bat berjalan di koridor dengan jubahnya berkibar seperti sayap kelelawar. Suara sepatu bootsnya menggema di koridor sepi yang hanya di isi lukisan-lukisan bergerak yang bersiap tidur malam. Langkah besarnya membuatnya menyapu koridor itu dengan cepat. Hatinya sangat ingin mengecek bocah bermata hijau itu di Gryffindor tower. Tapi itu terlalu terang-terangan. Dia Slytherin, bergerak dalam bayangan. Tidak terang-terangan seperti Gryffindor.

Tanpa sadar kakinya membawanya ke perpustakaan. Jam segini perpus sudah gelap, tapi sepertinya ada anak ceroboh yang mengendap-endap di jam malam. Satu buah lampu minyak menyala redup di salah satu meja. Diatas meja itu ada buka yang terbuka mengenai creature.

Tanpa suara, Severus mendekati salah satu bangku yang di tarik mundur dari meja. Tangannya menggapai ruang kosong di kursi itu. Kulitnya merasakan serat kain yang lembut, dengan cepat dia menarik apapun benda yang tidak terlihat tapi bisa di rasakan itu.

Harry

Dari balik invisible cloak seorang anak laki-laki dengan rambut acak-acakan tertidur dengan kepala di atas meja. Satu tangannya terkepal di atas meja seperti menggenggam sesuatu.


Severus memicingkan matanya. Napas anak itu terlihat tidak normal. Tapi anehnya dia tidak bisa mencium aroma Harry di udara.

'Apa dia berhasil menemukan spell yang bisa menutupi aroma tubuh untuk bersembunyi?'

Severus menyentuh tangan Harry. Seperti tersengat, dia langsung menjauhkan tangannya. Anak ini demam. Tanpa berpikir panjang dia langsung menggotong Harry. invisible cloak di masukkan dalam kantung jubahnya. Dalam gendongannya, Harry mengusapkan pipinya ke dada Snape, setelah itu mendesah lega.

'cute'

"POOOPPYYY"

"Ada apa berteriak jam segini Severus, eh...itu?"

Poppy Pomfrey melihat tubuh mungil di gendongan Snape segera berubah ke mode medi-witchnya. Dia menyuruh Snape meletakkan Harry di salah satu tempat tidur ruang kesehatan dan meminta Snape mundur. Saat Snape hendak meletakkannya, Harry mengerang. Dia mencengkram baju depan Snape seperti tidak mau Snape pergi. Hati-hati Snape melepaskan cengkraman tangan itu di bajunya.

Poppy maju, dengan cepat dia mengecek Harry dengan spell. Cahaya hijau muda keluar dari tongkatnya dan men-scan tubuh Harry. Setelah itu muncul perkamen di udara. Perkamen itu bertambah panjang dan terus menulis riwayat penyakit Harry. Namun yang membuat Poppy terkejut adalah perkamen itu tidak langsung berhenti. kertas itu terus memanjang hingga kira-kira lima kaki. Snape juga kelihatan gelisah.

"Poppy?"

Mata medi-witch itu dengan cepat menscanning tulisan di perkamen. Semakin dia membaca, matanya semakin membesar. Dia menatap perkamen itu dengan horor.

"Aku tidak percaya ini...ini bukan riwayat seorang anak yang baik-baik saja. Ini riwayat kekerasan. Patah kaki, tulang rusuk patah, engsel yang bergeser, bahu bergeser, jarinya patah berulang kali dan ada yang retak dan masih belum sembuh total, beberapa kali benturan di kepala, luka bakar, luka sayat, luka pukul, semuanya tidak disembuhkan dengan benar. Dan aku hanya menggunakan spell untuk mengecek riwayat penyakitnya selama setahun! Aku tak bisa bayangkan jika aku menggunakan spell untuk mengecek riwayat penyakitnya selama dia hidup!"

Tangan Snape mengepal erat, dia mengumpat dalam hati. Selama ini pak tua itu membohonginya. Pak tua itu bilang Harry diasuh dengan baik oleh tantenya, bahkan dimanja layaknya pangeran.

"Aku akan bilang pada Albus"

"Tidak!!!"

Snape sadar dia berteriak, seharusnya dia tidak melakukannya. Tapi jika Poppy melaporkannya, dan ternyata Albus tahu kekerasan ini sejak lama dan membiarkannya, itu hal yang buruk. Snape tidak bisa percaya pada orang yang menutup mata terhadap tindak kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Kalau diingat-ingat, pak tua itu juga melakukan hal yang sama saat Snape masih duduk di bangku sekolah. Dia bahkan membiarkan bullying yang dilakukan Marauder.

"Severus?"

"Albus tahu"

"Apa maksudmu?"

"Albus tahu dan dia yang menempatkan Potter di rumah itu. Dia...dia berbohong padaku, pada kita kalau anak ini disayang keluarganya dan baik-baik saja."

Poppy diam, bibirnya rapat membentuk garis lurus. Dia berusaha mengontrol emosinya. Saat ini dia ingin sekali melampiaskan kemarahannya pada seseorang. Suara erangan dari tempat tidur mengingatkannya bahwa ada pasien yang sakit di biliknya.

Poppy kembali membaca perkamen itu. Sementara Harry mengerang semakin keras. Wajahnya menunjukkan wajah tidak nyaman. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya membuat pakaiannya basah dan menempel di kulitnya.

"Severus..."

Snape menatap Poppy dan menunggu kabar yang terburuk. Jantungnya berdengup tak keruan di rongganya.

"Dia dalam masa perubahan"

"Apa?"

"creature inheritance-nya memaksanya berubah lebih awal."

Snape diam dan mencoba mencerna kata-kata Pomfrey. "Aku tidak tahu Potter memiliki creature inheritance"

"Aku juga tidak tahu, di garis keturunan Potter seharusnya tidak ada."

Aroma vanilla yang lezat menimpa hidung Snape. Dia menoleh pada sumber suara yang terus bergerak gelisah dan mengerang frustasi di tempat tidur. Snape mendekati Harry dan mengelus pipinya. Erangan itu berubah menjadi rintihan kecil. Harry mengusap pipinya pada tangan besar Snape, dia terlihat lebih tenang. Poppy yang masih bingung hanya diam di ujung tempat tidur sambil memperhatikan.

"Katakan Poppy, apa creature inheritance-nya"


tbc

Dungeon BatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang