Suara debur ombak terdengar keras menghantam batu karang. Langit gelap dengan awan hitam yang bergumpal. Tiupan angin begitu keras melewati jubah hitamnya seolah ingin menerbangkannya. Di batu karang hitam dia berdiri, meneliti dinding karang di depannya. Tangan berdarah dia angkat dan tempelkan ke dinding karang. Suara derit keras dan bunyi gemuruh terdengar, diikuti dinding karang yang pelan-pelan bergeser terbuka.
Kegelapan menyambutnya. Bau asin dan lembab memenuhi penciumannya. Hawa dingin gua yang mengenai kulitnya sedikit membuatnya menggigil. Pelan-pelan dia melangkahkan kaki di antara batu-batu keras yang licin.
"Lumos Maxima."
Cahaya dari ujung tongkatnya berpendar sangat terang. Jauh di depannya terdapat pulau kecil. Sebuah perahu terikat di bibir karang. Perahu tua yang terlihat di peruntukkan untuk ekspedisi ini. Dia melihat ke bawah, danau dengan air yang gelap dan berbau aneh. Bau yang menyerupai formalin. Otaknya mengingat-ingat apa makna bau tersebut. Ah, tentu saja apalagi kalau bukan inferi.
Bibirnya mencebik kesal. Sedikit menggerutu dia naik ke perahu. Tidak mempedulikan dayung yang ada di sisi perahu, dia mengucap mantra dan perahu bergerak perlahan. Tak butuh waktu lama untuk mencapai pulau di seberang. Batu-batu lancip dan jalanan sedikit menanjak dia lewati. Hingga di puncak dia menemukan sebuah batu cekung, berbentuk basin dengan cairan di dalamnya.
"Sepertinya aku mengenal cairan ini." gumamnya.
Sebuah batu cekung lain seukuran kepalan tangan berada di sisinya. Seperti sendok untuk mengambil air tersebut. Sedikit saja air dapat tertampung di sendok itu. Dia cium baunya. Merasa tidak asing dia tumpahkan air tadi ke karang di bawahnya. Tapi tidak ada cairan yang terjatuh, malah lenyap seperti tidak pernah ada.
"Tak ku sangka aku menemukan eksperimenku di sini."
Dia mengambil sesuatu dari saku bajunya. Botol kecil berisi cairan bening yang kental. Dia tumpahkan isinya pada basin tersebut. Pelan-pelan cairan aneh itu menyusut hingga sebuah benda yang dicarinya muncul. Sebuah liontin berbandul emas. Tangan kasarnya mengayunkan tongkat hingga kalung tersebut terangkat dan melayang. Hati-hati dia masukkan kalung itu ke kantung hitam yang sudah dia siapkan untuk ekspedisinya. Tanpa memandang sekeliling, dia ber-apparate keluar dari sana.
..........................................................................................................................................................
"Palsu"
Dia melempar kalung tadi dengan kesal ke sembarang arah. Setelah perjuangannya tadi ke gua tengah laut itu, dihadiahi dengan imitasi murahan. Pencariannya untuk mendapatkan kepingan jiwa Dark Lord sia-sia karena sudah ada orang yang mendahuluinya. Dia mengusap wajahnya kasar dan meminum whisky.
"R.A.B....R.A.B...Siapa R.A.B."
Berusaha menenangkan diri dia kembali duduk. Memejamkan mata dia mencoba memilah-milah ingatannya tentang nama-nama orang di sekelilingnya. Dia yang merupakan orang anti sosial memang tidak punya banyak teman.
"Seseorang yang mengetahui Dark Lord...musuh..atau..."
Kepalanya berdenyut tidak nyaman. Dia merasa pernah membaca di suatu tempat. Inisial yang familiar. Tapi tidak terasa dekat. Bayangan laki-laki berwajah tampan dengan rambut hitam sepundak melintas di benaknya. Wajah muda yang sudah sangat lama tidak dia lihat.
"Kau pintar ramuan? Keren. Siapa namamu?"
seorang pemuda dengan rambut hitam dan mata silver mendekatinya.
"Jangan ganggu aku."
Dia menggerutu kesal melihat wajah yang sangat dibencinya namun dengan raut yang lebih muda. Jubah baru dan modis milik orang itu benar-benar membuat mata Snape iritasi. Walaupun lambang Slytherins di dada orang itu, tapi Snape malah enggan. Orang yang ingin berkenalan dengan siswa dekil dan kumuh sepertinya hanya orang-orang yang mau memanfaatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Bat
FanfictionWarning Yaoi/Boyxboy. Severus Snape X Harry Potter. Snarry. Summary: Oh Merlin! Cobaan apalagi yang kau berikan padaku. Dosa apa yang kulakukan hingga kau menjadikan anak dari musuh bebeuyutanku sebagai mate-ku. Well, banyak.