08. Ezra - Sadboy

81 13 4
                                    

Aku sangat mengantuk.

Di depan kelas, Pak Guru sedang menerangkan pelajaran, tapi aku tidak bisa fokus.

Aku membuka dan menutup mataku berkali-kali. Kadang kutumpu daguku dengan tangan, tapi tetap saja tidak cukup. Ingin sekali aku menidurkan kepala di atas meja, yang tentu saja tidak mungkin kulakukan di situasi sekarang ini.

Saat sedang menguap untuk yang ke sekian belas kali, tiba-tiba kurasakan punggungku dicolek.

Aku menoleh ke belakang, dan mendapati Adnan yang berniat memberiku sebuah permen kopi.

Wah! Baik sekali memang temanku yang satu ini. Benar-benar pengertian.

Saat aku sedang mengambil permen dari tangan Adnan, lelaki itu berbisik. "Itu dari belakang," katanya sambil menunjuk arah belakang dengan jempolnya.

Seakan bisa membaca situasi, Rita, yang posisi bangkunya di belakang Adnan, langsung menggelengkan kepala. Perempuan itu menunjuk ke belakang juga dengan jempolnya sambil bicara tanpa suara. "Nadia."

Aku mengerjapkan mata cepat.

Oh. Oke.

Nadia.

Orang itu.

Di bangkunya, Nadia terlihat sangat fokus menulis di bukunya, entah sedang menulis apa.

Sambil memandangi dia yang sedang serius begitu, tanpa sadar senyumku terulas.

Adnan yang melihatku pun berdehem pelan. Dia tersenyum jahil sembari menampilkan raut wajah yang seolah berkata 'Hayooo kalian ada apa niih?'.

Aku tidak mempedulikannya dan hanya berbalik badan untuk melihat ke depan kelas lagi.

Tanpa sepengetahuan guru, aku membuka bungkus permenku tadi lalu langsung makan isinya. Sambil menopang dagu, aku mulai mendengarkan penjelasan guru di depan kelas.

Rasa kantukku jadi sangat berkurang. Bukan karena permen kopi itu, tapi karena hal lain.

Nadia. Perempuan itu memang aneh. Kelakuannya tidak bisa kuprediksi. Kadang dia juga membuatku ngeri atas tingginya rasa penasaran yang ia miliki.

Namun, aku percaya dia sebenarnya orang baik.

Bagaimana tidak baik? Hampir tengah malam dia datang jauh-jauh ke tempatku, hanya untuk memastikan aku baik-baik saja.

Memang mengerikan. Aku juga tidak menyangka dia akan bertindak se-ekstrem itu. Namun, perhatiannya padaku yang berlebihan itu sempat membuatku tersentuh.

Sebenarnya, ini agak memalukan untuk diakui. Namun, baiklah. Jujur saja, aku sempat terbawa perasaan karena kebaikannya.

Aku tidak yakin, apakah ini efek patah hati karena baru putus, atau aku yang ternyata desperate dalam romansa, atau memang semua ini wajar saja terjadi padaku. Yang pasti, aku sempat memandangnya dengan cara yang sedikit berlebihan.

Ini terjadi padaku karena semalam dia terlihat tulus dan sangat peduli. Kebaikannya padaku membuatku nyaman. Dia juga memberiku sesuatu yang paling kubutuhkan saat itu, yaitu pelukan hangat, dan juga mengucapkan apa yang ingin kudengar, yaitu pernyataannya bahwa aku punya dirinya sehingga aku tak perlu merasa sedih dan sendiri lagi.

Aku yang malam tadi dalam kondisi rapuh jadi gampang terbawa suasana. Untuk sesaat, aku berharap dia bisa mengisi kekosongan yang disebabkan oleh kepergian Aluna. Memang agak berlebihan, tapi tadi malam jiwaku memang selemah itu.

Sekarang, saat pikiranku sudah lebih jernih, aku jadi mempertanyakan diri sendiri. Lebih tepatnya, mempertanyakan caraku memandang Nadia.

Ini cukup ... menakutkan. Karena ini terjadi begitu cepat dan spontan.

DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang