Warning : kekerasan
.
.
.
.
.Dari balik jendela kamarku yang berada di lantai dua, aku termenung sendirian. Sedari tadi, bulan yang tak utuh di langit sana seakan mengolokku. Mengolok kebodohanku yang tak habis-habis.
Harusnya di hari ulang tahunku ini, aku tidak bersedih begini. Harusnya aku sedang merasa senang. Seseorang telah membebaskanku dari cengkeraman Arion, sehingga lelaki itu tidak bisa mengontrolku lagi. Harusnya aku juga senang karena Ezra sudah bertemu seseorang yang sangat menyayanginya dengan tulus.
Namun, malam ini aku kembali menitikan air mata karena alasan yang sama.
Aku ingat di suatu hari pada beberapa bulan lalu. Kala itu, hari sedang cerah. Aku dan Ezra tengah duduk beralaskan kardus sambil menyandar di tembok pembatas penampungan air yang terletak di atap sekolah.
Siang itu, kami tersenyum sambil memandang langit yang sama. Aku yang tadinya menaruh sisi kepalaku di bahunya pun beralih memandang wajahnya dari samping, lalu dia pun menoleh ke arahku juga. Matanya memandangku dengan lembut. Kemudian, dikecupnya bibirku sekilas sebelum ia tersenyum cerah dan memandang ke langit lagi.
Aku sangat bahagia saat itu. Saking bahagianya, kupikir aku tidak bisa merasa bahagia yang lebih dari itu. Sayangnya, kebahagiaan yang kurasakan bersama Ezra berdurasi lebih singkat dari yang kukira.
"Ezra itu orang jahat. Dia pernah dorong gue dari tangga sampai kaki gue patah. Dia nggak sebaik kelihatannya."
Ucapan Arion memang membuatku agak goyah. Namun, aku tetap percaya pada kekasihku. Ezra tidak jahat. Tidak mungkin, pikirku kala itu.
Namun, saat kutanyakan langsung, Ezra ternyata tidak menyanggah. Malahan dia membenarkan ucapan Arion. Memang mengejutkan, tapi aku berusaha mengerti. Dia masih muda saat itu. Kesalahan di masa lalu itu sudah dia sesali, dan itu sudah cukup untukku.
Beberapa hari kemudian, Arion mengajakku bicara lagi.
"Ibunya Ezra pernah melakukan percobaan pembunuhan, sampai orang itu koma. Karena kelicikannya, ibu gue, yang waktu itu bekerja sebagai ART korban, dijadiin kambing hitam atas kasus itu dan ditetapkan sebagai tersangka. Ibu gue sangat tertekan karena itu, sampai beliau mengalami gangguan jiwa dan masuk RSJ."
"Lo tahu apa yang bikin gue benci banget sama Ezra, Luna? Karena Ezra sebenarnya adalah saksi mata. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahkan sempet ngerekam video pakai HP-nya. Dia tahu kalau ibu gue nggak salah, justru ibunya yang salah. Tapi dia diem aja dan nggak mau bersaksi ke kepolisian."
Tidak masuk akal!
Memang terdengar tidak masuk akal sama sekali. Namun, aku tetap ingin menanyakannya pada Ezra, berharap dia akan menyangkal ucapan gila Arion.
Tapi lagi-lagi, Ezra tidak menyanggah, dan justru membenarkannya.
Kala itu, langit serasa runtuh. Aku tidak ingin percaya, tapi Ezra sendiri sudah mengakuinya. Kepercayaanku padanya mulai goyah. Aku mulai punya pikiran untuk meninggalkannya, walaupun dia sudah bilang kalau statusnya hanya sebagai saksi saja.
Aku kecewa padanya. Kenapa hal sebesar itu harus kuketahui pertama kali dari mulut orang lain? Kenapa Ezra tidak mau bersaksi? Apa dia tidak ingin kebenaran kejadian itu terungkap?
Sejak itu, hubungan kami pun mulai renggang.
Kegoyahan hubungan kami dimanfaatkan dengan baik oleh Arion. Sejak itu, aku banyak mendengarkan kisah masa lalu mereka dari sudut pandang Arion karena Ezra tak bisa terbuka tentang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓
Ficção Geral(Drama, Romance, Angst) Cinta segi-empat, akankah berakhir bahagia? === ON REVISION PROCESS === (beberapa bab di-unpub selama revisi) . ⚠️ Warning : mention of mental health problem, (slight) physical abuse, a crime case . Ezra selalu ingin menghind...