79. Arion - Stupid

23 4 0
                                    

Warning : 💏

------
.
.
.
.
.

Melalui panggilan telepon, Mark pernah berpesan padaku untuk lebih memperhatikan Ezra jika lelaki itu sudah pulang ke Jakarta nanti.

Menurut Mark, Ezra sedang dalam kondisi mental yang rentan akibat rasa bersalah yang menggunung, bahkan sampai punya pikiran menyusul kembarannya ke alam lain.

Mark memintaku dan Kak Johan untuk menjaga Ezra dengan baik jika Ezra sudah tinggal serumah dengan kami. Jangan sampai dia merasa kesepian, katanya. Jangan biarkan dia banyak melamun, karena dikhawatirkan dia jadi overthinking lagi. Beri dukungan yang banyak, dan apresiasi hal baik yang ada di dirinya secara terang-terangan.

Selama tinggal bersama Ezra, aku pun sudah berusaha mendukungnya. Memang caraku agak menyebalkan, dan tak jarang ia nampak terganggu dengan keusilanku. Namun, itu kulakukan agar ia tidak merasa dikasihani. Agar tidak terbesit di pikirannya bahwa aku tidak tulus dan hanya kasihan saja, karena kenyataannya tidak demikian. Aku sungguh tulus ingin menganggapnya saudaraku.

Demi apapun, aku sangat ingin membuka lembaran baru hidupku dan menjadi orang yang lebih baik lagi, entah pada Ezra maupun pada siapapun.

Namun, sepertinya aku masih belum berhasil menjadi orang baik, walaupun aku sudah berusaha.

Tak peduli sebanyak apapun aku minta maaf pada Ezra, jika aku masih mengganggu hubungannya dengan Nadia, maka tetap saja aku b*r**gs**.

Kak Johan pun tak menyangkal. Daripada membual demi menjaga perasaanku, dia lebih memilih berkata terang-terangan bahwa kelakuanku memang tak bisa dibenarkan.

"Kenapa nggak nyerah aja, Ri? Cewek lain kan banyak. Nggak cuman Nadia. Masih banyak cewek yang lebih cantik dari Nadia di dunia ini," ucap Kak Johan, yang kurespon dengan hembusan napas lelah.

Perempuan di dunia ini memang ada miliaran, tapi Nadia cuma ada satu.

Jadi, bagaimana bisa aku menyerah?

"Belum pernah jatuh cinta ya, Kak?" balasku.

"Belum pernah kalo jatuh cintanya sama pacar orang, sih."

Aku tersenyum miris. "Cariin solusi dong, Kak!"

"Solusi paling rasional adalah lo lepasin Nadia. Lo bilang, Nadia sama Ezra saling suka, kan? Bahkan Nadia sering ninggalin lo tanpa pikir panjang setelah ngeliat Ezra."

Benar sekali. Berkali-kali Nadia seperti itu. Sedang bersamaku, lalu tiba-tiba lari dari sisiku setelah melihat Ezra.

Dia tidak perlu berpikir dua kali untuk memilih antara aku atau Ezra, dan itu menyesakkan.

"Bahagia nggak harus sama Nadia, Rion. Hidup masih panjang. Nadia cuman salah satu cewek yang mampir dalam hidup lo. Di masa depan, lo akan kenal lebih banyak cewek berkualitas tinggi, melakukan banyak hal demi ngeraih cita-cita, sibuk sama kegiatan ini-itu, sampai akhirnya lo sadar kalau lo masih bisa hidup dengan baik walau nggak bareng Nadia."

Duduk di kursi sembari menyandarkan dagu di pembatas balkon lantai dua, aku terus mendengarkan penuturan dari Kak Johan.

"Sekarang lo lagi jatuh cinta, makanya pandangan lo jadi sempit dan kurang realistis. Oleh karena itu gue berusaha bantuin dengan cara ngasih gambaran luas tentang kehidupan. Biar lo bisa lebih mikir realistis. Cinta masa remaja memang indah, tapi jangan sampe cinta itu ngehancurin sesuatu yang lebih penting dalam hidup lo."

DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang