Pukul sebelas siang di hari Minggu, pintu kamar kosku diketuk.
Berpikir bahwa itu adalah tetangga kamar atau ibu kos, aku membuka pintu tanpa ekspektasi berlebih.
Namun, ternyata orang yang berada di luar pintu adalah orang yang sangat tak kuduga.
"Lo... kenapa bisa ada di sini?!" seruku pada Mark sambil membelalakkan mata tak percaya.
Dia hanya tersenyum cerah tanpa dosa. "Jalan, yuk!"
"Lo nyelonong masuk?!" tuduhku. "Atau lo menyelinap diem-diem?! Ibu kos kok nggak marah ada orang lain sembarangan masuk?!"
"Tenang aja! Aku masuk sini secara legal, kok. Tinggal bilang aku temen kamu sekaligus kenalannya Tante Tania, ibu kos kamu langsung ngasih akses."
"Segampang itu?"
"Iya. Um... Kamu belum mandi, ya?" tanyanya, karena sekarang aku masih mengenakan piyama bermotif Hello Kitty favoritku.
"Iya. Lo kalo mau jalan, ngajak orang lain aja! Gue lagi mager."
"Aku tunggu kamu mandi."
"Dibilangin gue lagi mager!"
"Aku tunggu pokoknya!"
Aku mendengkus kesal. "Gue sumpahin lo diseret bokap lo ke Kanada!"
"Jahat banget, astagaaa!!"
---
---Di sepanjang jalan dalam mobil Mark, aku terus melihat ke luar jendela tanpa banyak berbicara.
Rasanya energiku disedot habis setelah menyadari sepenuhnya bahwa perasaanku tak punya harapan untuk bisa berbalas.
Dunia nampak monokrom. Langit terlihat mendung di mataku padahal hari sedang cerah. Semangatku untuk terus berada di kota ini jadi surut. Aku ingin pulang saja.
Aku tidak peduli jika misiku tidak terselesaikan. Tante Tania bisa mempekerjakan orang lain yang lebih andal. Yang kuinginkan sekarang adalah pulang ke Bandung, merasakan kembali kehangatan dari orang-orang terdekat yang menyayangiku, dan hidup seperti sedia kala.
Biarpun aku tidak bisa sebebas dulu dalam membelanjakan uang, tidak apa-apa. Perusahaan ayahku tidak jadi bangkrut saja sudah merupakan keberuntungan bagi keluargaku.
Memang hidup keluargaku tidak bisa semewah dulu. Rumah yang kami tinggali jadi lebih kecil. Juga, aku tidak bisa lagi berpergian ke luar negeri setiap liburan semester. Namun, semua itu tidak menyurutkan luapan keinginanku untuk pulang.
Aku ingin memeluk Mama dan Papa. Aku ingin mereka meyakinkanku, bahwa masih ada orang di dunia ini yang menyayangiku. Bahwa kesedihan yang kualami akan berlalu dengan cepat. Bahwa kebahagiaan akan datang padaku seiring berjalannya waktu.
Aku ingin bahagia. Walau tidak bersama lelaki yang kusuka, aku ingin tetap bisa bahagia.
"Nad? Kenapa murung?" tanya Mark.
"Kan dibilangin lagi mager, lo malah maksa ngajak jalan," balasku.
"Hahahaa... Kan biar kamu terhibur, makanya aku ajak jalan. Semangat dong, Nad!"
Aku hanya diam saja, tak mau membalas ucapan Mark. Pandanganku masih setia pada apapun yang berada di luar jendela.
"Akhir-akhir ini di tempat kerja, Ezra juga uring-uringan kayak kamu."
Mendengar nama itu disebut, aku langsung menoleh. "Maksud lo?"
"Dia banyak ngelamun. Kadang kalo diajak ngomong, sering nggak fokus. Jadi irit senyum juga. Tapi pas aku tanya dia kenapa, bilangnya baik-baik aja. Kenapa, sih? Kalian berantem?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓
Aktuelle Literatur(Drama, Romance, Angst) Cinta segi-empat, akankah berakhir bahagia? === ON REVISION PROCESS === (beberapa bab di-unpub selama revisi) . ⚠️ Warning : mention of mental health problem, (slight) physical abuse, a crime case . Ezra selalu ingin menghind...