27. Nadia - Excited

48 9 4
                                    

Pagi-pagi sekali, aku sudah berdiri di sisi pos penjagaan di samping gerbang sekolahku. Aku berdiri di sini sembari menyandar di tembok pos, sibuk melamunkan apa yang terjadi di hari kemarin.

Ini menakjubkan! Kukira kemarin akan jadi hari galauku selanjutnya, ternyata tidak.

Justru, kemarin adalah salah satu hari yang membuatku kesusahan menahan senyum, bahkan sampai malam hari menjelang tidur.

Kadang aku juga heran pada diriku sendiri. Kenapa aku bisa menyukai Ezra? Kenapa aku suka semua hal tentangnya, bahkan yang sederhana sekalipun? Kenapa begitu mudah baginya untuk menguasai pikiranku hanya dengan seulas senyumannya?

Entah apa yang terjadi pada Ezra kemarin sehingga ia meruntuhkan tembok pembatas di antara kami. Apapun itu, kuharap ia tidak berubah pikiran.

Aku akan berusaha semampuku untuk memperlakukannya lebih baik, sehingga ia akan nyaman di dekatku dan tidak merasa creepy lagi. Jika boleh berharap, aku ingin dia juga balas menyukaiku.

Hanya dengan membayangkan kita bisa bersama membuatku sangat senang. Aku berkeinginan kita bisa berjalan berdua, dengan tangan yang saling tertaut, bercerita hal-hal sederhana tentang hari kita masing-masing, sambil tersenyum dan sesekali tertawa bersama.

Akan sangat menyenangkan kalau kita bisa seperti itu. Kapan ya, hari seperti itu akan jadi kenyataan?

Karena keasyikan melamun, aku hampir tidak mengenali Ezra yang sudah berjalan melewati gerbang dan berada cukup jauh dariku.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari mengejarnya.

"Ezra!" Kucoba menstabilkan napas yang agak terengah-engah. Ia menoleh ke arahku dengan pandangan datar. Aku pun tersenyum padanya sembari berkata, "Nggak nyangka kita kebetulan berangkat barengan lagi."

"Kebetulan? Lo yakin?" tanyanya, masih sambil berjalan pelan.

Aku berjalan di sampingnya, mengikuti ritme langkah lelaki itu. "Maksudnya?"

"Lo ngapain diem sendirian di pos penjagaan tadi? Nungguin gue?"

Mampus! Aku ketahuan!

"Aaah! Lo liat, ya?" Kutundukkan pandanganku sambil menyelipkan rambut ke telinga. Sejujurnya, aku merasa malu sekarang. Aku juga sedikit takut dia akan merasa tak nyaman karena aku bertindak di luar batas wajar lagi.

"Beneran nungguin gue? Termasuk yang waktu itu juga?"

Meski kikuk dan tidak nyaman, aku mengangguk pelan tanpa melihat ke arahnya. Kugigit bibir bawahku sedikit untuk menahan rasa khawatir.

Ezra melepas napas lelah. "Kenapa nungguin sih, Nad? Kita kan sekelas. Lo bisa liat gue hampir tiap hari selama delapan jam."

"Sorry." Aku mengeratkan genggamanku di tali tas selempangku. "Gue bertindak creepy lagi, ya? Gue nggak akan kayak gitu lagi kalo lo nggak nyaman. Beneran, deh!"

"Bukan gitu. Lo kan pasti capek berdiri terus. Kalo mau nungguin gue, ya nunggu di kelas aja, biar bisa duduk."

Aku memberanikan diri menoleh ke arahnya. "Lo nggak marah?"

Dia memerangkapku dalam tatapannya sejenak sebelum menjawab. "Nggak, kok."

Jawabannya membuatku tersenyum tanpa sadar. Dia pun balas tersenyum tipis padaku.

"Pengen banget ya kita papasan pagi-pagi?" ucapnya. "Gimana kalo kapan-kapan kita berangkat bareng aja? Ntar gue yang jemput lo dari rumah. Mau nggak?"

Napasku langsung tertahan. Mataku mengerjap berkali-kali. "Hah?"

DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang