28. Ezra - Crush

49 9 1
                                    

Saat akan mencari buku di rak paling ujung di perpustakaan, langkahku berhenti ketika melihat Aluna sedang berusaha mengambil sebuah buku dari baris paling atas.

Dia sudah berjinjit, tapi tangannya masih tak bisa menjangkau buku yang dia mau. Alhasil, bermaksud berbaik hati, aku berjalan mendekat lalu membantunya mengambilkan buku itu.

"Oh? Ezra? Uhmm... Makasih," ucapnya sambil menerima buku yang kuulurkan.

"Lain kali pake bangku pendek aja untuk dinaikin," kataku. "Daripada bukunya malah jatoh dan kena kepala, kan lumayan."

Dia tersenyum. "Gue pikir gue masih dalam masa pertumbuhan, tapi ternyata nggak."

Aku balas tersenyum padanya. "Itu buku empat-empatnya mau dibaca?" tanyaku setelah melihat tumpukan buku yang dipeluknya dengan tangan kiri.

Aluna melihat buku-bukunya sebentar. "Ini? Nggak, kok. Gue masih milih-milih apa yang mau dipinjem. Kalo boleh pinjem empat sekaligus, gue borong semuanya. Tapi kan cuman boleh pinjem dua dalam seminggu."

"Lagi banyak tugas, ya?"

"Nggak juga. Buat belajar aja. Gue juga pengen pinter kayak lo. Eh, by the way, gimana keputusan lo?" Dia mendadak terlihat antusias. "Masih pengen ngejomblo? Atau udah ada niatan pengen PDKT ke Nadia?"

Pertanyaan Aluna membuatku refleks menunduk sedikit sambil tersenyum. "I think I'll give it a try." Entah kenapa aku merasa malu membicarakan ini dengan orang lain.

"Nah! Gitu, dong!" ujarnya sumringah. "Semoga lancar, ya!"

Aku mengangguk kecil. "Makasih."

Setelah itu, aku membiarkannya pergi lebih dulu. Dia berjalan menuju meja baca, sementara aku lanjut mencari buku di lorong rak.

Tangan dan mataku menelurusi setiap buku yang berjajar di rak, mencari buku yang cukup menarik untuk dibaca di rumah. Sesekali, aku berpindah ke lorong rak lainnya.

Iseng, aku menoleh ke arah meja baca, cuma ingin tahu Aluna duduk di kursi sebelah mana. Ternyata dia duduk di kursi dekat dinding, dengan tangan bertumpu di atas meja, dan kedua telapak tangannya menutupi area mata dan dahinya.

Lama dia menutupi matanya seperti itu. Lalu, aku melihat dirinya mengusap matanya yang terlihat ... berair. Setelah itu, dia memfokuskan diri untuk membaca bukunya lagi. Dia kembali bersikap biasa saja, seolah tidak ada yang salah.

Aku ingin menghampiri dan menanyakan keadaannya, tapi kakiku terpaku setelah muncul sebuah hipotesis aneh dalam kepalaku.

Bukannya maju untuk mendekat, langkah kakiku malah mundur. Sejujurnya, ada sekelumit rasa khawatir yang merambatiku.

No! It can't be!

Tidak mungkin, kan?

Tidak mungkin dia menangis karena aku, kan?

Tentu saja tidak mungkin! Ada-ada saja aku ini!

---
---

"Jadi pulang bareng nggak?" tanyaku pada Nadia setelah bel pulang sudah berbunyi. Sekarang aku sedang berdiri di dekat bangkunya.

Perempuan itu masih membereskan alat tulis yang berserakan di atas bangku. "Iya. Bentar, ya."

"Kalian pulang bareng? Serumah apa gimana?" tanya Adnan usil, yang langsung kuhadiahi pelototan kesal. Dia hanya cengengesan untuk meledekku.

"Ezra! Game center, yuk!" seru Reno nyaring. Maklum, bangkunya lumayan jauh dari tempat aku berdiri sekarang.

"Nggak bisa, Ren." Yang menjawab malah Adnan. "Ezra-nya mau nganterin gebetannya pulang."

DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang