"Saya nggak nyangka dua murid terbaik SMA Garuda berbuat kekanakan begini. Kamu itu Ketua OSIS, Arion, walaupun dua minggu lagi habis masa jabatan. Sementara kamu, Ezra, salah satu murid berprestasi di sekolah. Jadi, apa yang bikin kalian berantem di lorong sekolah di jam istirahat tadi?"
Jangan bayangkan Pak Arman sedang mencak-mencak kesetanan pada kami! Tidak, kok. Beliau hanya bicara pelan, walau tetap tegas dan penuh selidik.
"Kita nggak berantem, Pak. Cuman ada kesalahpahaman kecil aja," ujar Arion tak kalah tenangnya. "Sebelumnya, makasih atas concern-nya, Pak. Tapi kesalahpahaman kecil tadi bisa kami selesaikan sendiri. Pihak sekolah tidak perlu repot membantu kami. Harap dimaklumi, Pak. Tadi kami sama-sama lagi nggak stabil emosinya. Tapi sekarang kami udah damai, kok."
Untuk urusan sepik-sepik iblis begini, Arion memang jago. Untungnya di sini posisiku tidak salah. Dia lah yang main fisik padaku, sehingga ingin melimpahkan kesalahan padaku pun tak bisa. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah membela diri seperti ini.
"Terus kenapa kamu lempar Ezra sampe dia jatoh ke lantai?"
"Saya nggak pake tenaga kok, Pak. Biasa aja, beneran! Mungkin dia belum makan, jadi lemes gitu dan gampang jatoh. Saya sama sekali nggak bermaksud pake kekerasan kok, Pak. Serius."
"Dan kamu cengkeram kerahnya. Jangan kira saya nggak tahu! Saya sudah cek CCTV."
"Saya nggak sengaja, Pak. Itu karena mood saya sedang nggak bagus. Jadi-"
"Mood nggak bagus kamu jadikan alasan?" potong Pak Arman.
"Aduh, Pak. Saya kelepasan waktu itu. Saya beneran nggak ada niat pake kekerasan, apalagi sama temen sendiri. Satu tim di klub basket pula. Saya nggak sejahat itu, Pak. Khilaf aja tadi sempet ribut karena masalah sepele. Kami juga udah damai kok, Pak. Iya kan, Ezra?"
Aku hanya mengiyakan saja agar semua ini cepat selesai, padahal belum ada kesepakatan damai di antara kami.
"Tuh, Pak! Kami udah damai. Udah baikan. Kami ini emang udah terlalu best friend, Pak. Jadi hampir nggak ada yang kami sembunyiin dan dipendam sendiri, sampe yang sepele-sepele aja suka kami diributin."
"Kamu yakin yang tadi cuma masalah sepele saja? Bukan karena kalian ada konflik di masa lalu yang belum selesai?"
"Bener, Pak," jawab Arion yakin.
"Bener, Ezra?" tanya Pak Arman padaku. Aku pun mengiyakan singkat sebagai jawaban.
Pak Arman menarik napas panjang. Secangkir kopi hitam di atas meja pun diseruputnya. Setelah meletakkan cangkir kopi ke atas meja lagi, beliau berkata, "Saya dengar kalian pernah ada konflik saat SMP."
Ucapan Pak Arman membuatku dan Arion saling melirik sebentar.
"Konflik apa, Pak?" tanyaku, mencoba mengulik sejauh mana yang diketahui Pak Arman.
"Kamu dorong Arion dari tangga sekolah, sampai Arion patah tulang."
Otomatis aku langsung mengalihkan pandangan ke samping, lebih tepatnya ke pintu keluar.
Ingin sekali rasanya aku pergi dari situasi ini. Membahas masa lalu, walaupun hanya sedikit, selalu membuatku merasa tak nyaman.
"Itu udah lama, Pak. Udah kadaluarsa. Nggak ada hubungannya sama yang tadi siang," jelas Arion, berusaha tidak memperpanjang penyelidikan agar cepat keluar dari sini.
Untuk saat ini, aku cuma bisa mengandalkan kemampuan persuasi Arion untuk keluar dari ruangan ini tanpa diberi hukuman apapun. Aku benar-benar tidak berminat membahas atau mengingat apapun segala sesuatu yang terjadi di Surabaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓
Ficción General(Drama, Romance, Angst) Cinta segi-empat, akankah berakhir bahagia? === ON REVISION PROCESS === (beberapa bab di-unpub selama revisi) . ⚠️ Warning : mention of mental health problem, (slight) physical abuse, a crime case . Ezra selalu ingin menghind...