44. Ezra - Afraid

47 8 0
                                    

warning : warning aja pokoknya, biar gak terlalu kaget

.
.
.
.
.

"Lo kemarin kenapa nggak berangkat, Ra?"

Begitu aku sudah mencapai bangku kelasku dan duduk di sana, Clara langsung bertanya seperti itu.

"Nggak apa-apa," jawabku singkat dan datar, tanpa melihat ke lawan bicara.

"Nggak apa-apa kok ngebolos? Lo kemana sama Nadia?"

Aku sempat tertegun. Mendengar nama itu disebut membuat telingaku panas.

"Nadia juga nggak berangkat kemarin. Denger-denger sih Arion juga. Kalian bertiga kenapa? Kepo dikit boleh, dooong!"

Aku tak menyangka dengan informasi dari Clara tersebut. Segera kualihkan fokus dengan mengambil buku dari tasku. Aku berniat membaca buku, untuk mencegah overthinking-ku datang lagi.

"Ezra. Anti banget sih bagi-bagi info dikit!" Clara memberengut kesal. "Gue beneran penasaran kalian kenapa bolos rombongan gitu. Ada apaan, sih, Ra?"

"Jangan ngajak gue ngobrol, please!" balasku lirih sambil terus melihat ke buku, walaupun tidak fokus membaca tulisan di atas sana.

"Eh. Ezra! Ezra!"

Reno muncul dari balik pintu kelas, langsung beringsut mendekatiku. "Gila! Gue liat tadi si Nadia di parkiran, keluar dari mobilnya si Arion. Mereka berangkat bareng, Ra! Gila nggak, sih?! Balikan apa gimana, tuh? Yaaah. Lo keduluan lagi, dong."

Aku yang sudah ada dalam mood yang buruk jadi makin kesal. "Lo diem, bisa nggak?!" ucapku tajam dengan nada rendah.

Lelaki itu seketika termenung. Clara yang duduk di depanku berkata pada Reno. "Ezra lagi sensi, Ren. Jangan ngomongin tentang Nadia dulu di depan dia."

Akhirnya, Clara dan Reno mau membiarkanku sendirian. Reno pergi dan duduk di bangkunya yang agak jauh dariku, sedangkan Clara memutar badan untuk menghadap ke papan tulis.

Untuk mencegah orang lain mengajakku mengobrol lagi, aku menyumpal kedua telingaku dengan earphone. Kuputar keras-keras musik yang mengalun dari aplikasi streaming di ponselku, bukan untuk semakin menghayati lagu yang terputar, tapi agar pikiranku berhenti berceloteh tentang hal-hal yang hanya akan menyakitiku sendiri.

Lima menit sebelum bel masuk berbunyi, lewat lirikan yang sangat kecil, kudapati Nadia memasuki kelas.

Saat dia berjalan mendekat, jantungku bertalu-talu cepat. Bahkan setelah dia sudah jauh di belakang, jantungku masih berpacu dalam ritme yang tak wajar.

Reaksi yang sama saat aku melihat sosoknya di lorong tadi ketika aku tengah mengikat tali sepatuku.

Aku ... takut.

Aku takut padanya.

Karena dalam pikiranku yang sedang suram ini, kubayangkan dirinya menyembunyikan pisau tajam di balik punggungnya, siap menikamku kapanpun aku lengah.

---
---

"Ezra. Kita perlu bicara."

Bel istirahat baru berbunyi beberapa detik lalu, tapi Nadia sudah berdiri di sebelah bangkuku.

Ketakutan yang sempat hilang muncul lagi. Walaupun sudah kujejali penolakan pada pikiranku sendiri, bahwa Nadia mungkin saja tidak seburuk dugaanku, tetap saja aku takut saat ada di dekatnya.

"K..kita bicara nanti aja," jawabku tanpa berkontak mata dengannya. Kurapikan buku dan alat tulis di atas bangkuku.

Aku sangat ingin bersikap wajar seperti sebelumnya seakan kami pasangan kekasih yang saling menyayangi. Aku tak mau dia mencurigaiku tahu sesuatu tentangnya.

DIVE INTO YOU || (HRJ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang