4.7 Surrender

182 22 0
                                    

Halooo, apa kabar kalian semua? Sehat-sehat terus ya pokoknya. Jangan kebanyakan sedih, ada banyak alasan untuk tetap tersenyum walau mungkin rasanya kosong. Hehe ;)

Semangat terus kalian <3
Selamat membaca :)

⚠️
16+ alert! Drugs, abuse, etc.
Tidak untuk ditiru!

 Tidak untuk ditiru!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☯☯☯

Selasa, 19 Maret 2019.

"Argh!"

Lexy dan Rinai yang baru saja keluar lift terkejut bukan main melihat teman Lexy menendang kursi tunggu. Keduanya melangkah mendekat, hendak memeriksa apa gerangan yang terjadi pada pria itu.

"Kenapa?!" heran Lexy, bertanya.

Laki-laki bermasker itu menatap Lexy dan Rinai dengan kabut emosi di kedua matanya. Kondisi laki-laki itu terlihat kacau dengan rambut awut-awutan dan kemeja berantakan. Bahkan tulang jari di tangan kanan laki-laki itu memerah.

"Lo kenapa? Hah?!" ulang Lexy.

Tidak menjawab, pria itu justru menjatuhkan bokongnya di kursi tunggu. Kelihatan sekali dia sedang enggan berbicara. Merasa tidak mungkin langsung mendapat respons, Lexy duduk di sebelah pria itu. Sementara Rinai melangkah mendekati ruangan.

Entah mengapa, Rinai merasa ada yang aneh. Firasatnya mengatakan hal yang tidak-tidak, maka dari itu ia mencoba memeriksa ruangan Valdo. Kaki Rinai bergetar seketika setelah netranya mendapati bed kosong.

"VALDO MANA?!" pekik Rinai heboh.

"Maksudnya?" kaget Lexy.

Rinai membuka pintu kaca ICU. Memastikan apa yang ia lihat benar. Peralatan medis yang seharusnya melekat di tubuh Valdo tergeletak begitu saja, laki-laki itu tidak ada di sana.

Lexy bangkit, mendekati Rinai yang merosot di ambang pintu ICU. Baru saja ia melangkahkan kakinya. Terdengar suara khas dari pria bermasker itu.

"Valdo kabur sebelum gue ke sini," ucapnya.

Darah Lexy mendidih seketika, kedua tangan laki-laki itu terkepal kuat. Ia menatap Rinai dari tempatnya berdiri, kembali melangkah dan mendapati bed ruangan sudah tak bertuan. Rahangnya menegang, sulit menahan emosi di saat-saat seperti ini.

"Rin," panggil Lexy, membungkuk menyetarakan tinggi dengan gadisnya.

Rinai menoleh dengan tatapan hampa, gadis itu menunduk setelahnya. Menurut pada Lexy yang mengajak bangkit. Rinai bahkan tidak terkejut dengan dekapan Lexy yang tiba-tiba. Tidak ada yang bersuara sama sekali, Lexy juga ikut terbawa emosi.

"Pihak rumah sakit udah angkat tangan, tinggal suruhan Opa yang belum ada kab—"

Lexy dan temannya saling tatap dengan posisi masing-masing. Suara ponsel laki-laki bermasker itu mengalihkan atensi mereka. Sementara laki-laki bermasker itu menerima permintaan sambungan, mengeraskan volume agar Lexy dan Rinai ikut dengar.

Half Nerd : I'm Nerdy Not Puny! [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang