3.4 Bloody Night (d)

247 30 5
                                    

Haaai aku up lagi wkwk
Pagi² gini maaf ya

Jangan lupa vote komen, biar berkah. Bismillah dulu wkwk, ada yang tegang-tegang soalnya :v

⚠️
16+ alert! Murder, violence, hemophobia, harsh word, etc.
Tidak untuk ditiru!

Tidak untuk ditiru!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☯☯☯

"Rinai, masuk?"

Tidak ada sahutan, earpiece yang Naura kenakan tidak tersambung sama sekali. Padahal tadi sempat terdengar suara Lexy. Gadis berkacamata itu terus menghubungi Rinai sembari melangkah tanpa arah. Entah seberapa malam sudah kini, Rendy dan Valen yang menunggu di rumah belum ada tanda-tanda akan menghubungi.

Sedari keluar gedung olahraga, Naura tidak menemukan di mana pastinya pos tiga. Memeriksa satu per satu gedung pun tak lantas membuatnya menemukan tempat yang dicari.

"Halo, Rinai. Jawab gue," celetuk Naura lagi, entah yang keberapa kali.

Naura lelah berjalan, gadis itu duduk di pagar koridor. Suasana sunyi seperti film horor dan ubin yang bercak-bercak darah. Belum lagi ada suara burung hantu di sekitar.

Naura terkekeh pelan, "Jadi kangen Alpha."

Gubrak!

Suara benda berat jatuh menarik atensi Naura. Entah dari mana asalnya, Naura bangkit waspada. Netra cokelat gadis itu menatap awas gudang di hadapannya. Gedung tidak terpakai yang menandakan ia kini berada di blok C dekat gedung terlarang.

Seharusnya tempat ini jadi area teraman. Kendati masih ada anjing penjaga. Setidaknya lebih aman jika dibandingkan dengan tempat lain. Naura jadi was-was sendiri menyadari ada bayangan dari dalam gudang itu.

Naura tidak lari, ia sengaja menghampiri. Tangan kanan Naura terangkat, menggenggam knop pintu tanpa sarung tangan dan membukanya perlahan.

Bugh!

"Mampus lo!"

Suara bariton itu, telinga Naura masih normal untuk mengetahui siapa pemiliknya. Seorang siswa berdiri terengah menatap Naura, seragam SMA-nya sudah berubah warna.

"Naura? Kok lo di sini?" tanya laki-laki itu, wajahnya menyorot kaget.

Naura masih membisu, fokusnya pada seragam bagian perut pria itu. Bukan kotor lagi, Naura yakin ada luka di balik sana.

"Pe-perut lo."

Satu kalimat yang akhirnya berhasil Naura lontarkan membuat pria itu terkekeh sejenak sebelum akhirnya diam dengan senyuman. Naura tidak tahu apa arti senyum samar itu. Hanya saja, pergerakan tangan laki-laki mengusap pelan perutnya sendiri berhasil membuat Naura meringis ngilu.

"Cuma luka kecil, gue baik-baik aja. Tangan lo kenapa di perban?" tanya laki-laki itu.

Tidak, Naura tidak bisa bertutur kata. Lidah gadis itu terlampau kelu untuk sekadar menjawab pertanyaan pria di hadapannya.

Half Nerd : I'm Nerdy Not Puny! [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang