Au up hari ini buat gantiin yang waktu itu nggak up ya hehe. Maaf banget kendalanya waktu itu bikin frustrasi (• ▽ •;)
Oke sudah, langsung aja ya.
Met baca kalian <3☯☯☯
Tidak seperti biasanya, kota Jakarta diguyur hujan deras sepanjang hari. Hawa SMA Gerhana mendingin, siswa-siswi yang seharusnya melaksanakan olahraga di luar terpaksa menggunakan lapangan di dalam gedung olahraga. Tidak ada mentari sama sekali, justru suara guntur yang terdengar bersahut-sahutan.
Koridor yang biasanya ramai kini hanya diisi satu-dua orang. Itu pun sekadar lewat, cuaca dingin begitu mengganggu aktivitas di luar ruangan. Sementara itu, kelas XI IPA 3 yang sibuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar pun harus menyalakan lampu ruangan seperti kelas lainnya karena kekurangan cahaya.
"Ini Naura ke mana?" celetuk seorang wanita paruh baya yang tak lain ialah guru PPKN.
Hening, tiada satu pun yang terlihat akan mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan sang guru di sana. Bahkan Rinai selaku ketua kelas pun tak merespon sama sekali.
"Ini benar nggak ada yang tau Naura di mana?" ulangnya.
Satu per satu siswa menggelengkan kepala, menjawab pertanyaan guru yang terkenal killer itu. Bu Juni menghela napas pasrah, berulang kali sudah Naura tak kelihatan batang hidungnya saat pelajaran PPKN dimulai. Entah ke mana muridnya itu, Bu Juni tak tahu.
Lain dengan warga sekolah lainnya yang sibuk mencari kehangatan, seorang gadis berkacamata berjaket army itu justru memilih berdiam diri di sebuah gedung sepi. Posisinya berdiri membelakangi balkon, menatap sayu goresan kapur di lantai yang sudah berusia setahun lebih.
Jika dilihat-lihat, remaja berkacamata itu agaknya belum memasuki kelas sama sekali. Ransel yang seharusnya berada di bangku kelas itu kini menggantung di bahu kanannya. Ya, termasuk lencana merah yang seharusnya ia pakai pun tak kelihatan di seragamnya.
"Hampir setahun setengah, Al," gumam Naura.
Sudah sejak pagi tadi Naura berdiam di sana. Berniat menenangkan diri, tapi sepertinya bukan ketenangan yang ia dapat. Sapaan dari Kai pagi tadi juga entah mengapa membuatnya sedikit sakit hati. Tidak biasanya Naura merasa begitu.
Apa aku kalah?
Samar-samar, suara bel berbunyi tiga kali. Istirahat kedua ini pun tak membuat Naura berniat keluar dari gedung bekas itu. Diletakannya di lantai ransel cokelat yang ia kenakan. Gadis itu berbalik, menjulurkan tangan menengadahi buliran hujan yang turun deras. Iris cokelat gelap itu menatap kosong air yang berjatuhan di telapak tangannya. Masih tanpa eskpresi, Naura bingung harus bagaimana.
Seandainya kamu di sini, aku nggak akan sendirian. Kamu juga pasti bantu aku bangkit waktu aku jatuh.
Ada yang mengalir perlahan dari sudut mata Naura yang menurun. Berbicara soal masa lalu, sulit gadis itu melupakannya walau sebentar. Ingin rasanya hidup menjadi cahaya yang menghangatkan seperti namanya, tapi kembali lagi pada kenyataan yang ada bahwa Naura tak mampu melakukannya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Nerd : I'm Nerdy Not Puny! [Selesai]
Novela JuvenilNaura sempat mengira rasa sakitnya akan berakhir setelah semesta menghadirkan sosok Valdo yang luar biasa. Sayang, perkiraan Naura salah total. Itu bukan akhir, tapi awal dari penderitaan yang sesungguhnya. *** Half Nerd : I'm Nerdy, Not Puny! Ding...