°10

390 49 2
                                    

Nanda sudah menjelaskan secara panjang lebar tentang Denan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanda sudah menjelaskan secara panjang lebar tentang Denan. Dan hal itu membuat Nanda kembali merindukan sosok Denan yang selama ini selalu berada di sisinya. Namun kini mereka harus berpisah demi kehidupan yang lebih baik.

"Terus kira-kira kapan kalian bakal ket--"

"Gue lagi males bahas dia. Bahas lain aja ya." Nanda memohon.

"Hmm. Oke deh, intinya gue udah tahu siapa dia."

Nanda mengangguk. "Masih jam setengah dua nih, kalo Lo ngantuk tiduran aja di kasur gue," tawar Nanda.

Raya berjalan ke arah jendela. "Nggak deh, gue pengen lihat-lihat kamar Lo aja."

Nanda hanya terdiam, membiarkan Raya bersenang-senang dengan dunianya. Nanda mulai mengeluarkan benda pipih berlogo Apple dari dalam tasnya.

"Nan! Gue minta nomer HP Lo dong," pinta Raya ketika melihat Nanda sedang memegangi ponselnya.

"Eh jangan. Nanti Lo kasih ke Samsul lagi nomor gue," tolak Nanda.

"Emangnya kenapa?"

Nanda hanya menggelengkan kepalanya.

"Kayanya dia suka deh sama Lo."

"Biarin aja."

"Jarang-jarang loh si Samuel kaya gitu, Nan. Sifatnya berubah drastis setelah ketemu sama Lo," ungkap Raya.

"Gue belum siap, Ray."

"Okelah gue ngerti."

Beberapa menit kemudian mereka berdua sama-sama terdiam. Raya sibuk bertraveling sedangkan Nanda sibuk dengan gadgetnya.

"Eh Nan!"

"Hmm?"

"Ini kamar Lo luas banget gila!" heboh Raya. "Ini kamar mandi?" tanyanya.

"Bukan. Kamar mandi yang di sebelah sana," tunjuk Nanda di lain tempat.

"Terus ini apa?"

"Itu--"

"Buset gila keren banget!"

Nanda beranjak dari tempatnya lalu berjalan ke arah Raya. "Lo suka ngedance kan? Ngedance bareng yuk!" ajak Nanda.

"Ini kamera buat apaan, Nan?" Raya masih heboh dengan hal yang dilihatnya.

"Kadang gue bikin cover lagu disini," ungkapnya.

"Lo pinter nyanyi? Asli sih emang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya."

"Lo kalo pengin latihan dance boleh kesini, Ray," tawar Nanda.

"Ngajak Laudry sama yang lain kesini?"

"Hmm." Nanda tampak berfikir keras  "Kalo soal itu gue pikir-pikir dulu deh," pintanya.

Raya mengangguk, lalu kembali berkutik dengan barang-barang yang ada di studio mini itu. "Lo pasti bahagia banget ya, Nan?" tebak Raya. "Punya orang tua yang asik kaya mereka berdua," lanjutnya.

"Iya gue bahagia banget."

"Tapi anehnya, kenapa Lo gak pernah diliput ya sama media?"

"Bukan gak pernah tapi emang gue yang gak mau."

"Kenapa?" tanya Raya semakin penasaran.

"Di luaran sana banyak banget orang yang suka manfaatin posisi."

Raya mengangguk.

"Tapi Lo pasti tahu gimana rasanya kalo Lo bisa sukses dengan cara Lo sendiri."

"Bangga banget sih kalo gue," jawab Raya.

"Gue pengen usaha sendiri, Ray. Gue gak suka cara instan."

"Iya gue ngerti kok, Nan."

__°°__

Raya menatap langit-langit kamar. "Asal Lo tahu aja. Hidup gue tuh sempurna banget, Nan. "

Nanda pindah posisi. Menatap wajah Raya, hendak menyimak ceritanya.

"Keluarga gue hancur, patah semangat karena cinta, dan punya hubungan persahabatan yang gak sehat. Sempurna banget kan?"

"Hah?" Nanda tak menyangka. "Tapi Lo selama ini kelihatan baik-baik aja. Kaya gak punya beban hidup."

"Ya karena gak ada yang nanya tentang keadaan gue, Nan. Gak ada yang peduli gue baik-baik aja apa enggak."

Nanda mengernyitkan keningnya. "Sahabat Lo?" tanyanya kemudian.

"Mungkin cuma gue yang nganggep mereka sahabat. Gak tahu kalo yang lain kaya gimana."

"Maksudnya?" Nanda semakin tak mengerti.

"Persahabatan gue sama mereka tuh persahabatan yang toxic, Nan," ungkap Raya. "Dan yang paling parah itu si Laudry."

"Kenapa dia?"

"Gue kasian sama si Caca. Entah dia kelewat polos atau emang orangnya mau-mauan." Raya bangkit dari tidurnya. "Masa sih dia gak sadar atau ngelawan sedikitpun ke si Laudry," geram Raya. "Dia tuh selama ini cuma dimanfaatin doang sama si Laudry. Disuruh bawa barang Laudry, disuruh beliin ini itu. Disuruh antar-jemput Laudry kemanapun dia mau."

"Si Caca nih temen apa babu?"

"Nah itu yang ada di otak gue selama ini. Si Caca cuma dijadiin babu sama Laudry!"

"Kok si Caca mau?"

"Gue juga gak ngerti sama jalan pikiran dia." Raya mengusap wajahnya, lelah. "Tapi kalo gue belain, Caca malah marah sama gue."

Nanda mengerutkan kening. "Aneh," desisnya. "Renna? Dia gak ngelakuin hal yang sama kan ke si Caca?"

"Enggak sih. Si Renna kan gabung cuma karena pengin dapet ketenaran. Dia bisa gabung di grup dance kita aja udah seneng banget."

"Terus Lo sendiri?"

"Gue gak mungkin memperlakukan sahabat gue kaya gitu, Nan," jelas Raya sungguh-sungguh.

"Nih ya gue ceritain. Gue sama Laudry itu udah kenal dari kelas satu SMA. Dan yang punya ide buat grup dance ini sebenernya gue, tapi yang berkuasa malah si Laudry." Raya menjelaskan secara rinci.

Nanda menganggukkan kepalanya, mengerti.

"Gue udah dari dulu pengen lepas dari persahabatan gak sehat kaya gini, Nan. Tapi gue gak bisa ngbiarin Laudry sendirian."

"Kenapa gitu?"

"Dulu Laudry itu orangnya pemalu." Raya memberi jeda sejenak ucapannya untuk mengambil napas. "Tapi dia pake sabu buat ningkatin kepercayaan dirinya dia. Dan justru dia malah kecanduan."

"Apa?!"

"Laudry nge- drugs, Nan!"

__°°__

Gak nyangka kan?
Yuk next terus biar tahu kelanjutannya kaya gimana
Tapi jangan lupa jejaknya ❤️

ACDP2 (Antara Cinta dan Persahabatan 2) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang