Kini tibalah saatnya keempat wanita cantik itu menyantap hasil masakan mereka. Semuanya sedang bersiap-siap untuk menyendok nasi goreng yang sudah ada di depan mereka. Namun tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang entah milik siapa.
"Bentar ya. Ada yang telepon," pamit Raya lalu beranjak, menjauh dari meja makan.
Ketiganya menoleh lalu mengangguk. "Kalo gitu kita makan duluan aja," usul Puspita yang langsung disetujui oleh Nanda dan Indah.
Tidak lama kemudian, Raya kembali dengan raut wajah gembira. "Aku pamit dulu ya, Tan, Ma. Temenku ngajak main."
"Loh gak makan dulu?" tanya Nanda.
Raya tampak menimang-nimang. "Kalian aja yang makan deh," tolaknya. Lagi pula nanti dirinya bisa meminta Kesya untuk berhenti di warung makan sebentar. "Aku pamit dulu."
"Mau main sama siapa? Kesya ya?"
"Kesya siapa?" batin Indah.
"Iya, Tan."
"Jaga diri baik-baik, ya. Ingat kamu itu perempuan, harus bisa jaga diri," pesan Puspita. "Pulangnya juga jangan sampai malam."
"Iya pasti kok, Tan. Aku janji," balas Raya. "Kalo gitu aku berangkat dulu ya, Ma."
"Iya hati-hati," jawab Indah.
Raya langsung saja beranjak dari tempat itu. Dengan terburu-buru dirinya kembali ke rumah untuk segera membersihkan diri, karena kini Kesya sedang dalam perjalanan ke rumahnya untuk menjemput Raya. Dan Raya ingin berdandan semaksimal mungkin meski dengan waktu yang sangat terbatas itu. Ajakan Kesya ini terlalu mendadak untuknya.
Sedangkan di tempat lain, Puspita, Indah, dan Nanda sedang menikmati nasi goreng yang mereka buat. Makanan itu hampir dilahap habis oleh ketiganya namun tiba-tiba kucing milik Puspita muncul lalu menggosok-gosokkan dirinya di kaki Nanda.
"Ma. Nih si Samsons laper," adunya.
"Astaga iya. Mama lupa kasih makan si Samsons."
"Tega banget sih, Ma. Kasian dong nanti dia kurus," protes Nanda. "Tapi tenang aja, Ma. Tadi aku udah ngasih makan dia kok. Mungkin dia belum kenyang," lanjutnya sambil tertawa kecil.
"Ya udah ini sisa nasi gorengnya buat si Samsons aja," putus Puspita kemudian yang diberi anggukan oleh Nanda setelahnya.
"Ngomong-ngomong, kamu kok gak main juga sama Samuel, Nan?"
"Astaga si Samsul!" Nanda memukul pelan keningnya, teringat sesuatu. "Ma aku ke kamar dulu ya," pamitnya kemudian.
"Kenapa?"
"Aku lupa harus ngabarin Samuel kalo Mama sama Papa udah balik," jelasnya.
"Emangnya kenapa?" tanya Puspita masih belum mengerti.
"Nanti aja aku jelasin, Ma," teriaknya dari lantai atas.
Nanda buru-buru mencari ponselnya yang ada di dalam tas. Setelah itu mencari kontak Samuel untuk segera dihubungi.
"Halo."
"Halo, Nan," jawab suara di seberang sana.
"Nyokap bokap gue udah balik nih. Main aja kalo mau main," jelas Nanda.
"Duh kayanya besok aja deh, Nan. Soalnya gue lagi nganterin nyokap belanja," jawab Samuel.
"Oh oke kalo gitu. Gue tutup ya?" tanya Nanda.
"Oke," balas Samuel. "Bahagia terus ya, Nan," pesannya kemudian yang berhasil membuat Nanda tersenyum kecil.
__°°__
"Aku merasa gak pantas menjadi seorang ibu."
Puspita hanya mengerutkan kening.
"Bahkan siapa aja temen-temennya Raya aja aku gak tahu," lanjut Indah. "Aku iri sama kamu. Kamu bisa seakrab itu sama Raya, sedangkan aku yang ibunya sendiri gak bisa."
"Bukan gak bisa. Kamu yang gak mau," sanggah Puspita.
"Aku baru rasain hal sesakit ini. Sakit banget ya ternyata, anak sendiri gak sayang sama kita," tutur Indah dengan berlinangan air mata.
"Coba kamu rubah sedikit aja sikap kamu," pinta Puspita. "Setelah kita berumah tangga, tugas kita sebagai istri dan ibu itu harus jadi prioritas utama. Sayang banget kalau kamu harus kehilangan momen-momen itu."
"Gak salah kok kalo kamu pengen seneng-seneng sama temen-temen kamu, gak ada yang larang. Tapi coba deh rasain, kesenangan itu cuma sementara aja kan? Karena kebahagiaan utama kita ya di setiap detik kita bisa menghabiskan waktu dengan keluarga. Dan masa-masa itu gak akan bisa kita ulang lagi," lanjut Puspita.
Indah menitikkan air mata, dirinya mulai sadar jika hal yang selama ini ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Dia sudah melewatkan begitu banyak peristiwa yang seharusnya ia lalu bersama suami dan anaknya. Indah sangat menyesal.
"Kamu harus sadar. Raya sudah tumbuh menjadi wanita kuat meskipun tanpa figur seorang ibu. Kamu harus bersyukur karena Raya bisa memilah mana yang baik dan yang gak baik untuk dia. Dan yang terakhir ada hal yang perlu kamu tahu, selama ini Raya ketakutan karena selalu menjadi korban dari suami kamu. Suami kamu selalu melampiaskan amarahnya ke Raya."
Indah membulatkan matanya, tercengang. "Aku nyesel," sesal Indah.
__••__
Next terus ya ❤️
Jangan lupa vote komennya ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ACDP2 (Antara Cinta dan Persahabatan 2) - END
Teen Fictionfollow sebelum baca 🤭 Kelanjutan dari ACDP yang udah terbit •Belum direvisi• Jadi tolong dimaklumi kalau ada kata yang kurang nyambung dan salah ketik. Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian yaaaa jangan lupa follow juga biar gak ketinggalan...