°16

325 45 0
                                    

"Kenapa bisa jadi kaya gini, Ray?" tanya Nanda merasa cemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa bisa jadi kaya gini, Ray?" tanya Nanda merasa cemas.

Air mata Raya kembali menetes. "Gue capek, Nan. Hiks...," jelasnya dengan kembali terisak.

"Sini-sini!" Nanda menarik tubuh Raya ke dalam dekapannya. "Salurin semua rasa sakit Lo ke gue, kita rasain sama-sama, ya. Nangis aja, keluarin semua beban Lo. Jangan ditahan! Itu gak sehat," pinta Nanda.

Tangis Raya semakin pecah. Nanda sama sekali tak tahu apa yang sudah membuat Raya jadi seperti ini. Dirinya tak tega melihat Raya menangis hingga tersedu-sedu di pelukannya. Andi yang baru saja keluar dari kamar mandi ikut cemas melihat keadaan Raya.

Puspita menarik tangan Andi. "Sini, Pa."

Kini Andi dan Puspita duduk bersebelahan di sofa panjang. Puspita mengelus lembut rambut Raya, ikut menenangkannya. Andi bangkit berdiri lalu berjalan ke arah dapur, mengambilkan segelas air putih untuk teman putrinya.

"Raya minum dulu, sayang," kata Puspita setelah menerima segelas air putih dari Andi.

"Biar lebih tenang," imbuh Andi.

Nanda dan Raya merenggangkan pelukannya. "Makasih ya, Om, Tante," ucapnya tulus setelah meneguk air itu sampai habis. Puspita dan Andi mengangguk sambil tersenyum.

"Sekarang jelasin ke gue, kenapa Lo jadi kaya gini?"

"Gue takut, Nan. Gue takut sama bokap gue," keluh Raya. "Nyokap gue jarang di rumah, tapi gue yang selalu jadi sasaran emosi bokap gue." Raya menjelaskan dengan sesekali terisak.

Raya menghentikan penjelasannya sesaat. Mengatur napas lalu mengubah posisi duduknya. Sedangkan Nanda, Puspita, dan Andi memasang telinga mereka untuk mendengarkan seluruh keluh kesah Raya.

"Bokap gue selalu main tangan sama gue. Gue dituduh sengaja ngelindungin nyokap, padahal gue emang gak tahu dia kemana. Gue gak tahu apa-apa, Nan!"

"Nyokap gak pernah ngurusin gue, dan hubungan gue sama nyokap aja udah kaya orang asing. Kenapa gue gak bisa kaya Lo? Gue iri, Nan. Gue iri!" Raya menggoyangkan tubuh Nanda berkali-kali. "Gue benci sama hidup gue sendiri," lanjutnya.

Setelah Raya menjelaskan permasalahannya, tiba-tiba pintu rumah di ketuk dengan keras. Bel rumah pun berbunyi beberapa kali. Suasana berubah menjadi tegang, Puspita langsung berpindah duduk dekat Raya dan Nanda, melindungi mereka.

"Raya!" teriak seseorang di luar sana. "Keluar kamu! Papa tahu kamu di dalam. Kembalikan anak saya! Jangan lindungi dia!"

Ekspresi Raya berubah menjadi panik dan ketakutan, wajahnya pucat pasi. "Gue takut, Nan."

"Tenang aja. Tante sama Om bakal lindungin kamu," kata Puspita mencoba menenangkan.

Andi langsung berjalan ke arah pintu, lalu membukanya. Seseorang di luar langsung terkejut melihat kemunculan Andi.

"Kamu?" pekik Papa Raya.

"Ada apa ya?" tanya Andi dengan santainya.

"Jangan sembunyikan anak saya!"

"Dia lagi belajar sama anak saya di dalam. Ada apa ya memangnya?"

"Oh lagi belajar ya? Ya udah kalo gitu saya pulang," pamit Papa Raya takut permasalahan ini dilaporkan pada pihak yang berwajib.

Andi mencengkeram pundak seseorang itu. "Tunggu dulu!" katanya. Seseorang itu gemetar dan itu terasa sangat jelas oleh Andi.

"Di rumah bapak ada tv? Saya numpang nonton bola, ya? Tv saya lagi rusak," ucap Andi mencairkan suasana. Yang pada kenyataanya tidak seperti itu. Bahkan Andi memiliki beberapa televisi di setiap kamar.

"Boleh," jawabnya. Setelah itu mereka berdua pun beranjak dari tempat itu.

"Udah aman," bisik Puspita setelahnya.

Raya tersenyum tipis, menahan tawa. Sedangkan Nanda sedang tertawa hingga terbahak-bahak. "Ada-ada aja deh. Bapaknya siapa sih itu?" tanya Nanda tak ingin mengakui Papanya. Jangan salah, justru Nanda sangat bangga memiliki Papa yang handal dalam hal problem solving itu.

__••__

Gimana dengan part yang ini?
Apa yang kalian rasakan?
Lanjut gak sih?
Ya harus lanjut lah 😝

Jangan lupa vote dan komennya 🌨️

ACDP2 (Antara Cinta dan Persahabatan 2) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang