"Papa kemana, Ma?"
"Ke Rancamaya sama Papanya Raya," jawab Puspita terus terang.
"Ngapain Ma kesana? Meeting?"
"Enggak, Nan. Papa ngajakin Om Endi main golf," jelas Puspita. "Sambil relaksasi otot biar gak tegang terus," lanjutnya sambil berbisik.
Mulut Nanda membentuk huruf O, mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Puspita. Sedangkan Raya dan seseorang disampingnya tampak bingung.
"Apa?" tanya Raya penasaran.
"Gue jelasin di kamar aja, yuk!"
"Eh eh bentar! Tan aku ke kamar Nanda dulu ya. Boleh kan?" pamit Raya, seperti yang biasa dia lakukan.
"Boleh lah, Sayang."
"Makasih ya, Tan. Tante baik banget deh, jadi sayang," gurau Raya, yang sebenarnya memang seperti itulah yang ia rasakan. Puspita berhasil menggantikan sosok ibu bagi Raya.
Memori Raya memutar kembali disaat kali pertama mereka bertemu. Mulai dari hari itu, kehidupan Raya mulai membaik. Keluarga kecil itu telah menyayangi dan melindunginya dengan sangat baik. Bahkan melebihi dari orang tuanya sendiri.
Nanda merangkul Raya lalu mengajaknya kembali ke kamar. "Maksud nyokap gue tadi itu, sekalian bicara sama bokap Lo biar jangan ngelampiasin emosi ke Lo. Kan kasian Lonya yang jadi korban terus," jelas Nanda.
Raya mengangguk-angguk. "Ooo udah ngerti gue sekarang," katanya.
Baru saja Nanda hendak membuka pintu kamarnya, tiba-tiba Puspita memanggil.
"Kenapa, Ma?"
"Masakin nasi goreng dong buat Mama sama Tante Indah," pinta Puspita.
"Oke!" balas Nanda. "Mau ikut gak, Ray?" tanya Nanda kemudian.
Raya menoleh. "Ikutlah," jawabnya.
Nanda menganggukkan kepalanya, lantas menarik tangan Raya untuk ikut kembali ke lantai dasar.
Sesampainya mereka berdua di dapur, langsung saja Nanda dan Raya mempersiapkan bahan dan alat yang akan mereka gunakan. Namun tiba-tiba Puspita dan Indah muncul dengan alasan hendak membantu mereka berdua. Di dalam otak Nanda, mungkin ini adalah rencana Puspita untuk menyatukan kembali ibu dan anak yang sudah terasa asing itu.
Raya dan Indah nampaknya terasa seperti memiliki tembok pembatas antara mereka berdua. Dari awal proses memasak, tak ada dari keduanya yang memulai untuk saling bertukar pembicaraan. Justru Puspita lah yang memancing mereka berdua agar mau untuk saling berdialog.
Nampak sekali dari raut wajah Raya, jika dirinya sangat canggung dan gugup ketika berbicara dengan ibunya sendiri. Tangannya bergetar ketika memotong bumbu-bumbu nasi goreng. Hingga tak sadar pisau yang ia gunakan telah melukai tangannya.
"Aduh!" keluh Raya ketika cairan dari bawang merah yang ia potong mengenai lukanya.
"Kenapa, Ray?" tanya Nanda cemas.
"Kayanya kena pisau deh," jawabnya dengan ragu-ragu, sambil menunjukkan lukanya yang mulai mengeluarkan darah.
Indah yang berada tepat di samping Raya hendak meraih tangan Raya untuk mengobatinya. Namun siapa sangka, dengan tak sengaja Raya justru menghampiri Puspita yang berada jauh darinya untuk meminta pertolongan. Indah yang melihat hal itu langsung menurunkan kembali tangannya.
Indah tiba-tiba merasa tak pantas menjadi ibu Raya. Baru kali ini Indah merasakan hal itu, karena selama ini dirinya tak pernah memperhatikan perkembangan anaknya sendiri. Bahkan untuk menghabiskan waktunya bersama Raya pun bisa dibilang hampir tak pernah.
Puspita mengamati luka Raya dengan cemas. "Gimana? Udah gak perih lagi kan?" tanya Puspita setelah mengobati luka itu.
"Langsung sembuh, Tan," gurau Raya yang diikuti tawa kecilnya. "Kalo gitu aku lanjut bantuin Nanda dulu ya, Tan."
"Oke. Hati-hati, ya. Jangan potong tangan lagi," pesannya. Raya mengangguk dengan antusias.
__••__
Makasih buat kalian yang masih bertahan
Next terus yaaa sampai tahu ending ceritanya!Jangan lupa vote dan komen ya ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ACDP2 (Antara Cinta dan Persahabatan 2) - END
Teen Fictionfollow sebelum baca 🤭 Kelanjutan dari ACDP yang udah terbit •Belum direvisi• Jadi tolong dimaklumi kalau ada kata yang kurang nyambung dan salah ketik. Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian yaaaa jangan lupa follow juga biar gak ketinggalan...