°6

416 48 6
                                    

Nanda pulang dengan langkah gontai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanda pulang dengan langkah gontai. Sama sekali tak bersemangat. Di sekolah hari ini juga sama sekali tidak memberikan kesan yang menyenangkan. Dan malah membuatnya semakin tak bersemangat.

"Hai, Ma."

"Eh Nanda udah pulang, sayang?"

"Iya, Ma."

"Cuma Mama doang nih yang disapa?"

Nanda membulatkan mata. Ternyata ada seseorang dibalik sofa tinggi itu.

"Gak sekalian menetap disana aja, Pa?" tanya Nanda ketus. Tampaknya dia sedang kesal dengan Papanya.

"Jadi gak suka nih kalo Papa pulang?"

"Suka gak suka sih, Pa."

"Kayanya marah banget ya sama Papa?"

"Hidup aku sekarang semakin memburuk, Pa," jawab Nanda lesu.

"Atau mungkin Papa sama Mama gak suka kalo lihat aku bahagia."

"Huss!" protes Puspita.

"Buktinya Mama sama Papa pisahin aku sama Den-"

"Papa sama Mama ngelakuin ini karena sayang sama kamu, Nanda," potong Andi, ayah Nanda.

"Udah ya, Pa, Ma. Nanda lagi males ribut. Nanda mau ke kamar," pamitnya.

Sedangkan Andi dan Puspita hanya bisa menatap satu sama lain, merasa bersalah.

Nanda berjalan ke arah kamarnya. Sesekali air matanya terjatuh. Hal ini benar-benar membuat Nanda terpuruk. Setiap malam Nanda terbangun dari tidurnya dan dia akan menangis. Memori perpisahan saat itu masih membekas di ingatannya.

Beberapa menit kemudian Andi dan Puspita mengikuti Nanda. Mengintip dari lubang pintu kamar Nanda dan melihat Nanda yang sedang menangis tersedu-sedu. Andi dan Puspita semakin resah.

"Tiap hari kaya gitu, Pa," ungkap Puspita yang selama ini mengamati tingkah laku putrinya. "Mama sedih lihat Nanda nangis terus kaya gini."

Andi ikut bersedih melihat kondisi putrinya sekarang.

Tok! Tok! Tok!

"Nanda!"

Nanda buru-buru mengusap air mata, lalu membukakan pintu untuk ayahnya.

"Iya Pa, bentar."

"Ikut Papa sama Mama yuk," ajak Andi.

"Kemana, Pa?"

Puspita ikut mengerutkan kening.
Memberi isyarat pertanyaan pada suami tercinta, yang dibalas senyum manis oleh Andi.

"Udah ikut aja," jawab Andi.

"Iya, Pa. Nanda ganti baju dulu."

__°°__

"Sebenernya kita mau kemana sih, Pa?"

"Mau ke taman, sayang," jawab Puspita.

"Mendingan tadi aku dirumah aja. Bisa tidur." Nanda menggerutu.

"Sesekali Refreshing, Nan. Biar gak suntuk di rumah terus," imbuh Andi.

"Iya deh, Pa." Akhirnya Nanda menyerah. "Pasti bakal lebih seru kalo ada Denan. Mama sama Papa, Nanda sama Denan."

"Udah. Ini hidup kamu yang baru," putus Andi.

"Kamu pasti bisa kok, sayang. Anak Mama kan hebat." Puspita mengusap lembut puncak kepala Nanda, meyakinkan putri kesayangannya.

Kini mereka hampir sampai di tujuan awal mereka, yaitu mengubah hidup Nanda. Mereka yakin cara ini bisa membantu Nanda untuk merubah cara hidupnya yang lama.

Akhirnya mereka sampai juga di tempat yang mereka tuju. Meskipun ini hanya taman komplek perumahan dan jarang sekali orang mengunjungi tempat itu namun taman itu terlihat sangat terawat. Cocok untuk menjadi lokasi ketika kita membutuhkan me time. Taman ini juga sangat pas untuk melepas penat.

Di tempat lain ada seseorang yang terkejut melihat kedatangan mereka bertiga di tempat itu. Seseorang itu mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan bahwa dirinya tidak berhalusinasi.

"Si cul-" lidahnya tercekat. Mana mungkin dirinya memanggil Nanda dengan sebutan culun.

"Nanda?"

"Sayang. Itu kayanya temen kamu deh," tebak Puspita dengan bersemangat.

"Temen sekelas," jawab Nanda setelah memastikan siapa sebenarnya orang yang memanggilnya tadi.

"Ya udah samperin gih," suruh Andi.

"Ah enggak deh," tolak Nanda cepat. Mana mungkin dia menghampiri sumber masalah. "Nanda sama kalian aja."

"Gak enak sama temennya. Sana disamperin."

Nanda mengerucutkan bibirnya. "Maksa banget sih." Terpaksa Nanda menghampiri seseorang itu.

"Kalo gitu Mama sama Papa duluan, ya?" pamit Puspita dari kejauhan.

"Aku ditinggalin nih? Emang orang tua paling tega kalian mah."

"Nanti pulang sendiri aja gak papa, ya? Mama sama Papa mau pacaran dulu," kekeh Andi.

Nanda memutar bola matanya malas. Lalu beranjak pergi.

"Akhirnya Nanda punya temen juga ya, Pa."

"Iya Papa juga ikut seneng. Ternyata usaha kita gak sia-sia." Andi ikut terenyuh. "Sekarang waktunya kita bernostalgia," lanjutnya sambil merangkul pinggang Puspita.

"Malu, Pa. Diliatin orang."

"Ngapain malu? Sepi gini."

"Malu sama umur."

"Umur tua tapi gaya muda."

"Bisa aja deh Papa nih." Puspita menyikut perut Andi, Andi meringis kesakitan.

__••__

Gimana nih yang muda? Masa kalah sama yang tua.

Jangan kaya author dong, betah menyendiri 😭

Hhe. Jangan lupa jejaknya 🥰




ACDP2 (Antara Cinta dan Persahabatan 2) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang