"Janji Senja"

30 6 3
                                    

Semilir angin berhembus menerbangkan surai hitam sepasang anak adam dan hawa yg tengah melangkahkan kaki menyusuri tepian pantai dengan latar langit senja yg indah, berjalan tanpa alas kaki sehingga dapat merasakan lembut nya hamparan pasir dan deburan ombak kecil yg membasahi kaki keduanya.

"Ne... " Panggilnya lembut

"Hmm?" Hanya sebuah gumam sebagai jawaban, tanpa mengalihkan pandangan dari indahnya bias jingga di langit saat sang surya mulai meninggalkan tempatnya karena tugas yg di emban untuk hari ini sudah selesai.

"Kamu mau nunggu saya?" Ine memutar tubuhnya menghadap seseorang yg berdiri tepat di belakangnya.

"Eh anjir, sejak kapan kita se formal itu?"

"Ae lah Ne, serius dikit napa, gue mau ngomong serius nih!" Ucap Dion kesal

"Ehehehe ok, sorry " Jawab Ine cengengesan.

"Ine, kamu mau nunggu saya? " Ulang Dion dengan nada serius

"Kalo takdir mengizinkan saya menunggu, pasti akan saya lakukan, berapa lama pun itu" Ine menampilkan senyum tulusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kalo takdir mengizinkan saya menunggu, pasti akan saya lakukan, berapa lama pun itu" Ine menampilkan senyum tulusnya

"Beri saya waktu 2 thn untuk mempersiapkan segalanya, saya janji akan datang meminta kamu dari Mama dan Papa." Ucapnya serius

Ine tersenyum mendengar keseriusan yg di ucapkan Dion.

"Tidak perlu berjanji, cukup lakukan apa yg ingin kamu lakukan. Bukannya saya tidak percaya dengan keseriusan kamu, saya hanya tidak ingin kecewa di masa yg akan datang, kamu tahukan? Terkadang takdir bisa begitu kejam, saya hanya ingin semuanya mengalir. Karena tanpa janji pun, jikalau tekadmu kuat dan takdir berpihak pada kita, pasti akan terwujud." Dion mengangguk, ia membenarkan ucapan Ine.

"3 tahun kita bersama, dan itu bukanlah waktu yg sebentar, kita sudah mengenal karakter masing-masing, bahkan keluarga kita sudah saling mengenal. Sayang bila nantinya kita berjalan di jalan yg berbeda. Saya ingin memperjuangkan kamu, saya harap kamu bisa sabar menunggu saya"

"Terimakasih sudah mau berjuang" Ine tersenyum tulus akan keseriusan laki2 di hadapannya itu. Sedikit tidak menyangka bahwa sosok yg biasanya kaku atau bahkan kekanakan bisa berkata sedewasa ini. Ine cukup takjub akan hal itu.

"Yon... "



"Iya?"


"Kalau suatu saat kamu mendapat pengganti saya di hatimu, seseorang yg lebih baik dan lebih segalanya, saya harap kamu jujur, katakan apapun itu meski hal pahit sekali pun. Saya tidak mau kalau penantian saya sia2. Saya ingin kejujuran, karena suatu hubungan yg berlandas kebohongan tidak akan pernah berujung manis."

Dion memegang kedua tangan Ine dengan lembut

"Baik, kalau begitu, mari kita berjuang bersama. Ibarat kita mendaki, kita pasti mendapat banyak kerikil disepanjang jalan yg mungkin bisa melukai kita, atau bahkan tergelincir karena jalan yg licin, namun saat itu terjadi, disaat salah satu dari kita merasa lelah, jatuh dan ingin menyerah, saya harap baik saya maupun kamu akan menariknya bangkit dan melanjutkan pendakian hingga nantinya kita akan berada di puncak, dimana kita bisa merasa bebas dan merasakan indahnya pemandangan dipuncak itu dengan saling bergandengan tangan. Memang tidak akan mudah, tapi setidaknya kita sudah berjuang bukan? Apapun hasilnya nanti, setidaknya kita menikmati prosesnya. Kamu mau kan mendaki bersama saya?"

Kelas BobrokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang