1

25.2K 1.6K 51
                                    

"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar.

Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi.

Nayla bukanlah mainan yang bisa dipindah tangankan begitu saja.

"Setelah delapan tahun lo meninggalkan dia tanpa kabar, sekarang seenaknya saja lo minta dia kembali?" tanya Ananta dingin.

"Gue masih suami sah Nayla. Pernikahan kalian tidak sah." Bisma mengeratkan rahangnya.

"Tidak sah kata lo?" Ananta pergi ke kamar, tak lama kemudian ia keluar dengan membawa dua buku nikah berwarna merah dan hijau. Buku nikah itu milik Bisma dan Nayla dulu.

"Baca!" Ananta melempar buku itu ke wajah Bisma.

"Di situ jelas terlulis, jika suami tidak menafkahi istrinya selama tiga bulan, otomatis telah jatuh talak."

Ananta hanya diam, ia tak berminat memungut buku nikah yang tercecer di depannya.

"Sebenarnya lo ngerti nggak sih tentang peraturan hidup berumah tangga?" sindir Ananta.

"Nay, ikut gue!" Bisma menoleh ke arah Nayla yang sejak tadi berdiri di dekat tangga. Wajah perempuan itu pucat pasi, tak sepatah kata keluar dari mulutnya.

"Nay, lo nggak dengar kata-kata gue?" Bisma mengeraskan suaranya, membuat Nayla kaget.

"Jangan kasar sama istri gue." Ananta memperingatkan.

Bisma tertawa sinis, "Sebelum jadi istri lo, dia udah jadi istri gue duluan."

"Ayo, Nay!" Bisma menarik pergelangan tangan Nayla. Sedang tangan satunya di tarik oleh Ananta. Kedua kakak beradik itu bersitegang memperebutkan Nayla.

"Nayla nggak akan ke mana-mana." Ananta menarik tangan Nayla ke sisinya.

Bisma melepaskan tangan Nayla, "Oke. Sekarang kita tanya ke orangnya langsung."

Nayla menelan ludah. Kerongkongannya terasa kering, ia butuh air.

"Nay, lo pilih gue atau dia?" Bisma bertanya dengan nada dingin. Membuat Nayla semakin menciut.

"Gue ...."

"Jawab, Nay!" Bisma berteriak dengan keras. Membuat Ananta marah.

"Jangan bentak istri gue!"

"Stop!" Nayla tanpa sadar berteriak. Ia sudah tak tahan mendengar perdebatan dua pria itu.

"Gue nggak bisa ikut sama lo, Bis."

Bahu Bisma merosot. Sedetik kemudian matanya memerah, menahan marah.

"Dasar jalang!"

"Brengsek lo!" Ananta yang mendengar istrinya dihina jadi naik pitam. Ia mencengkram kerah baju Bisma, bersiap memukulnya. Nayla hanya bisa menutup matanya.

Di saat yang tepat, ayah mereka muncul untuk melerai kedua kakak beradik itu.

"Ananta! Bisma!"

Hendra yang baru saja pulang dari mengantar istrinya berbelanja, kaget melihat kedua puteranya bersiap baku hantam.

"Ya, Allah, Bisma. Akhirnya kamu pulang, Nak." Hana memeluk puteranya yang tidak pulang selama delapan tahun.

"Kamu ke mana aja, Nak? Kamu baik-baik aja 'kan? Mama kangen sama kamu." Hana menciumi puteranya bertubi-tubi.

"Aku baik-baik aja, Ma." Bisma melepas pelukan mamanya.

"Bisma, kamu ikut Papa." Hendra pergi ke ruang kerjanya. Bisma mengikuti dari belakang, ia sempat menoleh dan mengarahkan pandangan penuh kebencian kepada Ananta dan Nayla.

***

"Lama nggak pulang, sekalinya pulang malah bawa masalah."

Bisma tak menjawab ucapan papanya. Pria itu menahan diri, rahangnya mengeras menahan marah.

"Kenapa baru pulang? Lupa kalau masih punya keluarga?" sindir Hendra.

"Aku ke sini mau bawa Nayla, Pa."

"Nggak bisa. Nayla udah jadi istri Ananta."

"Lelucon macam apa ini, Pa?" Bisma tersenyum getir.

"Kamu sendiri yang menyia-nyiakan dia. Meninggalkan dia tanpa kabar, seenggaknya kasih dia nafkah kalau kamu memang suami yang bertanggung jawab. Tapi apa? Kamu menghilang begitu aja. Pecundang!" Maki Hendra.

"Kamu pikir kami akan membiarkan dia menghabiskan masa mudanya demi menunggu kamu?"

"Pernikahan ini nggak sah." Bisma tetap bersikeras.

"Oke. Silahkan kamu gugat ke pengadilan." Hendra sengaja menantang Bisma.

Bisma merasa semua orang di rumah ini memusuhinya, kecuali mamanya. Ia jadi menyesal telah pulang ke rumah ini.

Bisma keluar dari ruang kerja papanya. Di luar sudah menunggu mamanya.

"Papa bilang apa?" tanya Hana cemas.

"Bukan apa-apa." Bisma pergi ke ruang tamu untuk mengambil kopernya. Ia merasa sudah tidak diharapkan di rumah ini.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku mau ke hotel, Ma." Bisma menarik kopernya ke arah pintu. Hana menahannya.

"Buat apa ke hotel? Ini 'kan rumah kamu juga."

Bisma tertawa pahit, "Aku udah nggak di harapkan di sini, Ma. Istriku aja lebih memilih laki-laki lain."

"Mama bisa jelaskan." Hana menahan lengan Bisma.

"Kalian semua sama saja." Bisma dengan cepat berjalan keluar.

"Kalau kamu pergi artinya kamu nggak sayang sama Mama!" Hana berteriak.

Bisma berbalik.

"Ma, nggak gitu ...." Bisma tak bisa berbuat apa-apa jika mamanya berkata seperti itu.

"Masuk, temani Mama makan."

***

Di meja makan telah terhidang berbagai macam makanan. Hanya ada Bisma dan mamanya di meja makan itu.

"Ucapan papa nggak usah diambil hati. Sekarang kamu makan dulu, ya?" Hana menyendokkan banyak nasi dan lauk ke piring Bisma.

"Cukup, Ma. Aku nggak lapar."

"Tapi ini sayur sop kesukaaan kamu."

Bisma memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. Hana tertawa senang.

"Enak?"

"Mama yang masak?"

"Bukan. Ini masakan Nayla."

Seketika Bisma meletakkan sendoknya. Nafsu makannya hilang seketika.

"Kok nggak dilanjutkan?" tanya Hana.

"Aku nggak mau makan masakan jalang seperti dia."

"Bisma!"

***

Halo, Gaes.
Ini cerita baru gue, sengaja gue ambil tema yang agak serius. Tapi pasti ada komedinya kok, tenang aja.

Insyaallah alurnya nggak janggal kok, gue udah riset di Google. Dan gue udah baca buku nikah juga, punya gue sendiri.

Memang ada kalimat kayak gitu, kalau suami nggak menafkahi istri selama tiga bulan, otomatis jatuh talak.

Kapan-kapan gue potoin, ya. Gue ss. Ini masih ribet nyari, nggak tau nyempil di mana buku nikah gue.

Apa gue nikah lagi aja, biar dapat buku nikah baru? Becanda Gaes, jangan diaminkan loh ya ....😁

Jangan lupa vomen, ya. Biar gue semangat. Baca komen kalian tuh mood booster banget tau. Semoga kerasan di lapak ini, selamat membaca 😘

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang