"Jujur sama gue. Lo nggak masuk dua hari kelayapan kemana?" Bisma menginterogasi Gendis. Kalau nggak mau ngaku, bakal dia siksa sampai ngaku. Bisma udah nyiapin bulu kemoceng, untuk menggelitiki kaki Gendis.
"Gue pinjem uang lo dulu, Bang. Nanti lebaran gue ganti. Biasanya kalau lebaran gue dapat angpao dari sodara-sodara." Gendis malah menjawab tak nyambung.
"Gue nanya apa, lo jawab apa. Jaka sembung lo." Bisma tak habis akal, dia pergi ke kamar Gendis, mengambil 'skinker' terbaru Gendis.
Gendis menutup mulut, "Omaigat! Serum gue yang baru beli."
"Ini kalau gue pecahin enak kali, ya?"
Bisma menimang-nimang botol serum itu. Ia sengaja melempar-lempar ke udara, lalu menangkapnya lagi. Hati Gendis was-was, seolah takut remuk.
"Sikopet lo, Bang!"Gendis memekik, ingin merebut serum miliknya.
"Lebih baik cerita sama kami, Dis. Kamu punya masalah apa?" Nayla mengelus paha Gendis.
Gendis menghela nafas, tampak sedang berpikir. "Sebenarnya gue dibully."
Bisma tak percaya begitu saja dengan alasan Gendis. Ia tau watak sang adik yang suka mencari kambing hitam. Waktu kecil kalau dia jatuh, maka lantainya yang disalahkan.
"Emang ada, anak yang berani bully lo?"
"Ada, banyak lagi. Kan Gendis malu." Gendis menahan air mata yang hampir tumpah.
Bisma jadi terenyuh, "Jadi beneran ada yang bully lo?"
"Iya, Bang. Kagak percayaan banget, sih? Walau gue kelihatan seterong, aslinya gue lembut di dalam."
Hana ikut mencak-mencak karena ada yang berani mem-bully putri kesayangannya.
"Emang mereka bilang apa?" Hana sampai menyingsingkan lengan bajunya.
"Katanya Gendis bo to the gel, alias bowgel."
Bisma memutar mata, "Lah, bukan bully itu, tapi jujur."
"Abang! Gendis sedih tau. Dikatain kayak gitu, hati Gendis langsung sakit. Kek digebukin orang sekampung."
"Katain balik dong, daripada lo, tinggi."
"Nggak mempan! Malah Gendis dikatain stunting, bonsai, liliput ...." Air mata Gendis hampir tumpah.
Lah, dia beneran sedih.
"Gendis sayang, biar kamu pendek kamu tetep imut kok, kawai." Hana memuji Gendis, siapa lagi yang akan memuji kalau bukan emaknya sendiri.
"Gue nggak percaya kalau ada yang berani bully lo? Apa 'tuh orang nggak takut kalau malemnya muntah paku?" Bisma masih saja meragukan cerita Gendis.
Bisma tau watak Gendis yang senggol bacok, ia belum lupa saat adiknya itu mendorong seorang gadis cabe-cabean ke dalam kolam. Yang berujung dia harus menyawer si gadis sebesar lima ratus lima puluh ribu.
"Lo pikir gue dukun santet, Bang? Gue dukun beranak, puas?" Gendis berteriak-teriak di telinga Bisma.
Bisma dengan kesal mendorong tubuh Gendis. Bisma merasa gendang telinganya bolong mendengar suara Gendis yang melebihi kerasnya toa masjid.
"Terus mau lo gimana? Apa perlu gue gamparin satu-satu temen lo itu?"
"Jangan! Nggak udah repot-repot. Biar Gendis yang urus. Asal abang mau modalin Gendis buat glow-up. Beliin Gendis skinker, biar mereka bisa nyadar. Biarpun Gendis bogel tapi bisa cantik kayak Raisa." Gendis memijit-mijit pundak Bisma. Biasa, emang gitu kalau lagi ada maunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...