3

14.5K 1.2K 22
                                    

Hana membangunkan Bisma untuk sarapan. Sebenernya Bisma malas bertatap muka dengan pria-pria yang ada di rumah ini. Dengan papa dan kakaknya, juga wanita sialan itu, Nayla.

Tapi karena mamanya memaksa, ia terpaksa turun juga. Di meja makan sudah lengkap anggota keluarganya. Kecuali Gendis.

"Mau ke mana, Bis? Kok rapi?" tanya Hana.

"Mau ke ekpedisi sebentar, Ma. Ada yang perlu diurus." Bisma melirik ke arah Nayla dan Ananta yang duduk di depannya.

"Aku mau sayur itu." Ananta berkata pada istrinya. Nayla dengan patuh melayani suaminya.

"Sekalian ambilkan buat Bisma, Nay." Hana menyuruh menantunya.

"Aku sarapan roti aja, Ma." Bisma menolak. Ia malas jika harus makan masakan 'wanita sial' itu. Ia yakin roti yang dimakannya bukan buatan wanita itu, ini roti buatan pabrik, ada plastiknya.

"Dari kemarin makan roti aja, kamu nggak lapar?" Hana mengoleskan selai ke roti Bisma.

Bisma menggeleng pelan. Sebenarnya ia kangen masakan rumahan. Bertahun-tahun terombang-ambing di laut, ia ingin makan masakan rumahan.

"Nanti mau mama masakin apa?"

Mata Bisma bersinar, ia senang karena mamanya peka.

"Kepiting saos Padang."

"Apa lagi?"

"Gurame asam manis." Bisma berkata perlahan.

"Oke, nanti mama masak."

Ananta melihat interaksi mama dan adiknya. Bisma memang anak kesayangan mamanya sejak dulu.

"Aku berangkat, ya. Ada meeting pagi-pagi." Ananta yang sudah selesai sarapan, berdiri dan mengambil snelli (jas dokternya) yang ia sampirkan di kursi. Tak lupa ia mencium dahi istrinya. Semua itu tak luput dari pengamatan Bisma.

"Papa juga berangkat." Pria tua itu meninggalkan meja makan tanpa menyapa Bisma.

Kini hanya ada Bisma, Nayla dan Hana. Sedang Gendis sudah berangkat sekolah dari tadi.

"Mama mau ke pasar dulu." Hana berjalan ke dapur sambil membawa piring kotor.

Nayla langsung berdiri dan mencegah mertuanya, "Biar aku aja yang nyuci, Ma."

"Udah, kamu terusin aja sarapannya. Sekarang di rumah ini udah nggak ada orang. Kalian bicara baik-baik, ya."

Bisma hanya diam mendengar ucapan mamanya. Apa lagi yang perlu dibicarakan. Ia sudah muak.

"Gimana kabar lo?" Nayla menyapa Bisma dengan suara bergetar.

"Seperti yang lo lihat. Gue masih hidup. Kenapa? Lo kecewa?" sindir Bisma telak.

"Bisma ...."

"Lo kelihatan bahagia menikah sama abang gue?" Bisma tersenyum sinis kepada Nayla.

"Mas Anta orangnya baik. Dia nggak pernah kasar."

Bisma kesal karena Nayla memuji Ananta di depannya.

"Gue dengar lo lagi hamil?"

"Baru jalan dua bulan."

Bisma diam, Nayla jadi canggung. Merasa tak ada yang dibicarakan lagi, Nayla bergegas pergi ke dapur.

"Tinggalin abang gue."

Nayla diam, kemudian dia membalikkan tubuhnya. Ia memberanikan diri menatap Bisma.

"Sebenarnya apa yang membuat lo marah?"

"Maksud lo? Gue nggak berhak marah melihat istri gue direbut sama abang gue?"

"Lo nggak pernah mencintai gue, kita menikah karena terpaksa. Kalau lo lupa."

Tentu saja Bisma tak pernah lupa ....

Flash Back

Bisma mendengar suara minta tolong dari kamar mandi. Suara wanita.

"Siapa saja yang di luar. Tolong! Gue terkunci di kamar mandi."

Bisma terpaksa masuk kamar mandi cewek di sekolahnya itu. Ia tak melihat satu orangpun ada di sana. Suara itu berasal dari satu pintu yang tertutup.

"Mundur!"

Bisma memerintahkan cewek yang ada di dalam untuk mundur. Ia mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu.

Nayla mengikuti instruksi cowok di luar. Ia mundur dan naik ke kloset.

Brak!

Terdengar suara pintu didobrak beberapa kali, hingga terbuka.

Nampak seorang cowok yang penuh keringat, baju seragamnya juga kusut. Wajah Nayla memerah karena takut.

"Keluar, lo udah aman." Bisma bergegas pergi sambil membersihkan seragamnya.

"Makasih." Nayla berteriak dari belakang. Bisma hanya menoleh sebentar dan mengangguk sekilas.

Tak disangka ada yang memergoki mereka keluar dari kamar mandi bersama-sama. Bahkan siswa itu sempat memvideokan.

Kabar bahwa Bisma keluar dari kamar mandi bersama seorang wanita dengan baju kusut dan keringatan, membuat seisi sekolah gempar.

Yah, Bisma memang populer di sekolah itu. Sedang Nayla hanyalah seorang siswi biasa yang ikut naik daun karena skandal ini.

Sampai berita itu sampai ke telinga guru BK. Berbekal bukti video, kedua orang tua anak tersebut pun dipanggil ke sekolah.

Akhirnya mereka mengambil jalan damai dengan menikahkan kedua anak mereka. Nayla masih ingat, betapa marahnya Bisma. Ia dengan keras menolak ide orang tuanya. Sedang Nayla hanya bisa pasrah. Ia wanita, di sini ia yang dirugikan karena pemberitaan itu.

Di rumahnya, Bisma mengamuk.

"Papa nggak bisa seenaknya begitu. Ini cuma salah paham aja, Pa."

"Semua sudah diputuskan. Akan lebih baik bagi kita semua, karena berita itu sudah menyebar."

"Tapi, Pa ...."

"Kamu jangan bikin aneh-aneh lagi. Tahun depan Papa dicalonkan jadi walikota, Papa nggak mau elektabilitas turun karena ulah kamu."

"Terus karena itu, Papa tega ngorbanin masa depan aku?"

"Kalau kamu memang anak berbakti, tolong sekali ini aja. Bantu Papa."

Bagi Bisma merosot. Menikah muda jelas bukan impiannya. Apalagi dengan wanita dari antah berantah. Ia hanya mengenal wanita itu sebagai adik kelasnya, hanya pernah bertemu beberapa kali di kantin sekolah.

Dengan marah Bisma memacu motornya menghampiri rumah Nayla. Tampak gadis itu sedang menyiram bunga dengan santai di depan rumahnya.

"Gue mau bicara." Bisma berkata dingin. Membuat Nayla takut. Ia seorang diri di rumah, ia takut Bisma kalap dan menganiaya dirinya.

"Mama papa nggak ada di rumah."

Nayla berjalan cepat ke arah pintu rumahnya, Bisma mencekal tangannya.

"Bilang sama orang tua lo kalau kita nggak bisa menikah."

"Ke-kenapa?" Nayla bertanya takut, ia tidak berani memandang wajah Bisma.

"Lo tanya kenapa? Ya memang kenapa kita harus menikah? Gue nggak ngapa-ngaoain lo. Seharusnya itu bisa dibuktikan lewat visum!" Bisma berteriak marah. Ia merasa ini tak adil untuknya. Seharusnya ia tak menolong Nayla waktu itu. Biar saja gadis itu terkunci di kamar mandi.

"Gue nggak mau di visum, gue takut!"

"Kenapa lo takut? Jangan-jangan lo udah nggak perawan? Sial! orang lain yang berbuat tapi gue yang harus bertanggung jawab." Bisma menendang pot bunga dengan marah.

Plak!

Nayla merasa tersinggung dengan ucapan Bisma, tangannya tanpa sadar mengayun. Ia menampar Bisma.

***

Hayoloh, pada gampar-gamparan 😁

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang