Keesokan harinya, Gendis datang menemui Nayla. Gadis itu mengajak Nayla ke salon. Sebenarnya Nayla malas. Tapi nasib jadi orang nggak enakan, dia nggak enak menolak permintaan Gendis.
"Kita perlu ke salon, Mbak. Biar nanti pas akad nikah Mbak jadi glowing, gitu." Gendis beralasan.
"Tumben Mama ngijinin kamu bawa mobil sendiri?" Nayla curiga karena biasanya Gendis naik ojek online jika menemuinya.
"Tadi Gendis yang maksa." Gendis beralasan.
"Aduh, ponakan onti udah siap! Kita berangkat sekarang, ya? Shepi, Go!" Gendis mengalihkan perhatian Nayla. Ia dengan cepat melajukan mobilnya.
Tiba-tiba Gendis menghentikan mobilnya di taman. Gadis itu melepas seatbelnya dan turun dari mobil.
"Dis, mau ke mana?" Nayla bertanya keheranan.
"Tugas gue udah selesai, Mbak."
Tiba-tiba Bisma muncul, pria itu segera masuk dan duduk di bagian kemudi. Menggantikan Gendis. Sedang Gendis berpindah ke kursi belakang.
"Halo, Boy?" Bisma mencium pipi Nathan yang duduk di pangkuan Nayla. Ingin mencium mamanya sekalian, sih. Tapi takut marah ....
"Tatata! Tatata!" Nathan kesal karena dipanggil boy, bayi itu tak suka. Ia sudah bosan meralat, nama gue Nathan, Papa! Nathan! Bukan Boy ....
"Ini rencana kamu, kan?" Nayla memutar bola mata malas.
"Kok aku? Kan kamu sendiri yang janji. Ingat, katanya mau pergi jalan-jalan se-ha-ri-an ...." Bisma menirukan ucapan Nayla.
"Sama anak nggak boleh bohong, Mama." Bisma tersenyum melihat wajah Nayla yang memerah.
Gendis memutar bola mata, ia bosan melihat adegan drama keluarga cemara di depannya.
"Ini kapan jalannya, sih?"
"Dis, lo pulang aja deh. Nih, ongkos ojol." Bisma merogoh saku bajunya, mengulurkan selembar uang merah dari sana.
"Oh, jadi setelah gue manis, sepah langsung dibuang? Mentang-mentang nama gue Gendis?" Gendis mencebik. (Gendis artinya gula, dalam bahasa Jawa Krama)
"Biar aja, Pa. Itung-itung bantu jaga Nathan." Nayla tertawa, tanpa sadar ia memanggil Bisma 'papa'. Emang udah pantes banget.
"Ah, Mbak Naylaaaa ...." Gendis merengek, karena Nayla ikut-ikutan jahat padanya.
"Dididis! Isik! Isik!" Nathan menoleh ke belakang sambil menutup kupingnya.
"Udah deh, terima aja nasib lo sebagai dayang. Mbok emban ...." Bisma masih belum puas menistakan Gendis.
"Abaaaang!"
"Mama, sekarang kita mau jalan ke mana?" Bisma sengaja memanggil 'mama' kepada Nayla. Membuat pipi Nayla bersemu.
"Terserah Papa aja." Nayla menjawab pelan.
Gendis yang ada di kursi belakang, jiwa kebaperannya bergejolak hebat.
"Ih, kalian jangan bikin gue baper bisa nggak, sih? Gue masih SMA, kalau gue pingin kawin gimana?"
Tak ada yang menghiraukan protes Gendis. Oke, gue nggak dianggap, gue manusia transparan!
"Gimana kalau ke bioskop? Kan waktu itu Mama nggak jadi nonton sama pacar Mama, terus Mama ngambek sama Papa." Bisma sengaja banyak menggunakan kata mama-papa. Rasanya senang sekali mengucapkannya.
"Langit! Berikan aku pasangan, aku pingin main mama-papa mama-papa an juga!" Gendis berdoa sambil menadahkan tangan.
Bisma memutar bola mata malas, berisik sekali makhluk hidup di belakangnya ini.
"Kita berangkat sekarang, Ma?" Bisma berkata dengan lembut kepada Nayla. Ditanggapi dengan anggukan malu-malu. Gendis jadi gemas sendiri.
"Elaaaah! Dari tadi kek. Shepi! Go!"
***
Nasib si Gendis ngenes amat ya 😂
Tenang aja, Dis. Habis ini lo minta belanjain yang banyak. Pantang pulang sebelum saldo ATM habis 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...