33

6.8K 790 5
                                    

Bisma sedang sarapan, ia mendengar mamanya sedang menelepon besannya, mama Nayla.

Mendengar nama Nayla disebut, Bisma ikut mencuri dengar.

"Kalau Nayla sakit, bawa aja Nathan ke sini, Jeng. Biar saya bantu jaga. Kebetulan saya udah kangen banget sama anak itu."

Nayla sakit?

"Oh, ya. Biar nanti saya ke sana sama Gendis."

"...."

"Iya, sama-sama, Jeng."

Hana menutup teleponnya. Tampak wajah Bisma yang sedang menunggu penjelasan darinya.

"Nayla sakit. Nanti Mama mau ke sana sama Gendis."

"Aku ikut, boleh?"

"Jangan dulu, ya. Keadaanya lagi nggak enak. Nanti malah nambah masalah." Hana melarang.

Bisma hanya bisa mengangguk, mungkin sebaiknya ia tak menampakkan diri dulu di depan orang tua Nayla.

***

Keadaan Nayla sudah membaik, tubuhnya sudah terasa agak segar. Di saat dirinya sudah sehat, giliran Nathan yang sakit.

Sejak semalam bayi itu rewel terus. Sepertinya rindu kepada Bisma. Tapi Nayla tak mau menyuruh Bisma datang ke rumahnya. Nayla tau, orang tuanya masih belum bisa memaafkan kesalahan Bisma.

"Papapa! Papapa!"

Mama Nayla sudah menghubungi Niko, pria itu datang segera setelah dihubungi.

Setelah diberi obat, panas Nathan sudah agak turun. Bayi itu juga sudah bisa tidur tenang, tidak rewel lagi.

"Papapa?" Nathan terbangun dari tidurnya.

"Iya, Sayang? Mana yang sakit?" Nayla mengelus punggung Nathan agar tidur kembali.

"Papapa!"

Nayla mengambil ponselnya, ia terpaksa menghubungi Bisma via video call. Pada deringan ketiga pria itu langsung mengangkatnya.

"Iya, Nay ...."

Nayla canggung saat melihat wajah Bisma di layar ponselnya.

"Nathan pingin ngomong."

Nayla mengarahkan layar ke wajah Nathan yang sedang berbaring. Melihat wajah Bisma di layar, Nathan segera bangun.

"Papapa?"

"Halo, Boy!"

"Papapa! Papapa!" Nathan menoleh ke arah Nayla. Seolah bertanya, apa wajah pria yang di layar ponsel itu adalah Bisma.

Nayla mengangguk.

"Kangen nggak sama Papa?"

"Anen! Anen!"

"Papa juga kangen sama kamu."

"Papapa!"

"Cepet sehat, ya. Nurut sama mama, jangan nakal. Biar bisa jalan-jalan lagi."

"Aalan-alan! Aalan-alan!" Nathan berteriak senang.

"Anak Papa kuat, ya. Nggak boleh rewel, makan yang banyak."

Seolah mengerti kata-kata papanya, Nathan mengangguk. Tiba-tiba batre ponsel Nayla habis. Wajah Bisma pun menghilang dari pandangan.

"Papapa?"

Nathan memukul-mukul layar ponsel. Nayla mengelus kepalanya, "Besok lagi, ya. Papa bobok dulu. Nathan juga bobok, biar cepet sehat."

Bayi itu mengangguk, berbicara sebentar dengan Bisma sudah mengobati rasa kangennya.

***

Keesokan harinya, Gendis datang bersama mamanya untuk menengok Nathan. Keadaan bayi itu sudah cukup membaik, walau di dahinya masih menempel plester penurun panas.

"Aduh, cucu Oma sakit apa, nih?" Hana menggendong cucunya.

"Papapa?" Nathan menanyakan, kenapa Bisma tak ikut.

"Iya, nanti kita ketemu papa, ya." Hana berbisik di telinga cucunya.

"Kapan kamu pulang ke rumah, Nay?"

Nayla diam mendengar pertanyaan mertuanya, ia tak tau harus menjawab apa. Tiba-tiba pintu diketuk, Niko datang sambil membawa mobil-mobilan untuk Nathan.

"Papapa?" Nathan kecewa karena mengira yang datang adalah Bisma.

"Halo, jagoan Mama. Gimana, udah sehat?" Niko mengeluarkan termometer dan menempelkannya di dahi Nathan.

Hana tidak curiga, karena mengira Niko adalah dokter keluarga biasa.

"Alhamdulillah, panasnya udah turun. Besok kita jalan-jalan sama mama, mau?" Niko menunggu jawaban Nathan. Bayi itu malah diam dan memandang ke arah Nayla.

Nayla mengangkat pundak, tak tau harus menjawab apa.

"Suka mobil-mobilannya?" tanya Niko, Nathan mengangguk.

Mama Nayla berbisik di telinga besannya, "Mereka cocok ya, Mbak?"

Hana hanya diam, ia kembali memperhatikan interaksi Niko dengan cucunya.

"Kami sudah sepakat ingin menikahkan Niko dan Nayla. Namanya aja udah serasi banget, tiga N. Niko, Nayla, Nathan." Heidi terkekeh.

Kepala Hana tiba-tiba pusing mendengar ucapan besannya.

***



Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang