Gendis melihat Bisma keluar dari kamar Nayla. Ia membungkam mulutnya dan bersembunyi di balik tembok. Gadis itu berusaha mencerna apa yang baru saja dilihatnya.
"Sial, kenapa gue harus lihat yang begini, sih? Terus gue harus gimana?"Gendis berjalan sambil berpikir. Tak terasa ia menemui mamanya di dapur.
"Dis, kamu kenapa?" Hana heran melihat putrinya yang berjalan seperti orang linglung.
"Ma, tadi Gendis lihat ...." Gendis menghentikan ucapannya. Ia takut setelah mengadu pada mamanya, akan terjadi perang Mahabharata di rumahnya.
"Lihat apa, Dis? Mama masih nungguin loh."
"Nggak jadi, Ma." Gendis cengengesan sambil menggaruk kepalanya.
Hana hanya memutar bola mata malas sambil meneruskan kegiatannya membuat cemilan untuk Rosi.
Tiba-tiba Bisma masuk ke dapur. Gendis menatapnya datar.
"Minggir, gue mau ambil susu di kulkas."
Bisma menggeser tubuh Gendis yang sedang bersandar di kulkas.
Gendis hanya menatap Bisma tanpa bersuara. Bisma mengerutkan dahi melihat tingkah adiknya yang aneh.
"Dia kenapa, Ma?"
Bisma bertanya pada mamanya. Sang mama hanya mengangkat bahu.
"Nggak tau, dari pulang sekolah udah gitu."
Bisma menempelkan telapak tangannya ke dahi Gendis, tidak panas.
"Lo kesambet kuyang?" tanya Bisma khawatir.
Tiba-tiba Gendis malah memegang tangan Bisma dan menyeretnya ke kamar.
"Lo kenapa, sih? Minta duit lagi? Nggak ada! Gue lagi bokek. Baru kemarin dibeliin aipon." Bisma mengira Gendis ingin meminta uang padanya.
Gendis memeriksa sekitar dan mengunci pintu kamar. Bisma heran melihat tingkahnya.
"Gue lihat lo keluar dari kamar mbak Nayla." Gendis bicara pada intinya.
Bisma hanya diam, ia tak menanggapi ucapan adiknya. Ia malah asyik minum susu kotak dengan sedotan.
"Awas kalau diulangi lagi. Gue nggak janji bakal bisa tutup mulut."
"Lo ngancem gue?" tantang Bisma.
"Mau lo apa sih, Bang? Cewek 'kan masih banyak. Cari yang lain kenapa? Kak Nayla tuh kakak ipar kita."
"Masih istri gue. Gue nggak inget pernah nalak dia." Bisma bicara dengan santai sambil meminum susunya.
"Kalau bang Anta tau, bisa ditusuk lo!"
"Lo belain dia? Gue yang beliin lo aipon, kalau lo lupa ...." Bisma menyentil dahi Gendis.
"Kalian 'tuh abang gue. Dan gue sayang sama kalian berdua." Gendis takut kedua abangnya bunuh-bunuhan karena memperebutkan Nayla.
Gendis masih butuh laptop baru, sepatu Jordan juga. Kalau kedua abangnya tewas, terus siapa yang mau jadi penyandang dananya?
"Denger, gue udah dewasa. Gue ngerti mana yang pantas mana yang enggak. Lo, anak kecil. Jangan ikut campur." Bisma mendorong badan Gendis agar keluar dari kamarnya.
"Gue belum selesai ...."
"Keluar! Gue mau ganti baju."
"Nggak mau!" Gendis tetap bertahan sambil berpegangan pada lemari.
"Ya udah terserah."
Dengan santainya Bisma membuka kemejanya, hingga terlihat perutnya yang kotak-kotak.
"Abang!" Gendis segera kabur dari kamar Bisma.
Rosi yang ingin mengantar cemilan ke kamar Bisma, heran melihat Gendis yang lari terbirit-birit.
Ia melongok ke dalam kamar Bisma.
"Bang, ongol-ongol."
"Taruh aja di situ."
Rosi menaruh piring di nakas tempat tidur, ia sempat melirik ke arah Bisma yang sedang sibuk memilih baju. Lebih tepatnya ke arah roti sobeknya.
Buset, itu perut apa kaplingan sawah? Bisa kayak gitu ....
Bisma mengerutkan dahi, "Lo ngapain masih di sini? "
"Gue lagi lihat pemandangan." Rosi cengengesan. Bisma memutar bola mata malas. Ia tau arah pandangan Rosi.
"Kenapa? Mau pegang?"
"Emang boleh?" tanya Rosi dengan wajah mupeng.
"Boleh aja. Habis itu lo gue lempar ke luar jendela."
***
Bang Bisma galak banget dah 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...