35

7.1K 795 7
                                    

Setelah Nayla menghubunginya, Bisma segera pergi ke rumah sakit. Ia segera mencari ruangan tempat Nathan dirawat. Saat masuk ke ruangan, ia dihadang papa Nayla.

"Mau apa ke sini?"

"Saya mau ketemu Nathan. Dia nyari saya." Bisma hendak masuk tapi dadanya didorong oleh papa Nayla.

"Pergi! Kami bisa mengatasi masalah ini sendiri."

"Tapi, Pa ...."

"Jangan panggil saya papa, saya bukan mertua kamu lagi." Papa Nayla memandang Bisma dengan tatapan penuh kebencian.

"Delapan tahun kamu ninggalin putri saya, untuk apa kamu kembali lagi?"

Bisma diam. Yah, untuk apa dia kembali ....

"Kami sudah menyiapkan pria yang baik sebagai papa sambung untuk Nathan. Pria yang mapan dan bertanggung jawab. Kamu nggak dibutuhkan lagi di sini. Sebaiknya kamu pergi. Jangan pernah ganggu Nayla lagi."

Niko keluar dari ruangan Nathan setelah memeriksanya. Ia memandang ke arah Bisma.

"Nathan nyariin kamu." Niko mempersilakan Bisma untuk masuk. Tanpa ragu Bisma segera masuk. Papa Nayla hanya bisa mendengus kasar.

"Papapa! Papapa!"

Melihat Bisma datang, Nathan senang sekali. Bayi itu ingin bangkit dari tidurnya, tapi badannya masih terasa lemah.

"Iya, sayang. Ini Papa." Bisma mencium kepala Nathan dengan sayang.

"Atit! Atit! Atit!" Nathan menunjukkan jarum infus yang menempel di punggung tangannya.

"Iya, sebentar lagi sembuh, ya?"

Heidi terharu melihat interaksi Bisma dan Nathan. Nayla memeluk pundak mamanya dari samping.

Papa Nayla masuk ke dalam ruangan,"Nay, papa ingin bicara." 

Nayla mengangguk, ia keluar ruangan diikuti tatapan Bisma.

***

"Kamu gila, Nay? Kenapa kamu ijinkan Bisma untuk dekat dengan anak kamu?" Papa Nayla tampak sangat marah.

"Tapi dia pamannya, Pa."

"Kamu 'kan tau dia kayak gimana? Kalau tiba-tiba dia pergi lagi, gimana dengan Nathan? Anak itu sudah terbiasa dengan kehadirannya."

Nayla hanya bisa menunduk, memang benar apa yang diucapkan papanya.

"Kamu masih mengharapkan dia?" Papa Nayla bertanya penuh selidik.

Nayla menggeleng pelan.

"Bagus. Papa harap kamu nggak lupa. Bagaimana teganya dia ninggalin kamu bertahun-tahun ...."

Nayla menyusut air matanya yang tiba-tiba mengalir.

"Jangan menangis lagi demi pria seperti itu. Buang-buang tenaga saja!"

Nayla mengangguk, ia menyusut air matanya secara kasar menggunakan punggung tangannya.

"Niko lebih cocok jadi papa sambung Nathan. Dia lebih baik dalam segala sisi, daripada Bisma."

Tiba-tiba Bisma keluar dari ruangan Nathan. Nayla menghampirinya.

"Nathan udah tidur?"

Bisma mengangguk. Ia melihat mata Nayla basah. Mungkin karena habis menangis.

"Sekarang kamu boleh pergi. Terimakasih sudah mau datang ke sini, dan terimakasih atas kepedulian kamu kepada cucu saya." Papa Nayla mengusir Bisma.

"Pa ...." Nayla menyentuh tangan papanya, agar berhenti memarahi Bisma.

"Om, boleh saya bicara sebentar?" Bisma memanggil papa Nayla 'Om'. Karena pria itu tak sudi di panggil papa olehnya.

"Bicara apa?" Papa Nayla membuang muka.

"Saya ... Mau melamar Nayla." Bisma berkata dengan yakin.

"Apa?" Papa Nayla tersenyum sinis. Sedang Nayla tampak syok.

"Saya janji akan membahagiakan Nayla. Saya sayang sama Nathan." Bisma berkata dengan bersungguh-sungguh.

"Memangnya kamu pikir saya keledai, yang bisa terperosok ke dalam lubang dua kali? Kamu pikir saya mau ambil resiko, dengan menyerahkan anak dan cucu saya kepada pria yang tidak bertanggung jawab seperti kamu?"

"Saya sudah berubah, Om. Kasih saya kesempatan. Saya mohon ...." Bisma memohon dengan wajah memelas. Kalau perlu ia akan bersimpuh di kaki papa Nayla.

"Saya sudah punya calon buat Nayla, yang lebih baik dari kamu."

Bahu Bisma merosot, "Tapi, Om ...."

"Nayla juga belum tentu mau kembali sama kamu."

Bisma menatap ke arah Nayla dengan tatapan penuh harapan.

"Nay, kamu mau 'kan kembali sama aku?"

Nayla diam, tak tau harus menjawab apa. Terus terang ia masih trauma, rasa sakit karena ditinggalkan oleh Bisma masih terasa. Luka itu masih basah.

"Nay, aku mohon ...."

Nayla hanya bisa menangis, ia sangat takut untuk mengambil keputusan. Ia takut Bisma akan mengecewakannya lagi.

"Nayla, berhenti menangis! Buat apa kamu buang-buang air mata demi pria seperti dia?" Papa Nayla menarik tangan Nayla.

Nayla melawan, "Pa ... Aku mau kembali sama dia."

"Nayla!"

***

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang