Ekstra part

9.3K 640 4
                                    

"Tante Hana, yuhu!" Suara cempreng Rosi membahana ke seantero ruangan.

"Tante? Rosi udah kambek, nih!" Rosi mengamati rumah dalam keadaan sepi.

"Apa habis kena bencana, ya? Terus seluruh penghuni ini sedang dievakuasi?" Rosi menggaruk pelipisnya. Ia meletakkan buah tangannya yang berupa roti gambang dan kembang goyang di atas meja.

"Elo, Ros?" Bisma yang baru turun dari kamar sambil menggendong Nathan menghampiri Rosi.

"Wah, ada kembang goyang. Bisa pas gini. Nayla lagi ngidam 'kan?" Bisma menurunkan Nathan. Ia meraih bungkusan plastik itu.

"Gue minta satu ya, Ros?" Bisma mencoba satu, tester. Siapa tau dalam kembang goyang bawaan Rosi itu mengandung zat-zat adiktif berbahaya.

"Enak, Bang? Itu bikinan Rosi loh."

"Enhaak, taphi aghak kherash. Lo phakhai tephung apha shemen, sih?" Bisma menjawab sambil mengunyah.

"Elah, Bang. Rosi udah bikin capek-capek juga. Ampe engsel sikut Rosi geser kelamaan goyang 'tuh cetakan."

"Ghue mintha dwa, yha?" Bisma mengambil lagi sebuah dan mengunyahnya.

"Nagih apa sakau lo? Katanya keras, tapi habis dua." Rosi mencebik.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu, "Bang, bukannya tadi lo bilang mbak Nayla hamidun?"

Bisma mengangguk, sambil terus mengunyah, "Buset Ros, ini kembang goyang apa genteng, sih?"

"Beneran hamidun, Bang?" Rosi memastikan.

"Iya, kenapa, sih? Kayak baru denger aja ada orang hamil? Ini bukan fenomena alam, Ros." Bisma menghentikan kegiatannya memakan kembang goyang  made in Rosi. Daripada giginya pada ikutan goyang.

"Hamil isinya bayi, Bang?"

"Iyalah, bayi, Ros. Masa isi helem bogo?" Bisma menoyor dahi Rosi dengan telunjuk saktinya.

"Yang bikin Rosi bingung, itu siapa yang investasi? Kan mbak Nayla jendes?"

"Lo, sih, kudet. Udah sold out, Ros." Bisma memuat mata.

"Hah, kapan? Kok Rosi nggak diundang? Lakinya siapa, Bang?"

"Adalah, ganteng pokoknya. Udah tajir, penyabar, perhatian." Bisma menyunggar rambutnya, ala-ala bintang iklan pomade.

"Itu orang apa nabi, Bang? Perfect banget?" Rosi mulai kepo dengan jati diri suami Nayla yang terbaru.

"Ah, gue mau tanya mbak Nayla. Amalan apa yang dia baca, biar bisa dapat suami model begitu. Rosi juga mau kali."

"Nayla lagi tidur." Bisma mencegah Rosi yang hendak pergi ke kamar Nayla.

"Laki model gitu, kira-kira ada kloningannya nggak, Bang?"

"Kayaknya nggak ada. Laki model gitu sih eksklusif. Kagak diproduksi secara massal." Bisma menjentikkan kukunya.

"Lah, kenapa, Bang? Seharusnya laki model begitu perlu dibudidayakan, biar kehidupan masyarakat semakin sejahtera."

"Karena laki-laki itu adalah gue." Bisma menyentak kerah bajunya.

Rosi melongo,"Hah? Seriusan, Bang? Jadi kalian remidi?"

"Lo kira ulangan anak sekolah?"

Tiba-tiba Rosi mewek, membuat Bisma kaget, "Lo kenapa ketawa, Ros? Ada yang lucu?"

"Gue mewek, Bang!" Rosi menyeka air matanya menggunakan kanebo yang tergeletak di rak sepatu.

"Oh, mewek. Lo sih nggak ada bedanya mau ketawa apa mewek. Sama-sama jelong."

"Gue bencik lo, Bang!"

"Gue ngapain lo, Ros? Apa gara-gara gue ngatain kembang goyang lo?" Bisma merasa agak bersalah.

"Bukan kembang goyang aja, Bang. Tapi muka gue juga lo katain! Lo nggak tau gimana perjuangan gue buat ngerawat nih muka? Gue dandan dari subuh, Bang."

"Demi siapa coba? Demi kadal kayak lo! Taunya lo malah refil sama mbak Nayla. Udah rugi skinker, rugi kembang goyang juga." Gendis tampak sangat marah dan sakit hati, sampai hidungnya kembang kempis, megar-megar.

"Elah, Ros. Lo 'kan tau, gue cuma anggap lo adek. Sederajat sama si Gendis."

"Tapi gue maunya jadi bini lo, Bang. Bukan adek lo." Rosi menangis sesenggukan, ia butuh sandaran, ia butuh pelukan.

Nyandar di batu nisan aja, Ros.

"Lah, gimana, Ros? Gue jadi enak, nih." Bisma merasa panik mendengar tangisan Rosi yang menyayat hati.

Ini salahnya juga, seharusnya ia tak membelikan cincin di pinggir jalan waktu itu. Yang mengakibatkan Rosi jadi baper berkepanjangan. Rosi bahkan masih memakai cincin itu. Warnanya sudah mulai menghitam.

"Poligami 'kan bisa?"

Bisma menggeleng takjub mendengar usul gila Rosi. "Gila, lo, Ros. Poli pantai aja gue kagak jago. Apalagi poligami? Bisa pontang penting gue!"

"Yang penting abang bisa adil. Lima hari pulang ke Rosi, dua hari pulang ke mbak Nayla, adil 'kan?"

"Gue rasa pas pelajaran matematika lo AFK deh."

Rosi meraih tangan Bisma,"Bang, nikahin, Rosi. Rosi rela jadi yang kedua. Nggak dikasih belanja nggak papa, asal abang bayarin hutang-hutang Rosi."

"Lo punya hutang, Ros?"

"Ada, nggak banyak sih, Bang. Cuma hutang buat pondasi rumah." Rosi memainkan anak rambutnya.

"Ros, lo udah pernah dislepet orang ganteng, belum? Mending lo minggat, sebelum gue khilaf."

"Assalamualaikum." Seorang pemuda perlente berdiri di luar pagar. Bisma melongok, Rosi bahkan sudah berjalan keluar.

"Waalaikum salam." Rosi menjawab dengan takjub. Ia men-screening penampilan pemuda itu dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi.

"Tuhan maha adil, hilang satu tumbuh seribu. Gue langsung dapat cash back, Bok."

***

Tuh cowok ganteng siapa, ya? Apa calon pebinior? Apa sales kartu kredit?Penasaran kagak, oi?

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang