"Mau nyari apa, Bang?" Rosi heran saat Bisma mengajaknya ke toko perlengkapan bayi.
"Kita kan belum nikah, Bang? Belum nyetak anak juga."
Bisma mengabaikan ocehan Rosi. Ia sibuk memilih box bayi.
"Buat bayinya Mbak Nayla, ya?"
Bisma mengangguk. Seorang pramuniaga datang menghampiri mereka.
"Itu keluaran terbaru, Bapak, Ibu."
Wajah Rosi memerah. Ia senang karena pramuniaga itu mengira ia dan Bisma adalah sepasang suami istri yang sedang mencari perlengkapan bayi.
"Kalau boleh tau, kandungannya udah berapa bulan, Ibu?" Pramuniaga itu mencoba bersikap ramah.
Wajah Rosi langsung berubah sinis. Memangnya perutnya buncit seperti wanita hamil?
"Ini isinya bukan bayi, Mbak. Tapi bansos."
Merasa salah bicara, pramuniaga itu pun meminta maaf.
***
Gendis menghampiri kamar Bisma. Ia melihat abangnya itu sedang push up. Kalau Rosi yang lihat pasti mupeng berat.
"Bang!"
Gendis duduk di punggung Bisma. Membuat Bisma menoleh.
"Turun! Lo berat."
Gendis cemberut karena Bisma menyinggung masalah berat badan. Ia mengabaikan perintah Bisma untuk turun.
Badannya ikut terangkat saat Bisma mengangkat tubuhnya. Gendis malah senang, karena berasa naik kuda-kudaan.
"Tadi Rosi cerita, katanya abang pesen boks bayi buat mbak Nayla?"
"Buat ponakan gue." Bisma menjawab sambil terus melakukan push up. 500, 520, 530 ....
"Katanya bokek? Duit dari mana lo? Gue lihat lo nggak pernah kerja?" tanya Rosi curiga.
"Gue ikut trading."
Gendis manggut-manggut, matanya menjelajah ke penjuru kamar.
"Nah, itu lilin apa? Lo ngepet, ya?"
Bisma memutar bola mata, "itu lilin aroma terapi."
"Oh, kirain lo ngepet."
Tiba-tiba Bisma berdiri, membuat Gendis terjungkal. Keripik kentang yang dibawanya jadi berserakan ke lantai.
"Buruan pungutin!" kata Bisma galak.
Gendis memunguti keripik itu, sebagian dimasukkan ke mulutnya.
"Kata mama pamali tau beli barang-barang kayak gitu. Kan kandungan mbak Nayla masih kecil."
"Gue inden, barangnya juga belum ada."
"Udah kayak bapak siaga aja lo. Padahal lo masih perjaka. Eh, perjaka nggak, sih?" Gendis meragukan kata-katanya sendiri.
"Lo ke sini mau ngomong apa sebenarnya?" Bisma jadi tak sabar.
"Mama nyuruh nganterin mbak Nayla periksa. Bang Anta lagi ada perlu. Mama sakit perut. Sebenarnya tadi nyuruh gue, sih. Tapi gue mau pergi sama temen gue ...."
"Biar gue aja."
"Yes, makasih Abang." Gendis berlari keluar kamar Bisma dengan riang.
***
"Periksa kandungannya lain kali aja. Kasian Mama sakit di rumah. Nggak ada yang nunggu." Nayla sungkan jika harus periksa kandungan diantar Bisma.
"Berangkat aja, Nay. Mama di rumah sama papa. Sebentar lagi juga papa pulang." Hana mencoba membujuk Nayla.
Akhirnya Nayla mau periksa kandungan diantar Bisma.
Setelah mengambil nomor antrian, mereka menunggu di ruang tunggu. Tampak beberapa bapak-bapak muda yang juga sedang mengantar istrinya periksa.
"Kandungan istrinya udah berapa bulan, Mas?" tanya bapak-bapak di sebelah Bisma. Istri bapak itu sedang ke kamar mandi.
Bisma yang tau apa-apa hanya diam, Nayla yang menjawab.
"Tiga bulan, Mas."
"Oh, udah masuk trimester kedua dong, ya. Udah aman."
Nayla hanya mengangguk singkat.
Tiba-tiba bapak itu berbisik di telinga Bisma.
"Istrinya nggak ngidam aneh-aneh, Mas?"
Istrinya, Bisma senang bapak itu salah paham padanya.
"Nggak, Pak."
Nayla memang tidak pernah meminta yang aneh-aneh kepada Bisma. Toh suaminya Ananta, bukan dirinya.
"Syukurlah. Istri saya mah ngidamnya aneh. Pernah dia nyuruh saya pakai kostum anime, nari Korea juga. Terus dia juga sering dandanin saya pakai makeup dia, katanya pingin anak cewek."
Bisma tersenyum mendengar curhatan bapak itu.
Nama Nayla dipanggil, entah mengapa Bisma refleks ikut masuk ke ruangan.
"Silahkan, Ibu."
Suster menuntun Nayla untuk naik ke ranjang, untuk melakukan pemeriksaan USG.
Saat baju Nayla disingkap untuk mengoleskan gel, Bisma memalingkan wajahnya.
"Anaknya sehat, Bapak," kata dokter.
Mau tak mau Bisma melihat ke arah monitor, hanya ada gambar bulatan hitam, ia tak paham maksudnya.
Setelah diperiksa, dokter meresepkan vitamin yang harus ditebus.
"Sudah memasuki trimester kedua, sudah aman kalau mau melakukan hubungan. Tapi tetap harus hati-hati, ya."
Wajah Nayla memerah. Seharusnya ia tak membiarkan Bisma ikut masuk.
***
Sudah aman, Bang. Yuklah gaskeun😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...