"Dia janji mau balik saat jam makan siang."
Nayla menerawang. Selesai menyuapi Nathan, Bisma dan Nayla mengobrol di teras.
Bisma hanya bisa menghela nafas berat. Yah, sudah takdir.
"Gue nggak nyangka. Ternyata dia tukang bohong. Buktinya sampai sekarang dia nggak balik-balik. Gue benci dia." Mata Nayla basah, luka itu masih belum kering.
"Udah, Nay. Ikhlasin bang Anta. Semuanya udah takdir." Ingin rasanya Bisma membawa Nayla ke dalam pelukannya. Tapi nggak mungkin.
"Ini lebih sakit, daripada saat lo ninggalin gue."
Bisma hanya diam. Tak tau harus menjawab apa. Nathan masih ada di pangkuannya, sedang memainkan kancing baju Bisma. Bayi itu tampak tak terganggu dengan percakapan mereka. Anteng saja dia bermain, mungkin karena kenyang.
"Waktu lo ninggalin gue, saat itu gue masih berpikir ada peluang lo bakal kembali, dan gue bisa lihat lo lagi. Tapi ini ... Gue nggak akan bisa lihat suami gue lagi ... Selamanya ...." Nayla mulai menangis, pertahanannya runtuh.
Bisma hanya bisa memandangi wanita itu menangis tersedu-sedu di depannya. Tangannya terulur untuk mengelus kepala Nayla, tapi ia urungkan.
"Mamama?" Melihat mamanya menangis, Nathan menghentikan kegiatannya memainkan kancing baju Bisma.
"Papapa!" Nathan mendongak dan memukul wajah Bisma. Mengira Nayla menangis karena ulah Bisma.
"Bukan gue, Boy." Bisma mengamankan wajahnya yang dipukuli Nathan secara membabi buta.
Tak disangka-sangka, Nayla tertawa melihat kejadian itu. Ia tertawa lepas, sudah lama ia tak tertawa seperti ini.
Gue lega lihat lo ketawa, Nay.
Melihat mamanya tertawa, Nathan semakin bersemangat memukuli Bisma dengan tangan kecilnya.
"Aduh! Aduh! Nay, anak lo bar-bar nih."
"Papapa!"
Hana menangis haru melihat adegan itu dari balik tembok.
"Mama kenapa nangis?"
Hana terlonjak kaget saat melihat Gendis sudah ada di belakangnya, ternyata Gendis juga ikut mengintip.
"Mata kamu juga basah." Hana menunjuk mata Gendis.
"Bocor ini, Ma." Gendis beralasan, kemudian ia buru-buru kabur ke kamarnya.
***
"Kapan balik ke laut?"
Bisma kaget mendengar pertanyaan Nayla. Apa dirinya sedang diusir? Bisma merasa agak sedih.
"Dua minggu lagi."
"Oh." Nayla hanya diam sambil menatap jalanan.
"Jangan terlalu dekat dengan Nathan."
"Kenapa?" Bisma mengerutkan dahi.
"Kalau lo nggak ada, nanti dia nangis nyariin lo."
"Oh." Bisma hanya diam. Sejujurnya ia merasa berat, dirinya sudah kadung sayang kepada bayi lucu itu.
"Nay, kalau lo keberatan gue nggak akan berangkat." Bisma terkejut dengan ucapannya sendiri. Kata-kata yang seharusnya ia ucapkan di dalam hati itu keluar begitu saja.
"Lo berangkat aja."
Bisma kecewa dengan jawaban Nayla. Ia mengharapkan wanita itu mencegahnya.
"Tempat lo 'kan di laut, bukan di darat," kata Nayla sambil tersenyum.
Bisma ikut tersenyum, "Gue makhluk amfibi, bisa hidup di dua alam, darat dan air."
Nayla tertawa mendengar ucapan Bisma. Bisma lega. Ia ingin melihat Nayla tertawa lebih banyak.
"Tapi gue suka liat lo pakai seragam pelaut, kelihatan gagah."
Nayla tak sadar pujian sambil lalunya ditangapi serius oleh Bisma. Wajah pria itu merona, jantungnya berdebar kencang.
"Nay, lo lagi ngebaperin gue?"
***
Jjiah, ada yang baper tapi kagak makan, siapa tuh? Orang diet 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...