Bisma mengantarkan Nayla sampai teras, di rumah itu sedang sepi. Mama papa Nayla sedang keluar. Pergi ke rumah neneknya.
"Kamu masuk dulu." Bisma membuka kunci pintu untuk Nayla.
"Nggak mampir dulu?"
"Nggak usah, udah malam. Nggak enak kalau mama papa tiba-tiba pulang." Bisma menolak.
Sebenarnya Bisma masih canggung bertemu papa Nayla. Nampak sekali pria tua itu masih kesal padanya. Yah, siapa yang tidak kesal kalau anak perempuannya digantung bertahun-tahun tanpa kejelasan. Untungnya mama Nayla sudah bisa memaafkan Bisma.
"Biasanya kalau udah di atas jam sepuluh gini mereka nggak pulang. Nginep di rumah nenek."
Nayla, kamu sengaja mengkode nyuruh aku nginep apa gimana? Tahan sebentar lagi, Nay. Stay halal ....
Gendis menekan klakson karena tak sabar, matanya sepet, perutnya begah. Ia ingin segera sampai rumah, ia rindu pulau kapuk di kamarnya.
"Aku pulang, ya." Bisma berpamitan, ia mengusap pelan kepala Nathan dalam gendongan Nayla.
"Tititi!" (Hati-hati)
Bisma tersenyum, kok nggak disuruh nyium mama? Suruh dong, Nathan ....
"Bang! Buruan! Perut gue mules kebanyakan makan rendang. Gue pingin boker." Gendis berteriak-teriak dari dalam mobil. Kepalanya melongok seperti kura-kura.
Sudahlah, sepertinya malam ini memang nggak ada kiss scene ....
Bisma berjalan dengan lesu ke arah mobil, enggan berpisah dengan anak dan istrinya. Ciye, anak istri!
"Kayak mau pergi ke medan perang aja lo! Besok juga ketemu lagi." Gendis mencibir tingkah bucin kakaknya.
"Gendis, lo pakai baterai apa, sih? Dari tadi nggak habis-habis lho. Masih nyaring aja." Bisma keheranan, apa nggak bisa itu mulut di-mute sebentar. Nyerocos mulu, kayak sound kang tahu bulat.
"Gue pakai aki." Gendis cengengesan.
"Bang, liat nih!" Gendis menunjukkan foto yang diambilnya secara candid. Foto Bisma dan Nayla saat di Bioskop.
"Bagus, coba share ke gue. Mau gue jadiin wall paper."
"Satu foto lima ratus ribu." Gendis menadahkan tangan.
"Otak komersil lo! Cuan mulu pikiran lo." Bisma tak habis pikir dengan sifat adiknya yang seperti Tuan Crab.
"Kata orang, kita harus pandai memanfaatkan peluang yang ada."
"Lo kira gue nggak tau, tadi lo nilep dana bansos banyak banget?" Bisma bukan tak tau kalau harga tiket dan pop corn tadi sudah di mark up oleh Gendis.
"Sodakoh, Bang."
"Gue bukan bapak asuh lo, ya!" Bisma menjewer telinga Gendis.
"Sakit, Bang. Kebanyakan dijewer gue bisa amnesia." Gendis mengusap telinganya yang terasa panas.
"Makanya nabung, kalau mau beli apa-apa itu. Jangan kerjanya malakin gue mulu."
"Gue nabung, Bang. Ke kang somay, kang cilok, kang tahu aci."
Bisma memutar bola mata malas. Berdebat dengan Gendis bisa bikin hipertensi. Sabar, bentar lagi kawin.
"Gimana lagi, dong. Mau beli skinker nggak punya penyandang dana. Pacar nggak punya, suami nggak punya, gadun juga nggak punya." Gendis memilin ujung bajunya.
"Astagfirullah, Gendis. Jangan mentang-mentang nama lo Gendis. Terus lo mau jadi sugar baby. Kalau gue jadi gadun-nya, gue juga ogah miara lo. Udah makan lo banyak, kerjaan lo rebahan mulu kek anak bangsawan." Bisma memberi tausiyah kepada sang adik.
"Namanya juga usaha, Bang. Orang bilang, Tuhan nggak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu nggak mau berusaha." Gendis berkilah.
"Orang mana yang bilang?"
"Ada noh, pak ustadz di utub."
"Maksudnya usaha yang halal, Dis. Bukan jual diri kayak gitu. Lo dagang apa kek, pop ice kek, mi lidi kek, seblak kek."
"Udah, Bang. Gue jual di e-commerce."
"Apa yang lo jual, hah?"
"Abang laknat kayak lo, siapa tau ada yang butuh buat tumbal proyek. Eh, malah nggak laku." Gendis menjawab polos.
"Kalau bukan adek, udah gue geprek lo!" Bisma mengelus dada.
"Bang, ini kita ngobrol mulu di sini? Kagak jalan-jalan?"
Bisma baru sadar, dari tadi mereka masih di depan rumah Nayla.
"Pasang seat belt lo! Ntar ada polisi gue ditilang lagi." Perintah Bisma galak.
"Pasangin! Nggak nyampe, nih." Gendis berucap manja.
"Gimana mau sampai? Itu depan lo aja gede gitu." Bisma baru sadar ada yang aneh dengan adiknya.
"Kenapa dada lo bengkak gitu? Lo apain, hah?" Bisma bertanya curiga.
"Ih, Abang. Nggak pernah kenal pelajaran biologi, deh. Ini namanya evolusi, pertumbuhan manusia."
"Jujur sama gue! Itu isinya apa? Jangan-jangan isinya bansos, apa helem bogo?" Bisma menunjuk-nunjuk dada Gendis.
"Iya-iya, gue jujur. Ini isinya kaos kaki tiga setel."
"Ya Allah, Gendis. Nggak takut infeksi lo? Pantesan dari tadi mobil gue bau oncom."
***
Udahlah, gue nggak tau mau ngetik apa. Gue ketik aja apa yang ada di otak gue 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...