Malam ini Bisma dan Nayla hanya tidur berdua di resort. Nathan sudah dibawa pulang oleh Gendis dan Hana.
"Sepi, ya. Kalau nggak ada Gendis sama Nathan." Nayla melihat ke luar Jendela. Nampak kelap-kelip lampu dari kejauhan.
"Mau jalan-jalan?" Bisma menawarkan. Ia ingin membawa Nayla berjalan-jalan di dermaga.
Nayla mengangguk, ide jalan-jalan itu sepertinya boleh juga.
***
Nayla mengusap lengannya yang terasa dingin. Bisma yang menyadari hal itu segera membuka jaketnya.
"Makasih, Pa." kata Nayla saat Bisma memasangkan jaketnya.
"Sama-sama. Upahnya mana?" Bisma menyodorkan pipinya.
Nayla memutar mata, "Dasar pamrih."
Namun begitu ia tetap menghadiahkan ciuman di pipi.
"Pa, aku penasaran."
"Apa?"
"Sejak kapan Papa mulai cinta sama Mama?"
Nayla sungguh ingin tahu. Sejujurnya ia tak menyangka Bisma bisa mencintainya. Nayla ingat laki-laki itu pernah menolak keras pernikahan mereka dulu.
"Nggak tau. Mungkin sejak kita tinggal di apartemen."
"Oh. Gitu." Nayla mengangguk pelan.
"Kalau Mama sendiri, kenapa sampai setres waktu Papa pergi? Katanya nggak cinta?"
"Ih, bukan setres, Papa. Tapi depresi." Nayla meralat dengan sebal.
"Iya, itu maksudnya."
Nayla menghela nafas, mengumpulkan niat untuk mengorek luka lamanya.
"Karena Mama merasa tersinggung." Nayla berkata pelan.
Bisma mengerutkan dahi.
"Mama tersinggung karena Papa pergi tanpa pamit. Nggak ada kabar lagi."
"Mama pikir, apa Mama jelek banget, ya? Sampai-sampai Papa males liat muka Mama."
"Bukan gitu, Ma ...." Bisma memotong.
"Mama merasa nggak dihargai. Apalagi nggak ada kabar berita. Orang tua Mama nggak terima. Keluarga Papa habis dimaki."
"Mama setres, nggak tau harus gimana. Mau lanjutin kuliah juga malas."
Bisma merangkul bahu Nayla, "Maaf, buat semua air mata yang pernah jatuh karena Papa."
"Dari kemarin minta maaf terus. Apa nggak bosen? Udah kayak lebaran."
"Pokoknya Papa janji, setelah ini hanya akan ada kebahagiaan diantara kita berdua." Bisma berkata dengan serius.
"Bertiga." Nayla meralat.
"Iya, bertiga. Sama Nathan. Sama anak-anak kita yang belum lahir."
"So sweet."
"Ma ...."
"Iya?"
"Nggak ada kiss scene buat closhing?" Bisma sadar, ini adalah part terakhir yang ditulis author.
"Ih, Papa. Dipikir film Disney?" Nayla malu-malu meong.
Tiba-tiba ponsel Nayla berdering. Video call dari Gendis.
"Mamama!" Tampak wajah imut Nathan di layar.
"Iya, Sayang. Kok belum Bobo?"
"Mawdede! Mawdede!" Di belakang Nathan, terdengar suara Hana dan Gendis yang membisikinya.
Bisma ikut nyempil, "Sabar, ya. On the way, taun depan launching."
Wajah tembem Gendis tiba-tiba muncul di layar, "Ciye, yang kerja setoran!"
"Mamama! Ating! Ating!" (Figthing)
Bisma mencium pipi Nayla, semua itu tampak oleh Gendis di layar.
"Omaigat! Mata gue bisa katarak."
TAMAT
Gue tamatin sampai sini aja, ya. Nggak tahan gue kalau adegan sweet gini. Ngilu gigi gue.
Makasih yang udah baca cerita ini sampai akhir. Terus terang waktu ngerjain ini gue mood banget, ngalir aja idenya kek pipa rucika. No nge-lag Pokoknya.
Tiga hari langsung hajar ... Ampe tamat. Dipotong insiden draft ilang tujuh part, Bok! Kebayang nggak rasanya nulis ulang? Uh, kek ulangan remidi.
Biasanya kalau cerita gue kaya gitu, pakai insiden draft ilang, viewsnya bisa jutaan, minim ratusan ribu lah. Kayak cerita gue Mantan Kampret (mampir oi) Semoga yang ini juga. Aamiin.
Gimana kesannya setelah baca cerita ini? Nggak jelas, nggak paham, suka, apa B aja? Jujur, kacang ijo 😂
Makasih buat yang udah vomen, gue sayang kalian. 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...