34

6.8K 770 3
                                    

Setelah dari rumah besannya, Hana lebih banyak diam. Gendis sampai khawatir dengan keadaan mamanya.

"Ma? Mama nggak papa?"

Hana menggeleng pelan. Itu justru membuat Gendis makin khawatir. Tak biasanya mamanya yang bawel itu berubah jadi pendiam.

Bisma yang sejak tadi memperhatikan mamanya, juga ikut khawatir. Ia menyentuh dahi mamanya, nggak panas ....

"Mama mau aku belikan martabak?" Bisma memijat bahu mamanya.

Hana menggeleng. Martabak juga nggak mempan ....

"Ma, mau belanja ke mall? Aku anterin, ya?"

Hana menggeleng lagi. Ini benar-benar aneh. Oke, jurus terakhir ....

"Belanjaan Mama di e-commerce, aku check out-in, ya?"

Hana meraih tangan Bisma. "Makasih. Mama nggak minta apa-apa. Mama cuma mau minta satu hal sama kamu ...."

"Apa, Ma?" tanya Bisma bersemangat.

"Cepat kamu nikahi Nayla. Mama nggak mau cucu Mama diasuh laki-laki lain."

Bisma memikirkan kata-kata mamanya. Ia jadi teringat Niko. Pantas jika orang tua Nayla ingin mempunyai menantu seperti dia. Sudah sopan, mapan, dokter anak pula.

Entah mengapa Bisma jadi rendah diri.

***

Malam harinya suhu tubuh Nathan kembali naik, bayi itu juga tampak menggigil. Karena takut terjadi sesuatu, Nayla segera menghubungi Niko. Pria itu menyarankan untuk membawa Nathan ke rumah sakit tempat dia bekerja.

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, ternyata Nathan mengalami demam berdarah. Dan diharuskan untuk rawat inap.

Nayla teringat, beberapa hari ini ia sering berkebun, maklum taman di rumah orang tuanya memang luas. Dan Nathan sering menemaninya. Mungkin di sanalah Nathan digigit nyamuk demam berdarah.

Sebagai seorang ibu Nayla merasa tidak becus, ia telah lalai menjaga anaknya sendiri.

"Nay ...."

Niko menghampiri Nayla yang sedang menunggu di depan ruang gawat darurat. Nayla tidak diperbolehkan masuk, karena didalam masih dilakukan perawatan untuk Nathan. Niko memberikan sebotol air mineral. Nayla menerimanya.

"Tenang, Nay. Nathan akan baik-baik saja." Niko menepuk pundak Nayla.

"Gue ngerasa nggak becus sebagai ibu." Nayla menahan air matanya.

"Jangan menyalahkan diri sendiri. Ini sudah takdir."

Nayla mengangguk. Niko terenyuh melihat keadaan wanita itu. Wajahnya tampak lelah, matanya sayu. Bolehkah Niko membawa wanita itu dalam pelukannya?

"Bisma sudah dikasih tau?"

Nayla mendongak, lalu menggeleng. Ia tak mau lagi membawa-bawa Bisma dalam kehidupannya. Ia tak mau merepotkan pria itu lagi.

"Saran gue, sepertinya lo harus menghubungi dia."

***

Nayla sudah diperbolehkan masuk ke ruangan Nathan. Tampak bayi itu tidur pulas. Melihat infus dan alat bantu pernapasan yang menempel di tubuh anaknya, hati Nayla terasa teriris.

"Maafin Mama, ya, Nak. Mama nggak becus jaga kamu."

Nayla tak bisa tidur sama sekali, ia terus menunggu di sisi anaknya.

"Nay, tidur dulu. Biar Mama yang jaga." Heidi mengelus punggung Nayla.

Nayla menggeleng, ia tak mau meninggalkan anaknya sedetikpun. "Nayla nggak ngantuk, Ma."

Nayla beralasan, padahal tubuhnya terasa sangat lelah. Ia takut Nathan mencari dirinya saat terbangun nanti.

Heidi menghela nafas, "Nanti kamu sakit. Wajah kamu kelihatan capek banget. Istirahat sebentar. Nanti kalau Nathan bangun, Mama kasih tau kamu."

Nayla mengangguk, ia tak boleh sakit. Nathan masih membutuhkan dirinya. Ia beranjak ke sofa untuk beristirahat.

Tiba-tiba Nathan terbangun.

"Papapa! Papapa!" Nathan mengigau dalam tidurnya. Ia mencari Bisma.

"Nay, dia kangen Ananta."

"Bukan, Ma. Dia nyari Bisma." Nayla berkata pelan.

Heidi kaget mendengar penuturan Nayla, "Bisma ada di sini?"

Nayla mengangguk, "Sudah beberapa minggu dia ada di rumah mama Hana. Dan Nathan sudah akrab sama dia."

Heidi menghela nafas, "Kenapa kamu biarkan Nathan dekat sama dia? Pria itu nggak bisa diharapkan, Nay. Bagaimana kalau dia tiba-tiba pergi dan menghilang kayak dulu? Gimana kalau Nathan nyariin dia kayak gini?"

"Papapa! Papapa!"

Nayla segera mengambil ponsel, ia terpaksa menghubungi Bisma. Demi Nathan ....

"Mau apa?" Heidi mencegah.

"Mau menghubungi dia, Ma." Nayla mencari nomor kontak Bisma. Heidi segera merebut ponselnya.

"Nggak usah. Jangan bikin Nathan tergantung sama dia."

"Tapi, Ma ...."

"Panggil aja Niko."

"Tapi Nathan nyariin Bisma, Ma. Bukan Niko." Nayla berkata frustasi.

"Mama lebih suka Niko yang jadi papanya Nathan. Dia pria yang mapan dan bertanggung jawab. Nggak seperti Bisma."

Mendengar nama Bisma disebut, Nathan semakin rewel mencarinya, "Papapa! Papapa!"

"Ma, bisa kita bicarakan ini lain kali? Sekarang Nathan butuh Bisma. Aku mohon, Ma." Pelan-pelan Nayla mengambil ponselnya dari tangan mamanya.

Ia menghubungi Bisma, dan langsung diangkat pada deringan kedua.

"Iya, Nay ...."

"Bisa ke rumah sakit sebentar? Nathan sakit, dia terus nyariin lo."

"Gue ke sana!"

***

Wuih, gercep nih bang Bisma. Tipe-tipe bapack-bapack siaga.




Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang