Nayla menangis setelah membaca surat dari Bisma. Ia benci, kenapa Bisma harus meninggalkan surat untuknya. Seharusnya pergi saja seperti dulu, nggak perlu ninggalin surat yang membuat Nayla merasa bersalah.
Ananta yang baru pulang kerja kaget, saat melihat istrinya menangis seorang diri.
"Nay, ada apa? Kenapa kamu nangis?"
Nayla hanya menggeleng, ia memberikan surat yang ditulis oleh Bisma.
"Seharusnya nggak usah dibaca, Nay."
Ananta memasukkan surat-surat itu kembali ke kotaknya.
"Mas, aku ...."
"Jangan pernah nangis karena dia lagi. Kamu sedang hamil, Nay. Lebih baik kamu pikirkan kondisi anak kita." Ananta mengelus rambut Nayla dan membawanya ke pelukannya.
"Dia juga nyiapin kado buat kamu, Mas." Nayla mengulurkan sebuah kotak.
Ananta hanya diam, tak berminat membukanya.
***
Saat Nayla sudah tertidur, dengan perlahan Ananta membuka kado dari Bisma. Isinya ada sebuah kemeja dan pemantik api.
Bang ....
Gue tau lo benci banget sama gue. Lo takut gue ngerebut Nayla dari lo. Tapi lo harus sadar. Dia itu milik gue, lo yang rebut dia dari gue.
Oke, kali ini gue yang ngalah. Gue tau, lo capek selalu mengalah dari gue. Sejak kecil lo selalu mengalah demi gue. Resiko anak sulung, jangan protes.
Bang, gue pergi. Lo seneng kan? Jadi lo bisa bebas memiliki Nayla. Gue titip Nayla. Gue tau lo bakal memperlakukan dia lebih baik dari gue. Titip ponakan gue juga. Kasih tau, kalau dia sebenarnya punya om yang lebih ganteng dari lo.
Maaf, cuma bisa ngasih ini. Gue tau lo nggak ngerokok. Ini gue beli waktu gue ada di Amsterdam. Gue beli karena bentuknya bagus aja. Jangan dibuang, itu mahal.
Adek lo yang paling ganteng, Bisma.
"Dasar!" Ananta tersenyum sambil memungut pemantik itu. Di bawahnya ada sebuah notes.
Hadiah sebenarnya buat lo ada di bagian dasar.
Ananta mengerutkan dahi. Ia membongkar semua isi kotak itu. Nampak sebuah map berisi akta cerai. Mata Ananta berkaca-kaca.
"Makasih, Bis. Makasih banyak."
***
Enam bulan sejak kepergian Bisma ....
Nayla sedang menunggui bayinya yang sedang tertidur. Seorang bayi laki-laki yang tampan. Ia sedang memegang surat yang diberikan Bisma padanya tempo hari. Surat yang ditulis beberapa tahun yang lalu, tapi tak pernah dikirimnya.
Nayla tertawa membacanya, surat itu menceritakan saat kapal Bisma bersandar di Afrika. Bisma menceritakan ia digoda perempuan lokal di sana.
Gue harus gimana, Nay? Gue takut khilaf. Cewek di sini pada agresif. Tapi tenang aja, gue nggak bakal selingkuh. Lagian gue suka yang lokal kayak lo. Gue nggak suka yang impor, kecuali beras impor.
Amsterdam, Februari 2016
Ada juga surat yang lain, yang mengatakan Bisma sedang bersandar di Shanghai.
Cewek di sini bening-bening banget, Nay. Udah putih, pulen, kayak beras Thailand. Lemah lembut kayak moci. Tapi tenang aja, gue masih ingat lo. Meskipun lo coklat, butek, kayak Milo.
Shanghai, Juli 2017
Gue sakit, Nay. Badan gue panas, perut gue melilit, seperti ada piton yang bersarang di perut gue. Mungkin karena gue salah makan. Kemarin gue makan kerang abalon sisa penumpang. Mungkin udah busuk..
Vienna, Maret 2018
Selamat ulang tahun, Nay.
Semoga lo tambah tua, tambah jelek, keriput biar nggak ada yang mau sama lo.Ini kado dari gue, kemarin gue beli di Hokkaido. Katanya mutiara asli. Pasti cantik banget kalau lo pakai.
Hokkaido, Agustus 2019
Nayla memakai cincin yang diberikan Bisma untuknya.
"Makasih, cincinnya cantik."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Sengketa
Romance"Sekarang gue udah pulang, balikin istri gue." Bisma menatap kakaknya datar. Ananta hanya tersenyum pelan, adiknya ini masih saja kekanakan. Kalau dulu ia bisa saja mengalah jika Bisma merebut mainannya. Tapi sekarang ... Tidak lagi. Nayla bukanlah...