22

8.6K 897 51
                                    

Seorang pria berseragam pelaut sedang membawa kopernya turun dari kapal.

"Apa kabar, Indonesia?"

Bisma menghabiskan waktunya untuk minum kopi di kafe dekat pelabuhan. Setelah ini ia akan mencari hotel untuk menginap. Perusahaan memberinya waktu libur selama dua minggu.

Teman-temannya yang lain sudah pulang ke kampung halaman masing-masing untuk bertemu anak istri. Sedangkan dia, dia tak punya tempat untuk pulang. Bisma memang tak cocok tinggal di darat.

Seorang perempuan berpakaian seronok menghampirinya. Bisma sudah biasa, di pelabuhan seperti ini memang banyak perempuan seperti itu berkeliaran.

"Sendiri, Mas?"

Bisma hanya mengangguk. Perempuan itu mengambil duduk di samping Bisma.

"Ngamar yuk, Mas. Nanti saya kasih diskon."

Bisma tersenyum, ia menolak secara halus, "Udah ada istri sama anak di rumah, Mbak."

Bisma teringat akan Nayla dan anaknya, keponakannya. Kira-kira cowok apa cewek, ya?

"Mas orangnya setia, ya?" Perempuan itu meletakkan tangannya di paha Bisma.

Dengan halus Bisma menggesernya. Ia melanjutkan meminum kopinya yang sudah dingin.

"Suami saya juga pelaut, Mas." Perempuan itu tiba-tiba bercerita. Bisma hanya diam, ia sudah sering mendengar cerita seperti ini.

"Tapi dia nggak setia kayak Mas."

Bisma tak berminat untuk menjawab ucapan perempuan itu. Ia hanya menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Udah tiga tahun nggak pulang, nggak ada kabar."

Bisma merasa tersindir, ia pernah menelantarkan Nayla bertahun-tahun tanpa kabar.

"Pasti perempuan yang jadi istri Mas sangat beruntung."

Nggak, Mbak. Nayla nggak beruntung. Dia banyak nangis selama jadi istri gue ....

Bisma tak mau lebih lama mendengar curhatan perempuan itu. Ia risih karena sedari tadi perempuan itu memandangi dirinya dengan penuh minat.

Yah, memang pria-pria seperti dirinya identik dengan kesan pria kesepian, yang punya banyak uang, tapi haus belaian. Apalagi dirinya tampan, sudah pasti menjadi incaran perempuan semacam ini.

Bisma juga sudah melihat sendiri sepak terjang rekan-rekannya, ketika kapal mereka sedang bersandar. Perempuan dari berbagai negara, berbagai benua, mungkin sudah mereka cicipi.

Bisma tak menyalahkan mereka, yang melupakan anak istri di rumah. Yah, siapa yang bisa tahan terombang ambing di laut berbulan-bulan tanpa sentuhan wanita, kalau itu pria normal. Mereka punya kebutuhan yang harus dipenuhi.

Bisma sendiri tak menampik kalau banyak godaan yang datang padanya. Mulai dari penumpang, hingga sesama ABK.

Bukanya Bisma tak normal atau pindah orientasi. Dia masih straight, masih nafsu juga melihat perempuan berpakaian minim. Tapi ia tak mau, kalau itu bukan Nayla.

Nayla, istri yang ia tinggalkan dalam keadaan utuh, belum pernah ia apa-apakan. Kalau dipikir-pikir sayang juga, justru Ananta yang beruntung. Sialan!

Sudahlah, mungkin memang belum rejeki. Sampai saat ini ia pun belum tau bagaimana rasanya ber .... (Terusin sendiri, sumpah gue geli nulis ginian 😁)

"Mbak anaknya berapa?"

"Tiga, Mas. Masih kecil-kecil semua."

Bisma heran, "Katanya suaminya nggak pernah pulang, kok anaknya banyak, kecil-kecil lagi?"

Siapa yang donor bibit, Mbak?

"Yah, itulah, Mas. Setiap dia berangkat ke laut saya hamil. Begitu terus sampai anak ke tiga. Bisa dibilang, setiap saya lahiran dia nggak pernah ada."

Bisma diam, ia berpikir. Kasihan juga perempuan ini. Bisma mengambil sesuatu dari kopernya. Ia mengambil amplop dan mengeluarkan beberapa lembar uang merah.

"Buat anak, Mbak."

"Saya nggak ngemis, Mas." Perempuan itu tak mau menerima uang dari Bisma.

"Nggak papa, saya ikhlas."

"Saya mau terima uang itu kalau saya udah kerja," kata perempuan itu sambil menunduk.

"Maaf, Mbak bukan tipe saya." Bisma meletakkan uang itu di meja dan beranjak pergi.

***

Bang Bisma dermawan juga, ya. Ya iyalah uang kagak kepake juga. Di kapal makan tinggal makan, nggak ada anak istri yang perlu dikirim uang juga.

Btw gue juga males kalau punya laki pelaut gitu. Dulu sempat deket sama cowok, begitu tau dia mau sekolah pelayaran gue langsung males. Gue males kalau ntar ditinggal-tinggal.

Soalnya gue orangnya manja. Gimana entar kalau lahiran, anak sakit, genteng bocor, pompa air ngadat, gue nggak sanggup LDR kayak gitu.

Biarin dah gue cari laki yang kerjanya di sini-sini aja, biar kata gaji kagak gede kek orang layar. Yang penting bisa ngumpul tiap hari.

Pernah laki gue bilang mau kerja di kilang, kek temennya. Gue bilang, kagak bisa! Kagak mau! Kagak ridho 😁

Kagak usah aneh-aneh, gaji UMR juga gue udah syukur. Daripada gaji gede ntar di sono dibagi ama pelakor. Sama juga bohong.

Lah, gue malah curhat (tepok jidat)

Yang LDR boleh lah bagi ceritanya di sini ....

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang