32

7K 773 3
                                    

"Elo, sih, Bang." Gendis memarahi Bisma di dalam mobil.

"Gimana, dong? Mbak Nayla jadi marah, nih." Gendis melirik ke arah wajah Bisma yang tegang.

"Ya salah dia sendiri." Bisma menjawab kesal.

"Salah dia gimana? Emang orang kencan nggak boleh?"

Bisma melemparkan tatapan membunuh kepada Gendis. "Lo bisa diem nggak, sih? Gue turunin di sini, mau?"

Gendis langsung diam. Abangnya ini kalau mengancam tak main-main. Pernah juga ia ditinggal di mall karena kelamaan belanja, waktu itu Bisma sudah memperingatkan.

"Kelamaan belanja, gue tinggalin!"

Jadilah Gendis pulang naik ojek online.

***

Sampai di rumah, Hana langsung menyambut mereka dengan heran."Lho, kok cepet?"

Bisma tak menyahut. Ia langsung naik ke kamarnya. Wajahnya masam bukan main.

"Sst ... Ma, sini!" Gendis memanggil mamanya.

"Dia diusir orang tua Nayla?" tanya Hana.

"Boro-boro sempat masuk rumah ... Tadi itu abang ...." Gendis tak melanjutkan bicaranya, ketika melihat Bisma masuk ke dapur untuk mengambil minuman.

Bisma hanya melirik Gendis sekilas, Gendis dan mamanya diam. Nanti saja dilanjutkan gibahnya.

***

Setelah minum, Bisma kembali ke kamarnya. Ia masih memikirkan kejadian tadi siang.

Siapa pria itu?

Bisma sendiri bingung, ia marah karena apa? Karena Nayla pergi tanpa mengajak Nathan, atau karena Nayla pergi bersama pria lain?

Bisma kesal, mengapa perasaannya jadi tak senang. Nayla berhak pergi dengan siapapun. Tak ada yang bisa melarang, termasuk dirinya.

Bisma sedih, kini hubungannya dan Nayla kembali merenggang karena kejadian tadi.

***

Sementara di rumah Nayla ....

"Lho, nggak jadi berangkat?" Mama Nayla heran melihat Nayla masuk kembali ke dalam rumah.

"Nggak jadi, Ma. Aku nggak enak badan." Nayla beralasan, ia langsung masuk ke kamarnya.

"Mau Mama bikinin teh anget?" Mama Nayla mengkhawatirkan keadaannya.

"Nggak usah, Ma. Nayla mau tidur."

Nathan menghampiri mamanya di kamar. Bayi itu naik ke ranjang dan menyentuh kening Nayla.

"Mamama?"

"Mama nggak papa, Sayang. Mama tidur bentar, boleh?" Nayla mengelus kepala Nathan.

Nathan mengangguk, bayi itu ikut tidur di samping mamanya.

Malam hari Nayla terbangun, tubuhnya benar-benar terasa panas. Kepalanya juga pusing.

Ia ke dapur untuk mengambil minum. Tampak mamanya yang sedang mencuci piring. (Btw namanya Heidi)

"Masih sakit, Nay?" Heidi menghampiri Nayla yang tampak pucat.

"Pusing dikit, Ma." Nayla menyentuh pelipisnya.

"Badan kamu panas banget." Heidi khawatir dengan keadaan puterinya.

"Mama nyimpen paracetamol?"

"Nggak ada kayaknya. Mama panggilin Niko, ya?"

"Nggak usah, Ma. Tolong Mama suruh Mbak Esih beli obat di warung, ya?" Nayla pergi ke kamarnya lagi.

Nayla tak sadar, sudah berapa lama ia tertidur. Tiba-tiba ia mendengar suara orang bercakap-cakap di ruang tengah.

Nayla keluar untuk mengambil minum, ia merasa haus.

"Nay?" Papa Nayla yang sedang bercakap-cakap dengan Niko menoleh.

"Lo di sini, Nik? Mama yang manggil?" Nayla merasa tak enak kerena sudah merepotkan Niko.

"Enggak. Emang mau ke sini. Udah firasat kali kalau kamu sakit." Niko tersenyum ringan.

"Papa tinggal dulu, ya?" Papa Nayla sengaja pergi ke kamar untuk memberikan kesempatan Nayla dan Niko bicara.

"Nik, maaf kejadian yang tadi siang, ya?" Nayla merasa tidak enak karena Niko, karena harus menyaksikan pertengkarannya dengan Bisma.

"Nggak papa, nonton lain kali juga bisa." Niko tersenyum teduh.

Nayla tersenyum kecut, sepertinya ia tak akan pernah lagi mempunyai rencana untuk nonton bersama Niko. Trauma.

Diam sesaat, suasana terasa sangat canggung.

"Nathan sudah tidur?" tanya Niko sambil melirik ke kamar Nayla.

"Sudah. Tadi nemenin gue."

"Nay, yang tadi itu papanya Nathan?" tanya Niko hati-hati.

"Bukan." Nayla menggeleng.

"Oh." Niko hanya bisa mengangguk, walau sebenarnya masih bingung. Kalau bukan papa Nathan, terus siapa?

"Dia mantan suami gue."

Nathan hanya bisa melongo, Nayla memutar bola mata, "Gue nikah dua kali, lo nggak tau?"

Niko menggeleng.

Memang pernikahan Nayla dan Ananta tidak dirayakan secara besar-besaran. Hanya keluarga dekat saja yang tau.

"Nik, papa tadi bilang apa?" Nayla tersenyum kecut. Sebenarnya ia sudah menduga apa yang dikatakan papanya kepada Niko.

"Beliau berharap kita bisa menikah."

"Terus lo mau? Ucapan papa nggak usah lo pikirin."

"Tapi, Nay ...."

"Nik, lo dokter, karir lo bagus. Sedang gue, udah janda dua kali ...."

"Masalahnya bukan itu, Nay ...." Niko memotong ucapan Nayla.

"Masalahnya keluarga lo, iya kan?" tebak Nayla.

Niko menggeleng, "Bukan itu masalahnya."

"Terus?"

"Masalahnya ada di diri lo, Nay. Lo ... Mau mencoba untuk menerima gue?"

***

Terima jangan? Terima aja kali, ya. Kan enak punya laki dokter, nggak pakai sekolah lama-lama udah dipanggil bu dokter 😁

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang