¤¤¤
"Tatap mataku, Elang!" seru Tasya.
Tasya ingin melihat. Tasya ingin memastikan. Tentang janji yang pernah Elang ucapkan. Tasya ingin percaya, tetapi dia ragu setelah melihat gelagat Elang yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Berapa kali pun Tasya mengatakan itu, Elang tetap tidak mau menurutinya. Itu membuatnya semakin kesal dan hilang kesabaran. Dia menghela dan mengembuskan napas beratnya. Menyerah.
Tasya menatap Elang dengan tatapan datar dan sedikit kecewa. "Aku mengerti. Mungkin yang dikatakan mereka memang benar. Aku saja yang bodoh karena mau percaya sama orang sepertimu. Aku pikir kamu akan menepati janjimu, nyatanya aku salah." Tasya menunduk dalam dan tersenyum miris. "Lucu banget, ya? Rasanya pengen ketawain diri sendiri terus, karena udah ngelakuin hal yang sangat bodoh."
Elang yang awalnya mengabaikan ucapan Tasya, kini perlahan mulai melirik ke Tasya yang sedang menunduk dalam tanpa ekspresi.
"Namun, kamu tenang saja. Aku tidak akan menyalahkan kamu. Ini memang salahku sendiri. Aku tidak membencimu, hanya saja aku kecewa. Sangat, sangat kecewa. Aku ingin mundur, tapi aku tidak bisa. Perjuanganku sudah sampai tahap ini. Meskipun nyawaku sendiri yang menjadi taruhannya, meskipun aku tau risiko terbesar yang akan aku hadapi itu apa, tapi tetap saja, aku tidak bisa berhenti."
Tasya merasakan panas di matanya. Air matanya perlahan menumpuk dan akhirnya terjatuh begitu saja. Namun, dengan cepat dia mengusap air mata itu.
"Aku tidak akan bisa berhenti. Janjiku pada ibumu, janjiku pada mereka, aku harus menepatinya. Aku harus menyelesaikan itu semua. Aku tidak mau menjadi pengecut sepertimu. Tetap akan aku lanjutkan, tapi bukan untukmu. Melainkan untuk mereka, teman-temanku," lanjut Tasya.
Dia mengusap kembali air matanya dan mengangkat wajahnya, memberanikan diri menatap wajah Elang kemudian tersenyum simpul. "Mulai sekarang, hidupmu kuserahkan sama dirimu sendiri. Jika itu memang jati dirimu yang sebenarnya, aku tidak bisa berbuat banyak," ucap Tasya, lalu meninggalkan Elang begitu saja.
"Oh, iya, satu lagi." Tasya menghentikan langkahnya sejenak tanpa memutar badan. "Aku hanya ingin bilang, semoga akan ada hari di mana kamu benar-benar ingin berubah. Kamu tau? Aku berharap banyak untuk itu."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Tasya kembali melangkahkan kakinya untuk pergi dari rooftop. Meninggalkan Elang yang masih terdiam di tempatnya sendirian. Tasya kembali ke kelasnya.
"Tasya, aku lihat kamu dan Kak Elang pergi. Kalian pergi ke mana?" Hana menampilkan raut tanya kepada Tasya.
Tasya duduk di kursinya dan menjawab, "Nanti aku jelaskan. Jam pertama tidak ada guru? Aku pikir pelajaran sudah dimulai."
"Iya, katanya ada halangan. Seperti biasanya, Ibu hanya memberi tugas." Tasya mengangguk saja sebagai jawaban. "Tasya, boleh kamu cerita sama aku? Sepertinya kamu habis nangis, ya? Ada apa? Apa karena Kak Elang?"
Tasya yang hendak mengambil alat tulis dari tasnya pun sontak terdiam. "Oh, bukan apa-apa, kok. Tadi aku cuma kelilipan aja."
"Itu beda, Tasya. Aku tau kamu habis nangis, 'kan?" Hana mengembuskan napas berat. "Baiklah, Tasya, aku tidak akan memaksamu untuk bercerita. Kalau ada apa-apa bilang sama aku, ya. Jangan dipendam sendirian."
Melihat Hana yang tersenyum untuknya, Tasya pun ikut tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Hana. Pasti akan aku ceritakan."
***
Bel istirahat telah berbunyi, seorang guru keluar dari kelas Tasya. Tasya mengembuskan napas panjang. "Tasya, kamu terlihat sangat kelelahan," ucap Hana dengan raut khawatir.
"Aku tidak apa-apa. Oh, iya, sepertinya aku tidak ikut ke kantin. Mbak Eka memberikanku bekal ini." Tasya menunjukkan kotak makan yang Eka berikan padanya.
"Oh, kamu juga? Aku juga bawa kotak makan dari rumah. Kata ibuku, aku harus bisa menghemat uang sejak dini," keluh Hana seraya menunjukkan kotak makannya.
Tasya terkekeh kecil dengan tatapan kosong. "Ibumu baik, ya. Aku jadi rindu mereka, tapi aku tidak akan bisa menemukannya lagi. Habisnya mereka sudah pergi jauh, sih ...."
Mendengar kalimat Tasya, Hana sedikit terkejut. Dia mengerti, tatapan kosong itu telah menjawab semuanya. Kedua orang tua Tasya telah tiada. Dia tidak tahu, Tasya tidak bilang padanya. "Maaf, Tasya. Sejak kapan? Bukankah saat hari pindahanmu mereka datang mengantar? Kenapa kamu tidak cerita?"
"Tidak apa-apa. Sudahlah, Hana, aku juga baik-baik saja, kok. Oh, iya, aku ke toilet dulu, ya. Tidak apa-apa, 'kan?"
Hana mengangguk pelan, lalu Tasya segera pergi menuju toilet. Dia sedikit terkejut ketika melihat sosok anak kecil berdiri di pojok toilet paling kiri, tetapi tidak sampai membuat sosok itu menengok ke arahnya. Tasya kembali menormalkan detak jantungnya dan memilih toilet tengah, karena toilet sebelah kanan sudah ada yang isi. Setelah selesai, Tasya mencuci tangannya di wastafel. Sosok anak kecil itu sudah tidak ada, toilet sebelah kanan juga sudah kosong.
"Mina ke mana, ya?" gumam Tasya bertanya seraya menatap pantulan dirinya di cermin. "Aneh, suka banget berkeliaran."
"Aku di sini, Tasya." Suara itu membuat Tasya sontak membalikkan badannya. Tidak ada. Di mana Mina? Tasya terkejut ketika melihat pantulan dirinya di cermin tersenyum padanya. "Aku di sini, Tasya."
Sekejap, Mina telah berada di samping Tasya. Itu membuat Tasya lagi-lagi terkejut. Dia menggerutu kesal kepada Mina, tetapi hanya mendapat kekehan.
"Tasya." Tasya yang merasa terpanggil pun sontak mendelik ke sumber suara. Mencari siapa yang memanggilnya barusan. Tasya membuang muka malas, sosok itu menghampirinya. "Tasya, jangan pergi dari Elang lagi," ucap sosok itu dengan lirih.
Tasya mengembuskan napas berat. "Maaf, tapi aku sudah tidak peduli."
"Jangan. Dia melakukannya karena sebuah hasutan. Kami merasakan ada sedikit penyesalan di hatinya, jauh dan begitu dalam. Kamu juga pasti bisa merasakannya, Tasya."
Tasya menggeleng. "Aku tidak merasakannya, yang aku rasakan hanyalah kekecewaan," jawabnya dengan cepat.
"Kami tau, semalam kamu memimpikannya, 'kan?" tanya Resti, "dia tidak sendiri. Ada seseorang yang sengaja menghasutnya. Tolong Elang, Tasya. Ibu mohon."
"Tasya sudah berusaha sebisa Tasya, Bu. Tasya capek." Resti yang mendengar jawaban Tasya itu sontak menunduk sedih dan menghilang entah ke mana.
"Tasya, bisakah kamu menemui satu sosok laki-laki di rumah Elang nanti? Kami memang tidak mengenalnya, tapi kami merasakan ada sangkutannya dengan Elang. Jikapun kamu tidak mau, kami tidak akan memaksa lagi. Kami juga tidak akan mengganggumu lagi."
Sosok-sosok itu menghilang. Tasya dan Mina sontak saling tatap dengan raut bingung. "Sosok laki-laki?" gumamnya.
¤¤¤
Cirebon, 28 November 2021
Follow IG ⬇
taa.fn28
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo vs Psikopat 🔞 ✔
HorrorHoror - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya, gadis cantik bernama Anastasya Nugraha yang memiliki kemampuan melihat mereka yang 'tak terlihat. Ti...