45. Rintangan

5.5K 667 16
                                    

¤¤¤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

¤¤¤

"Apa yang sedang kalian lakukan?!"

Mendengar seruan itu, sontak mereka menoleh ke sumber suara. Beberapa arwah perempuan dengan sosok yang menyeramkan menatap tajam. Tasya dan Eka saling tatap untuk sekilas.

Tiba-tiba saja kepala Tasya terasa sakit. Kepingan memori dari beberapa arwah perempuan di depannya saling bertubrukan tidak teratur. Jeritan, tangisan, penderitaan, kesakitan, dan keputusasaan tergambar jelas di kepalanya. Tasya terus merintih kesakitan hingga plastik besar di tangannya terjatuh. Melihat Tasya yang terus merintih kesakitan membuat Eka seketika panik. Pikirannya kalang kabut, tidak bisa diajak bekerja sama untuk berpikir jernih.

"Tasya, kamu kenapa? Tasya, jawab aku!" seru Eka seraya menggoyangkan bahu Tasya.

"Sakit," rintihnya, "kita ... harus segera pergi ... dari sini."

Mendengar ucapan Tasya yang terbatas-bata membuatnya menoleh ke arwah yang berseru tadi. Eka berjalan mendekatinya dengan perlahan. Keringat mulai mengucur dari dahinya, jujur saja dia merasakan sesak di dadanya, ditambah lagi oleh dinginnya udara malam.

"Mbak, jangan mendekat. Lari," perintah Tasya masih terbata-bata. Dengan rasa sakit yang dia rasakan, Tasya berjalan ingin mencegah Eka. Tidak bisa, dia tidak cukup kuat untuk menahan rasa sakitnya.

"Kalian ... para arwah dari korban pembunuhan?" tanya Eka dengan hati-hati.

"Benar." Para arwah itu menatap tidak suka, tetapi tetap menjawab. "Apa kalian kenal dengan pembunuh itu?"

Eka melirik ke arah Tasya yang menggeleng ke arahnya. Eka pun kembali menatap arwah itu. "Iya, kami mengenalnya."

Seketika energi yang tadinya tidak cukup besar, kini telah berubah. Aura mereka berubah menjadi semakin hitam pekat, menandakan kebencian yang begitu dalam. Tasya menggelengkan kepalanya dengan kuat, bayangan itu tetap hadir dan tidak kunjung pergi.

Eka masih menatap arwah itu dengan raut datar. Meskipun hatinya telah diselimuti oleh rasa gelisah dan takut, tetapi tekadnya telah mengalahkannya. "Kami tidak akan mengganggu kalian, jadi aku mohon pada kalian semua untuk tidak menggangguku dan temanku."

"Tidak mengganggu? Kamu pikir yang kamu lakukan itu tidak mengganggu kami?" Para arwah itu menunjukkan raut tidak sukanya. "Mengambil tulang-tulang kami secara diam-diam, kalian bilang tidak mengganggu?! Jelas kami terganggu!"

"Kalian akan membawa tulang-tulang kami ke pembunuh itu, 'kan? Kalian berdua bekerja sama dengannya?"

Eka masih berusaha untuk bersikap tenang. "Kalian salah, kami berdua tidaklah mendukungnya. Kami melakukan ini semua hanya demi kalian. Kami ingin membantu menyelesaikan urusan kalian di dunia dan mengantarkan kalian ke proses yang selanjutnya."

"Pendusta! Sekarang, mulut manusia sudah benar-benar busuk. Banyak sekali kebohongan yang kalian ucapkan tanpa memikirkan akibatnya. Kami tidak menyukai manusia pendusta seperti kalian!"

Indigo vs Psikopat 🔞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang